Israel mencatat penjualan senjata tertinggi sepanjang sejarah pada 2024. Data yang diakses Al Jazeera menunjukkan, nilai ekspor persenjataan Israel mencapai 15 miliar dolar AS, di tengah perang genosida yang berlangsung di Jalur Gaza.

Senjata-senjata tersebut dipasarkan dengan klaim “teruji di medan tempur”, setelah digunakan dalam agresi militer Israel ke Gaza yang dimulai pada 8 Oktober 2023 dan berlangsung hampir dua tahun.

Perang itu telah menewaskan lebih dari 71 ribu warga Palestina, mayoritas perempuan dan anak-anak.

Israel, dalam pernyataan pada Juni lalu, menyebut ekspor senjata didominasi oleh rudal, amunisi artileri, serta sistem pertahanan udara. Lebih dari separuh pengiriman ditujukan ke negara-negara Eropa. Sementara sebagian lainnya dikirim ke kawasan Asia-Pasifik, dengan India sebagai pembeli terbesar.

Dengan capaian tersebut, Israel kini masuk jajaran 10 besar negara pengekspor senjata terbesar di dunia.


Menjual Impunitas

Lonjakan pendapatan industri persenjataan Israel terjadi ketika negara itu menghadapi tuduhan genosida di tingkat internasional. Mahkamah Pidana Internasional (ICC) telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas dugaan kejahatan perang.

Anthony Loewenstein, penulis buku Laboratorium Palestina: Bagaimana Israel Mengekspor Teknologi Pendudukan ke Dunia, menilai Israel memanfaatkan impunitas sebagai komoditas dalam pemasaran senjatanya.

“Israel menjual gagasan kebal hukum, dan itu menarik bagi banyak negara,” ujarnya kepada Al Jazeera.

Pendapat senada disampaikan peneliti perdagangan senjata Israel, Shir Hever. Menurutnya, negara-negara pengimpor menyadari bahwa transaksi tersebut bermasalah secara hukum.

“Mereka tahu genosida sedang berlangsung di Gaza dan memahami bahwa tidak diperbolehkan melakukan hubungan dagang dengan negara pelaku kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan,” kata Hever.

Teknologi Pengawasan

Selain senjata konvensional, Israel juga mengekspor teknologi kecerdasan buatan dan sistem pengawasan, termasuk teknologi pengenal wajah. Sistem ini telah dipasang di ratusan lokasi di Tepi Barat yang diduduki dan digunakan secara luas di Gaza.

Ahmad Labbad, mantan tahanan Palestina, mengungkapkan dampak teknologi tersebut. Ia menyadari skala pengawasan Israel saat ditangkap pada Desember 2023. “Tentara mengetahui nomor ponsel istri saya, alamat lama dan baru, nama tetangga, hingga orang-orang yang pernah bekerja dengan saya,” ujarnya.

Dia menambahkan, pengalaman selama penahanan membuatnya yakin bahwa warga Palestina berada di bawah pengawasan penuh setiap saat.

Kementerian Pertahanan Israel mencatat permintaan dari Eropa meningkat tajam pada 2024. Nilai ekspor ke kawasan itu melonjak 54 persen, dibandingkan 36 persen pada 2023. Kawasan Asia-Pasifik menyusul dengan porsi 23 persen, sementara Amerika Serikat 9 persen.

Meski demikian, sejumlah negara Eropa mulai membatasi impor senjata dari Israel. Spanyol termasuk negara yang menerapkan pembatasan tersebut, di tengah meningkatnya tekanan publik terkait pelanggaran hukum humaniter di Gaza.

Sumber: Al Jazeera

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here