Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu kembali mengangkat isu pemindahan warga Palestina dari Gaza. Dalam wawancara dengan kanal Israel i24 pada Selasa malam, Netanyahu menyatakan Israel akan “mengizinkan” penduduk Gaza yang ingin meninggalkan wilayah itu untuk pergi ke luar negeri. Ia menambahkan, saat ini Israel tengah menggelar pembicaraan untuk memindahkan warga Gaza ke sejumlah negara, dengan Sudan Selatan sebagai salah satu opsi tujuan.
Netanyahu menyebut langkah itu sebagai “migrasi sukarela” yang sejalan dengan visi Presiden AS Donald Trump, yakni memindahkan sebagian besar penduduk Gaza sebelum Israel “menghantam penuh” pihak yang masih bertahan di sana. Ia mencontohkan perpindahan pengungsi di Suriah, Ukraina, dan Afghanistan sebagai pembenaran. Menurutnya, negara-negara yang mengaku peduli pada warga Palestina seharusnya membuka pintu untuk menampung mereka. Namun, wacana ini sebelumnya telah memicu penolakan keras, baik dari warga Palestina maupun komunitas internasional, yang melihatnya sebagai upaya pengusiran paksa.
Sumber diplomatik menyebut kepada Associated Press bahwa Israel telah menjalin komunikasi dengan Sudan Selatan untuk membahas kemungkinan penampungan warga Gaza. Rencana tersebut mencakup pembangunan kamp sementara yang biayanya ditanggung Israel. Mesir, yang mengetahui rencana itu sejak lama, menekan Sudan Selatan agar menolak karena khawatir arus pengungsi akan berdampak pada keamanan perbatasannya. Upaya serupa juga pernah dilakukan Israel dengan Sudan, Somalia, dan wilayah Somaliland, namun hasilnya tidak jelas. Banyak pihak menilai skema ini akan membangkitkan kembali trauma Nakba 1948, ketika ratusan ribu warga Palestina diusir dari tanah mereka—sebuah peristiwa yang hingga kini menjadi luka sejarah.