Krisis yang dialami masyarakat Jalur Gaza, Palestina, kian menjadi-jadi. Mereka kini tidak hanya menghadapi cengkeraman penjajahan Israel. Sejak awal tahun ini, penduduk setempat juga mewaspadai sebaran wabah Covid-19, yang dipicu virus korona baru. Kondisi demikian tak surut dalam bulan suci Ramadhan 1441 H.
Sebelum memasuki bulan puasa, warga Palestina di Jalur Gaza juga melakukan berbagai persiapan di tengah situasi ekonomi yang kian memburuk. Padahal, umat Islam setempat memiliki tradisi sukacita dalam menyambut Ramadhan. Biasanya, orang-orang akan mendekorasi rumah mereka. Jalan-jalan juga diperindah dengan lentera hias. Akan tetapi, selebrasi demikian tak tampak untuk tahun ini. Penyebabnya tak lain adalah pandemi Covid-19.
Sejak 22 Maret lalu, otoritas Gaza telah mengumumkan dua kasus pertama Covid-19. Mereka adalah warga yang tercatat belum lama ini kembali dari Pakistan. Pemerintah Palestina masih dalam keterbatasan dalam menangani dampak epidemi tersebut. Badan Kesehatan Dunia (WHO) pun mengakui minimnya fasilitas karantina di negara itu.
Bagaimanapun, rakyat Palestina terus bertahan. Mereka tak ingin kehilangan makna sukacita Ramadhan meski harus menghadapi dua momok sekaligus: Covid-19 dan ancaman Israel. Dalam hal ini, masyarakat Jalur Gaza memanfaatkan Ramadhan sebagai momen saling berbagi. Seperti dilansir //EPA// baru-baru ini, puluhan orang di Kota Gaza menggelar dapur umum. Menjelang matahari terbenam, anak-anak dan orang tua mengantre hasil masakan di sana. Ada sup, bubur gandum, hingga manisan. Tentunya, semua itu dibuat dalam kondisi serbaterbatas.
Belum lama ini, Gaza mengonfirmasi terjadinya krisis air bersih. Komisi Ekonomi dan Sosial PBB untuk Asia Barat (ESCWA) menjelaskan, dari 10 rumah tangga di sana, hanya satu yang memiliki akses air bersih. Krisis air bersih kian membutuhkan perhatian, terutama dalam situasi pandemi Covid- 19. Terlebih lagi, blokade yang diterapkan Israel ikut membatasi akses masyarakat setempat pada bahan-bahan pangan.
ESCWA mengungkapkan, sekitar 74 juta orang di negara-negara Arab berisiko terinfeksi Covid-19. Sebab, minimnya akses fasilitas cuci tangan di ruang-ruang publik. Padahal, mencuci tangan dengan sabun dan air merupakan cara efektif untuk mencegah penularan Covid-19.
Sejak 2007, Israel mengepung Jalur Gaza, baik dari jalan darat maupun laut. Dalam jangka waktu setahun, mungkin hanya Ramadhan yang dapat menjadi momen bagi masyarakat Gaza melupakan sejenak penderitaan sebagai bangsa terjajah. Namun, itu kini tinggal menjadi impian. Sebab, pandemi Covid-19 mengubah lanskap sukacita.
Tidak ada lagi hiruk-pikuk buka puasa bersama atau karnaval dengan beragam lentera. Orang-orang lebih memilih tinggal di rumah masing-masing dan beribadah secara berjamaah dengan keluarga tercinta. Kalaupun terpaksa, mereka keluar rumah untuk mendapatkan makanan –seperti yang terjadi pada dapur umum di Kota Gaza itu.
Karena blokade selama bertahun-tahun itu, warga Gaza pun bisa memahami situasi Covid-19 yang terjadi di negara-negara dunia saat ini. Mereka berharap blokade terhadap Gaza segera berakhir. Demikian juga dengan virus Covid-19 yang melanda dunia.
Otoritas Palestina telah berupaya keras untuk mengatasi pandemi Covid-19 di tengah sumber daya yang terbatas dan lemahnya sistem perawatan kesehatan. Juru Bicara Pemerintah Palestina Ibrahim Melhim mengatakan, pemerintah menjalankan segala yang perlu untuk mencegah penyebaran virus Covid-19.
Pemerintah Palestina juga memantau situasi di Jalur Gaza yang dikepung. Jalur tersebut berpotensi menularkan virus karena warga Palestina biasanya ada yang melakukan perjalanan ke Mesir atau bekerja di wilayah yang diduduki Israel.
“Kami bertempur di dua front: satu melawan pandemi dan lainnya melawan pendudukan militer brutal Israel. Tentara Israel dan pemukim Yahudi ilegal masih melakukan penutupan terus-menerus, dan melakukan serangan terhadap warga sipil, yang mempersulit upaya kami dalam memerangi pandemi,” kata Melhim beberapa waktu lalu kepada Aljazirah.
Hingga 29 April 2020, Palestina mencatat sebanyak 343 kasus positif Covid-19. Dari jumlah tersebut, ada dua kasus kematian akibat wabah tersebut. Ini bisa dibilang kabar baik. Sebab, ada lebih banyak orang yang sembuh Covid-19, yakni 71 kasus.
Secara keseluruhan, negara-negara kawasan Arab saat ini masih menghadapi peningkatan kasus Covid-19. Selain Palestina, ada Yaman dan Suriah yang dianggap sebagai negara-negara paling rentan terjangkit wabah itu. Kedua negeri tersebut masih diwarnai kecamuk peperangan. Sementara itu, Palestina masih terus berjuang di bawah pendudukan Zionis Israel.
Oleh: MUHYIDDIN – Republika.id