Dua lembaga hak asasi manusia, Hind Rajab Foundation dan Palestinian Center for Human Rights (PCHR), mengajukan gugatan resmi ke Pengadilan Pidana Internasional (ICC) pada Ahad (31/8/2024). Mereka membeberkan kronologi lengkap di balik pembantaian di Rumah Sakit Nasser, Khan Younis, yang dilakukan militer Israel.
Investigasi keduanya menyimpulkan: serangan itu bukan baku tembak, melainkan pembunuhan terencana dengan niat genosida.
Serangan Terkoordinasi
Menurut laporan, Brigade Golani merancang dan mengawasi operasi dengan dukungan drone yang terus-menerus memantau lokasi. Eksekusi dilakukan oleh Brigade Lapis Baja 188 dengan rudal berpemandu, atas restu para pemimpin senior Israel, termasuk Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Drone militer Israel diketahui memantau koridor rumah sakit secara detail, termasuk tangga tempat jurnalis Reuters, Hossam al-Masri, setiap hari menaruh kamera untuk siaran langsung. Mereka juga mengetahui dengan jelas siapa saja yang berada di lokasi: wartawan berseragam pers, tenaga medis, tim penyelamat, pasien, bahkan seorang anak kecil.
Serangan pertama menghantam titik itu dan menewaskan Hossam, memutus siaran langsungnya. Sembilan menit kemudian, ketika jurnalis dan tenaga medis bergegas menolong korban, rudal kedua ditembakkan. Investigasi menyebut pola dan timing ini sebagai “serangan ganda”—teknik militer yang secara sadar ditujukan untuk memperbesar korban sipil.
Bukti Serangan Terencana
Forensik lapangan menunjukkan serangan kedua dilaksanakan oleh tank Merkava yang menembakkan sedikitnya dua rudal berpemandu laser jenis LAHAT. Kedua proyektil itu menghantam titik yang sama dengan selisih hanya satu detik.
Rantai komando jelas:
Kolonel Miki Sharvit, komandan Brigade 188, memimpin eksekusi.
Brigadir Jenderal Moran Omer, komandan Divisi Lapis Baja ke-36, memberi otorisasi operasional.
Kepala Staf IDF, Eyal Zamir, yang meninjau Khan Younis sebelum serangan, menyetujui penggunaan metode “serangan ganda”.
Benjamin Netanyahu, menurut laporan, memberi payung politik untuk memastikan operasi tetap berjalan.
Fakta bahwa drone tetap berada di atas lokasi selama dua serangan membuktikan: militer Israel tahu persis siapa yang diserang.
Pola Lebih Luas: Jurnalis & Rumah Sakit Jadi Target
PCHR menegaskan, pembantaian RS Nasser bukan insiden tunggal, melainkan bagian dari pola sistematis. Sejak Oktober 2023, lebih dari 270 jurnalis tewas di Gaza, menjadikannya perang paling mematikan bagi pekerja media dalam sejarah modern.
Selain itu, 94% rumah sakit Gaza rusak atau hancur. Target ganda pada tenaga medis dan media, menurut laporan, adalah strategi Israel untuk menghilangkan bukti kejahatan perang sekaligus memutus akses warga Palestina terhadap layanan hidup dasar.
Tuntutan ke ICC
Dalam gugatan ke ICC, kedua lembaga meminta perintah penangkapan internasional terhadap seluruh rantai pelaku: mulai dari operator drone dan komandan tank, hingga para jenderal dan pimpinan politik yang menyetujui serangan, termasuk Netanyahu.
Bagi mereka, pembantaian di RS Nasser adalah bukti paling telanjang bahwa Israel menjalankan strategi genosida melalui kombinasi pembunuhan massal, penghancuran fasilitas kesehatan, dan pembungkaman media.