Spirit of Aqsa, Palestina- Sejenak, Abdullah Al-Khatib berpikir putranya Yusuf akan terhindar dari penangkapan setelah dibebaskan berdasarkan kesepakatan pertukaran tahanan antara Israel dan Hamas pada November 2023 lalu.

Youssef Al-Khatib (17 tahun) dibebaskan dari kamp Aqabat Jabr di kota Jericho di Tepi Barat setelah penahanan administratif yang berlangsung selama 3 bulan dari hukuman 6 bulan. Pembebasan itu sebagai bagian dari perjanjian gencatan senjata pada November antara Hamas dan Israel di bawah mediasi Mesir-Qatar.

Perjanjian tersebut dilaksanakan secara bertahap sebagai bagian dari pertukaran tahanan antara Hamas dan Israel. Hamas membebaskan 50 tahanan Israel, sementara Israel membebaskan 240 anak-anak dan wanita Palestina yang ditahan.​​​​​​

Ancaman dan Penangkapan

Sejak hari-hari pertama pembebasan, Israel dengan sengaja mengejar dan melecehkan Yusuf. Dia lalu ditangkap selama berjam-jam hanya sepekan setelah pertukaran tahanan. Yusuf lalu dibebaskan setelah dianiaya dan dipukuli.

Setelah itu, aparat keamanan Israel masih mengejar Yusuf disertai ancaman, telepon intimindasi, dan memintanya menyerahkan diri “demi tujuan wawancara singkat dan pembebasannya,” menurut ayahnya.

Abu Yusuf mengatakan, setelah 5 hari berusaha untuk tidak menyerahkan putranya kepada intelijen Israel, ancaman Israel meningkat, dan bahaya serta ketakutan terhadap putranya meningkat, “karena pendudukan mengancam akan membunuhnya jika dia melarikan diri atau tidak menyerahkan diri, dan petugas mengaku telah memerintahkan tentara untuk menembaknya.”

Di bawah pengaruh ancaman, sang ayah menyerahkan Yusuf ke pendudukan. Dia berharap Israel membebaskan Yusuf setelah diinterogasi. Tetapi, hal tersebut tidak dilakukan dan malah dipindahkan ke tahanan administratif.

Israel telah menangkap Yusuf dua kali. Pertama, pada Mei 2023. Saat itu, Israel menggerebek rumah Yusuf setelah melakukan pemukulan dengan kejam. Yusuf dibebaskan setelah 12 hari ditahan karena masih di bawah umur dan dipaksa membayar denda.

Yusuf ditangkap lagi pada Agusuts 2023 dan dipindahkan ke tahanan administratif. Dia ditahan selama tiga bulan, dan dibebaskan dalam perjanjian pertukaran gencatan senjata pada November 2023.

Dengan semua penangkapan tersebut, pihak Israel tidak mengajukan tuntutan khusus terhadap Yusuf, namun malah memindahkannya ke penahanan administratif dengan “berkas dakwaan rahasia.” Hal itu membuat keluarga marah, terutama mengingat penangkapan, penghasutan, dan ancaman yang berulang kali.

Setelah pembebasannya baru-baru ini, kehidupan Yusuf terganggu oleh pelecehan dan ketakutan akan ditangkap lagi. Jadi, dia tinggal di rumah dan tidak meninggalkan rumah bahkan untuk bersekolah.

Yusuf Al-Khatib ditangkap kembali pada Kamis (25/1) dari desa Bir Al-Basha dekat kota Jenin di Tepi Barat utara.

Israel Lakukan Pelanggaran Berat

Klub Tahanan Palestina menganggap penangkapan kembali Al-Khatib sebagai “pelanggaran berbahaya” terhadap kesepakatan pertukaran tahanan. Penangkapan itu merupakan indikasi bahwa Israel sedang memulihkan kebijakan penangkapan mantan tahanan.

Amani Sarhana, pejabat media di Klub Tahanan, mengkhawatirkan “pendekatan permanen” yang dilakukan Israel untuk menangkap kembali para tahanan yang dibebaskan. Dia mengatakan bahwa hal ini menegaskan bahwa “tidak ada jaminan bagi pendudukan, bahkan jika mereka berada di bawah pengawasan regional atau internasional.”

Dalam wawancaranya dengan Aljazeera, Farajna mengesampingkan bahwa penangkapan kembali para tahanan yang dibebaskan didasarkan pada pelanggaran atau tuduhan baru. Dia mengatakan, “hukuman sebelumnya” diberlakukan kembali bagi para tahanan tersebut, seperti yang dilakukan Israel terhadap para tahanan dari kesepakatan Shalit), termasuk tahanan yang dijatuhi hukuman penjara, penjara seumur hidup dan lainnya ditahan sebelum Oslo.

Dia percaya, meskipun ada perjanjian baru-baru ini (Pertukaran Tahanan), yang menyatakan 240 anak-anak dan perempuan dibebaskan dengan imbalan 105 tahanan Israel dan asing, hal ini merupakan bentuk gencatan senjata dan bukan perjanjian yang diperluas dan komprehensif seperti masalah besarnya, hal ini tidak membebaskan Israel dari tanggung jawab.

“Oleh karena itu, di hadapan perjanjian pertukaran dan lainnya di masa depan, harus ada jaminan yang lebih besar, dan tekanan yang lebih besar terhadap pendudukan dari semua pihak yang menjadi penengah dan di bawah pengawasan internasional, tidak hanya secara regional,” ujar Farajna.

Niat jahat

Israel tidak pernah berkomitmen pada perjanjian apa pun dengan Palestina, baik yang dikeluarkan berdasarkan Perjanjian Oslo atau bahkan Wafa al-Ahrar pada 2011. Mereka menangkap kembali 100 tahanan Wafa al-Ahrar pada 2014, dan terus menahan 48 di antaranya.

Fouad Al-Khafash, yang berspesialisasi dalam urusan tahanan, mengatakan, Israel melanggar semua perjanjian. Dia menegaskan, penangkapan kembali para tahanan terjadi “berdasarkan keputusan politik Israel” dan hal itu terjadi tanpa mereka melakukan pelanggaran apa pun.

Dia menjelaskan, Israel sedang mengadili para tahanan yang dibebaskan atas tuduhan sebelumnya dimana mereka ditangkap, diadili dan dibebaskan sebagai bagian dari kesepakatan pembebasan. Oleh karena itu, Israel tidak mencari pembenaran atas tindakannya.

“Hal ini tidak terjadi dalam sejarah konflik, atau dalam semua kesepakatan yang terjadi antar negara, atau bahkan dalam kesepakatan pertukaran sebelumnya dengan pendudukan itu sendiri,” kata Al-Khafash.

Dia percaya, mengembalikan hukuman sebelumnya kepada para tahanan merupakan konfirmasi atas “niat jahat” pendudukan untuk menangkap mereka kembali.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here