Serangan artileri pasukan pendudukan Israel menghantam sebuah sekolah yang menampung pengungsi di Kota Gaza, tepat saat warga tengah menggelar sebuah hajatan pernikahan pada Jumat malam (19/10). Serangan itu menyebabkan sedikitnya lima warga Palestina syahid dan melukai lima lainnya, sebagian dalam kondisi kritis. Serangan itu merupakan pelanggaran baru atas kesepakatan gencatan senjata yang semestinya menahan dentum senjata.

Sumber medis menyebutkan, jenazah lima syuhada (termasuk seorang perempuan) serta lima korban luka (tiga kritis dan dua luka sedang) dilarikan ke Rumah Sakit Al-Ma’madani di Gaza Tengah. Sekolah yang menjadi sasaran berada di kawasan Al-Tuffah, Gaza Timur, dan selama ini difungsikan sebagai pusat penampungan warga yang terusir dari rumahnya.

Menurut kesaksian warga yang dikutip kantor berita Anadolu, sebuah tank pasukan pendudukan bergerak masuk ke lingkungan permukiman dan mendekati sekolah tersebut sebelum melepaskan tembakan. Rentetan serangan itu menyebabkan jatuhnya banyak korban jiwa dan luka-luka.

Para saksi juga mengungkapkan bahwa pasukan pendudukan menghalangi ambulans serta tim pertahanan sipil untuk menjangkau lokasi selama lebih dari dua jam. Penundaan ini memperlambat evakuasi korban. Situasi kian tragis karena serangan terjadi bertepatan dengan berlangsungnya pesta pernikahan di dalam sekolah, yang membuat jumlah korban bertambah.

Pihak pertahanan sipil Gaza menyatakan, setelah melakukan koordinasi dengan Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA), mereka berhasil mengevakuasi jenazah lima syuhada dari sekolah yang diserang, sebagian besar di antaranya anak-anak. Mereka menegaskan, penyerangan terhadap sekolah dan pusat pengungsian yang menampung warga sipil merupakan pelanggaran berat hukum humaniter internasional.

Seruan pun kembali diarahkan kepada komunitas internasional dan lembaga-lembaga PBB agar tidak sekadar menghitung korban, tetapi segera mengambil tanggung jawab nyata untuk melindungi warga sipil serta menjamin keselamatan pusat-pusat pengungsian dan para pekerja kemanusiaan.

Dari sisi politik, Hamas menilai pengeboman sekolah pengungsian di Al-Tuffah sebagai kejahatan dan pelanggaran terang-terangan yang berulang terhadap kesepakatan gencatan senjata.

Dalam pernyataannya, Hamas menuding Israel terus melanggar perjanjian melalui serangan yang disengaja terhadap warga Gaza, termasuk dengan menghambat ambulans.

Hamas kembali mendesak para mediator dan Washington untuk “segera turun tangan menghentikan upaya pemerintah Netanyahu memaksakan rumus baru yang bertentangan dengan kesepakatan.”

Klaim Pasukan Pendudukan

Sementara itu, militer Israel mengklaim pasukannya melepaskan tembakan dalam sebuah “aktivitas operasional” di kawasan yang mereka sebut “garis kuning” di Gaza Utara, dengan alasan mendeteksi orang-orang yang mereka labeli sebagai “mencurigakan” di dalam bangunan.

Mereka menyatakan “menyesal” jika ada warga sipil yang terdampak, serta menyebut sedang melakukan penyelidikan, klaim yang kerap muncul dalam deretan panjang insiden penyerangan fasilitas sipil dan kesehatan.

Wilayah yang diserang tersebut sejatinya termasuk area yang telah ditinggalkan pasukan pendudukan sesuai kesepakatan gencatan senjata yang berlaku sejak 10 Oktober lalu. Namun sejak tanggal itu, Israel dilaporkan terus melakukan pelanggaran. Sumber-sumber rumah sakit di Gaza mencatat sekitar 738 pelanggaran, dengan sedikitnya 400 warga Palestina gugur sebagai syuhada.

Sumber: Al Jazeera, Anadolu

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here