Perwakilan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di wilayah Palestina, Richard Pebberkorn, mengungkapkan bahwa sekitar 1.092 pasien di Gaza meninggal saat menunggu evakuasi medis antara Juli 2024 hingga 28 November 2025. Data ini, menurutnya, kemungkinan lebih rendah dari angka sebenarnya, karena hanya mencakup kasus kematian yang dilaporkan.
Pebberkorn menyampaikan kepada wartawan di markas PBB, New York, bahwa WHO terus mendesak negara-negara lebih banyak menerima pasien Gaza dan menghidupkan kembali jalur evakuasi medis menuju Tepi Barat, termasuk Al-Quds Timur.
Situasi fasilitas kesehatan di Gaza tetap kritis: dari 36 rumah sakit, 18 beroperasi hanya sebagian, dan 43% pusat layanan primer hanya berfungsi terbatas. Kekurangan obat-obatan esensial, termasuk untuk penyakit jantung dan kondisi kronis lainnya, semakin memperparah risiko kematian.
Meskipun ada peningkatan persetujuan masuknya pasokan medis ke Gaza, Pebberkorn menekankan bahwa proses pengiriman masih lambat dan rumit tanpa alasan yang jelas, sehingga jutaan warga tetap menghadapi kesulitan akses terhadap perawatan vital.
Krisis ini menunjukkan betapa penantian medis yang tertunda di tengah blokade dan konflik bukan sekadar angka, melainkan persoalan hidup dan mati bagi rakyat Gaza.
Sumber: Deutsche Welle, Al Jazeera










