“Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfaat) sampai ia dewasa.” (QS. al-Isra: 34)
Oleh: Ustadz Dr. Umar Makka, Lc
Islam mengajarkan umatnya untuk senantiasa berbuat baik kepada sesama, termasuk pada anak yatim dan piatu. Yatim adalah sebutan untuk seseorang yang ayahnya telah meninggal dunia.
وَلَا تَقْرَبُوا مَالَ الْيَتِيمِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ حَتَّىٰ يَبْلُغَ أَشُدَّهُ ۚ وَأَوْفُوا بِالْعَهْدِ ۖ إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْئُولًا
“Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfaat) sampai ia dewasa dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya.” (QS. Al-Isra: 34)
Ada beberapa pelajaran penting dari ayat di atas. Pertama, bahaya mendekati harta anak yatim. Apalagi memakan harta anak yatik secara zalim. Di antara kebiasaan orang jahiliyah terdahulu sebelum datang Islam adalah mengambil harta anak yatim. Baik anak yatim dari anak saudara laki-laki mereka ataupun dari saudari mereka. Orang jahiliyah mengambil harta anak yatim itu dan menggabungkan dengan harta mereka.
Allah menurunkan ayat di atas kepada umat manusia untuk menjadi peringatan. Ini agar manusia tidak mengikuti perilaku orang-orang jahiliah, yang berlaku zalim kepada anak-anak yatim. Anak yatim seharusnya mendapatkan perhatian dan kasih sayang. Sebagaimana firman Allah dalam QS an-Nisa ayat 10,
إِنَّ ٱلَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَٰلَ ٱلْيَتَٰمَىٰ ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِى بُطُونِهِمْ نَارًا ۖ وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرًا
“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)”.
Kedua, Allah membolehkan hamba-Nya memanfaatkan harta anak yatim untuk maslahat atau kebaikan anak yatim tersebut. Misalnya memanfaatkan harta anak yatim untuk berdagang, yang kemudian praktik itu akan mendatangkan manfaat untuk anak yatim. Boleh mengembangkan harta anak yatim jika manfaat dan maslahat itu dengan cara baik dan benar.
Ketiga, keutamaan memperhatikan anak yatim. Sebagaimana ada ancaman besar bagi mereka yang menzalimi anak yatim, maka siapapun yang memperhatikan mereka akan mendapatkan balasan yang sangat besar. Di surga kelak, kedekatan Rasulullah dengan seorang hamba yang menyayangi anak yatim diibaratkan dengan dua jari (jari telunjuk dan jari tengah). Itu artinya sangat dekat jarak di antara keduanya.
Dari Sahl bin Saad r.a. dari Nabi SAW, beliau mengatakan, “Aku dan orang yang mencukupi kehidupan (memberi nafkah hidup) anak yatim (akan) berada di surga seperti ini.” Sahl berkata, Rasulullah memberi isyarat dengan jari yang menunjukkan jari telunjuk dan jari tengahnya. (H.R. Bukhari)
Keempat, Allah mengingatkan hamba-Nya untuk senantiasa memenuhi janji. Baik janji kepada-Nya untuk senantiasa mentauhidkan-Nya, maupun janji kepada manusia. Termasuk janji untuk Baitul Maqdis, bahwa kita akan terus membersamai saudara-saudara kita yang tengah berjuang mempertahankan masjid tersebut. Kelak, setiap janji kita akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah.