Keteguhan pejuang Palestina di Gaza tak hanya menggagalkan ambisi militer Israel, tapi juga memaksa Amerika Serikat membuka jalur komunikasi langsung dengan Hamas. Demikian disampaikan analis militer dan strategis, Mayjen (Purn) Fayez al-Duwairi, dalam analisisnya di Al Jazeera.

Menurutnya, kemampuan perlawanan untuk terus bertempur dalam kondisi ekstrem adalah faktor utama yang mendorong Washington masuk ke dalam pembicaraan langsung—langkah yang sebelumnya dianggap tabu di diplomasi Amerika.

“Prinsip negosiasi lahir dari ujung laras senjata,” tegas Duwairi.

“Tanpa kekuatan senjata, takkan ada meja runding antara yang kuat dan lemah.”

Ia menyebutkan bahwa keberadaan kelompok perlawanan, khususnya dalam operasi “Kassr al-Saif 1 dan 2” serta “Abwab al-Jahim”, turut memperlihatkan ketidakmampuan militer Israel untuk menuntaskan perang. Hal itu, ditambah tekanan dari dalam Israel sendiri, mendorong AS mengambil inisiatif baru.

Dua Kartu As Hamas

Dalam dinamika terbaru ini, Duwairi menilai Hamas memiliki dua kartu tawar yang sangat kuat: kekuatan senjata dan sandera. Keduanya, menurutnya, tak akan dilepaskan begitu saja kecuali ada jaminan gencatan senjata dan penarikan pasukan Israel.

Di tengah perundingan yang mulai terbuka, Duwairi melihat bahwa resistensi lapangan yang terus berlanjut dan kerugian besar yang dialami Israel menjadi alasan utama mengapa perundingan ini dimulai, bukan belas kasihan atau tekanan diplomatik semata.

Namun, ia juga menekankan bahwa informasi yang beredar masih awal dan belum menggambarkan seluruh permintaan Hamas secara jelas.

Netanyahu Kirim Sandi Politik

Menanggapi pernyataan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu soal rencana perluasan operasi militer di tengah perundingan, Duwairi menyebutnya sebagai “pesan politik untuk audiens domestik”, bukan tantangan kepada Presiden AS Donald Trump.

“Trump datang sebagai pengusaha yang ingin membuat kesepakatan. Netanyahu tentu tak akan berani melawan langsung,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa kemungkinan serangan baru Israel tak akan terjadi sebelum Trump meninggalkan kawasan.

Israel Goyah, Perlawanan Bertahan

Duwairi juga menyoroti kontradiksi dalam strategi Israel: di satu sisi berbicara soal de-eskalasi, di sisi lain memobilisasi pasukan cadangan dan menjanjikan insentif perekrutan baru.

Namun di atas semuanya, ia menegaskan satu hal: perlawanan di Gaza masih berdiri tegak, meski diterjang kelaparan, kehancuran, dan serangan brutal tanpa henti.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here