Spirit of Aqsa, Palestina – Penjajah Israel memanipulasi sejarah dan warisan bersejarah Palestina. Penjajah Israel tak hanya membangun permukiman illegal yahudi di atas tanah warga Palestina, mereka secara terang-terangan mendistorsi sejarah Palestina.
Apa makna mengubur koin logam di perut bumi? Mengapa mereka menghubungkan setiap situs agama Islam dengan narasi Talmud? Apa yang merugikan mereka jika kuburan Muslim tetap berada di Al-Quds? Jawabannya satu dan sama. Tujuannya adalah untuk melakukan Yahudisasi dan menolak hak-hak historis Palestina.
Dimulai dengan Yahudisasi Al-Quds yang diduduki dengan segala warisan dan kesuciannya, dan juga di Hebron dan kota-kota lain yang mencapai titik pemalsuan sumber makanan dan pakaian orang Palestina, yang membentuk identitasnya, Israel yang mencoba mengubah dengan identitas dan kepribadian dari otentiknya.
Proses Yahudisasi sejarah Palestina tidak sia-sia; proses ini komprehensif dan lengkap, mencakup semua jenis kehidupan Palestina, dari dulu dan sekarang. Secara bertahap proses ini tumbuh meninggalkan kesan dugaan sejarah Yahudi di Palestina yang mendukung narasi palsu tentang hak mereka atas tanah.
Gagasan Lama
Metode ideal untuk proses manipulasi dan Yahudisasi biasanya dimulai dengan pengendalian wilayah dan waktu atas situs arkeologi agama dan sejarah. Yang pertama, menduduki Al-Quds dengan menggunakan kekuatan militer, manipulasi dan Yahudisasi.
Setelah pendudukan Al-Quds pada tahun 1967, misalnya, Yahudisasi landmark, termasuk Temple Mount, membaginya secara temporal dan spasial, dan Tembok Al-Buraq dimulai. Selain itu dilakukan penggalian di bagian bawah Masjid Al-Aqsha dan hal yang sama terulang di bawah Masjid Ibrahimi di Hebron.
Hari ini, setelah usia proyek Zionis di atas tanah Palestina telah mencapai 100 tahun, menjadi mungkin untuk mengingat ribuan sikap dan detail di mana penjajah Israel menempatkan pijakan bagi pemukimnya di tanah Palestina.
Keberadaan Yahudi di tanah Palestina dalam sejarah tidak permanen dan tidak otentik. Di tanah ini, aggressor dan kerajaan datang dan pergi, mendudukinya dan pergi. Akan tetapi Yahudi fokus pada awal Yahudisasi mereka sebelum Nakba (1948) ketika mereka tidak melebihi 26 ribu orang di 4 wilayah. Di sana mereka menghubungkannya dengan Taurat, yait; Yerusalem (Al-Quds), Hebron, Safad, Tiberias.
Naji al-Battah, seorang ahli dalam urusan keisraelan, menegaskan, penjajah Israel mengeksplotasi dugaan dan memperalat agama dan sejarah untuk membuktikan keberadaan peninggalan bersejarah Yahudi, menafsirkan narasi dari Talmud dalam dua bagian, “Babilonia dan Yerusalem”, sebuah interpretasi yang menyimpang untuk mereka eksploitasi dalam politik Yahudisasi.
Kepada Pusat Informasi Palestina, Naji menambahkan, Rabi Yahudi mempromosikan, Taurat menyatakan bahwa tanah Palestina, Mesir dan Irak, menurut satu riwayat dari sungai Nil ke Efrat, adalah tanah yang Tuhan berikan kepada Nabi-Nya, Ibrahim dan orang-orang Yahudi sesudahnya.
Bara pertama proyek yahudisasi dimulai dari Konferensi Basel di Swiss pada tahun 1897 M, dan beberapa sejarawan telah menghubungkan gagasan Yahudisasi Palestina ke era Napoleon, dan dengan itu skema penipuan mulai melegalkan klaim narasi Yahudi kepada di hadapan dunia.
Sekarang ada 240 pemukiman di tanah Tepi Barat Palestina, masing-masing dengan nama, dan di dalamnya ada nama-nama Yahudi. Nama tanah dan kota Palestina telah diganti dengan nama Yahudi.
