Para ulama mengatakan, di antara hikmah peristiwa Isra’ dan Mi’raj terjadi pada malam hari adalah untuk memberikan isyarat dan pelajaran tentang keutamaan waktu malam bagi setiap hamba yang menginginkan perjumpaan dengan Allah Ta’ala.

Oleh: Ustadz Dr. Umar Makka, Lc

Di antara mutiara tadabbur dari ayat pertama surah Al-Isra adalah keistimewaan dan keutamaan beribadah di waktu malam. Perlanan paling mulia dan paling agung yakni Isra’ dan Mi’raj Rasulullah SAW yang digambarkan dalam ayat tersebut terjadi pada malam hari. Isra’ dan Mi’raj merupakan perjalanan paling mulia yang pernah terjadi di muka bumi.

Hal itu menunjukkan keutamaan ibadah pada malam hari. Para ulama mengatakan, di antara hikmah peristiwa Isra’ dan Mi’raj terjadi pada malam hari adalah untuk memberikan isyarat dan pelajaran tentang keutamaan waktu malam bagi setiap hamba yang menginginkan perjumpaan dengan Allah Ta’ala. Waktu malam juga merupakan waktu paling tepat untuk mendekatakan diri kepada-Nya.

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Abdullah Ibnu Mas’ud, Rasulullah Saw bersabda; “keutamaan shalat di malam hari dibanding shalat di siang hari, seperti keutamaan bersedekah secara sembunyi-sembunyi terhadap sedekah terang-terangan.”

Para ulama menjelaskan, beribadah pada malam hari membuat seseorang hamba jauh lebih ikhlas karena tidak dilihat oleh mata manusia. Sebagaimana ibadah amal shaleh yang dilakukan pada malam hari jauh lebih berat. Maka itu, pahalanya lebih berat dan jauh lebih berbekas. Allah Ta’ala berfirman dalam surah Al-Muzammil ayat 6;

اِنَّ نَاشِئَةَ الَّيْلِ هِيَ اَشَدُّ وَطْـًٔا وَّاَقْوَمُ قِيْلًاۗ

“Sungguh, bangun malam itu lebih kuat (mengisi jiwa); dan (bacaan pada waktu itu) lebih berkesan.”

Bacaan Al-Qur’an pada malam hari memiliki pengaruh kesan yang lebih kuat daripada bacaan di siang hari. Segaimana bangun di malam hari membutuhkan usaha yang jauh lebih berat dan keras dari seorang hamba. Sebab, pahala bergantung pada mudah dan susahnya seorang hamba melakukan ibadah kepada Allah Ta’ala.

Dari ayat ini pula kita bisa mengambil pelajaran bahwa kata ‘laila’ (malam) bahwa yang menginginkan menjadi bagian pembebas Baitul Maqdis harus menjadi hamba Allah Ta’ala yang senantiasa mendekatkan diri kepada-Nya pda malam hari.

Ketika penguasa Romawi mendengar kedatangan pasukan kaum muslimin di bawah pimpinan Khalid bin Walid dari Kota Madinah untuk membebaskan bumi Syam, sang kaisar mengirim mata-mata untuk melihat pasukan tersebut. Mata-mata itu ditugaskan untuk melihat bagaimana sifat dan karakter pasukan yang datang jauh dari negeri Madinah ingin membebaskan negeri syam.

Mata-mata itu melaporkan bahwa pasukan kaum muslimin adalah orang yang bangun di malam hari mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Pada siang hari mereka menjelma prajurit-prajurit tangguh.

Ketika Salahuddin Al-Ayyubi datang untuk membebaskan Baitul Maqdis, penguasa kota suci tersebut kala itu juga mendapati informasi yang sama. Pasukan Salahuddin Al Ayyubi adalah pasukan yang menghidupkan malam hari untuk beribadah kepada Allah Ta’ala.

Salahuddin Al-Ayyubi berkeliling pada malam hari melihat pasukan-pasukannya. Dia mendapati ada kelompok pasukan. Ada tenda-tenda yang diisi oleh pasukan yang menghidupkan malam mereka dengan ibadah. Salahuddin Al Ayyubi pun berkata;

“dari tenda ini datang kemenangan.”

Sementara saat melewati tenda-tenda yang diisi oleh orang tertidur dan ada yang terlalaikan, Salahuddin berkata; “dari tempat ini bisa menjadi penyebab datangnya kekalahan.”

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here