Jamal Amr, pakar urusan pemukiman dan Yerusalem, mengatakan bahwa slogan yang menyatukan; bangsa tanpa tanah air di tanah tanpa bangsa adalah langkah pertama dalam pemalsuan sejarah dan agama isu Palestina, diikuti oleh upaya Herzl, pemimpin gerakan Zionis, untuk membujuk Inggris.
Kepada Pusat Informasi Palestina, dia melanjutkan, Sultan Utsmaniyah mengusir Herzl dua kali dan Inggris berkolusi dengan Zionisme yang menawarkan untuk menaklukkan Kekaisaran Ottoman namun gagal. Kemudian mereka mendapat manfaat dari hasil Konferensi Sykes-Picot dan Deklarasi Balfour.
Yang menarik adalah bahwa gerakan Zionis terus membangun proyek-proyek raksasa sebelum Nakba, yang paling terkenal adalah “Bandara Ben Gurion-Universitas Ibrani-Rumah Sakit Hadassah” tahun 1925 hanya semata-mata mendorong imigrasi dan eksodus Yahudi dan pembangunan pemukiman yahudi di Palestina
Amr menilai bahwa entitas Israel memberi nama-nama sejak dini untuk pemukiman yang disponsori oleh Inggris selama Mandat (pendudukan Inggris di Palestina) untuk mengkonsolidasikan riwayat Yahudi. Setelah Nakba pada tahun 1948, Israel mengubah nama 465 kota dan kota Palestina dengan nama-nama Yahudi baru.
Nama kota Deir Yassin menjadi pemukiman “Givat Shaul”. Bahkan Knesset (Gedung parlemen Israel) yang didirikan di Al-Quds dibangun di atas “perkampungan Sheikh Badr” Al-Quds, satu dari 39 lingkungan di Al-Quds Barat yang penduduknya diusir dan rumah mereka ditempati yahudi.
Dalam Intifadah Al-Aqsha tahun 2000, penjajah Israel menghancurkan bangunan-bangunan bersejarah menggunakan bom, rudal, dan buldoser, dalam invasi kota-kota tua di Nablus, Hebron (Al-Khalil) dan Betlehem, ketika menghancurkan ratusan rumah, istana bersejarah, rumah ibadah Islam dan Kristen.
Sejarah dan Peninggalan
Proyek pemukiman di Palestina dimulai dengan disertai pembentukan dua lembaga: Dana Nasional Yahudi dan Koperasi Pertanian dengan tujuan memperkuat tempat tinggal permanen seorang pemukim yahudi yang datang dari seluruh dunia. Mereka berusaha mendukung kepercayaannya terhadap narasi Taurat di mana ia membangkitkan kerinduan akan Tanah Perjanjian.
Awal mula promosi proyek pemukiman adalah dengan judul agama, namun terjadinya Nakba dan kedatangan orang-orang Yahudi untuk menduduki Haifa dan Dataran Rendah Palestina mendukung transformasinya menjadi pemukiman yahudi colonial yang diperkuat dengan adanya yahudi Ashkenazi dan Yahudi sekuler dalam pemerintahan penjajah Israel.
Naji al-Battah yakin bahwa orang-orang Yahudi mencoba meniru karakter Palestina dan mengubah warisan dan sejarahnya. Mereka mendandani pramugari perusahaan penerbangan “El” Israel dengan pakaian Palestina dan mengklaim bahwa itu adalah warisan Yahudi dan membagikan makanan falafel dan hummus pada acara-acara publik dan di depan para wisatawan dan mereka mengklaim bahwa itu adalah Yahudi.
Sejak puluhan tahun yang lalu, ribuan warga Palestina yang bekerja setelah Nakba di wilayah Palestina 1948 melaporkan bahwa pemilik bangunan, sebelum mendirikan pondasinya, yahudi menandainya dengan lebel dan tulisan Yahudi dengan tujuan bahwa di masa depan akan diklaim sebagai monumen dan sejarah Yahudi.
Sementara Amr mengatakan, kampanye intensif Israel baru-baru ini terhadap kuburan Islam di Al-Quds bertujuan untuk menghapus landmark dan sejarah Muslim. Padahal pemakaman dan pekuburan adalah bukti dan saksi sejarah eksistensi Palestina dan Arab dan komponen utama kehidupan publik kuno. (Sumber: Palinfo)