Spirit of Aqsa- Sebuah investigasi oleh Observatorium Euro-Mediterania untuk Hak Asasi Manusia mengungkap, tentara Israel melakukan pembantaian pada November 2023, ketika membom area pemukiman padat penduduk di Kamp Jabalia, Jalur Gaza utara.
Teroris Israel mengebom kamp tersebut dengan bom berkekuatan besar, sekitar 120 warga Palestina syahid, sebagian besar dari satu keluarga.
Investigasi yang memakan waktu beberapa bulan ini berdasarkan kunjungan lapangan ke lokasi kejadian, kesaksian para penyintas dan saksi mata, serta citra satelit. Hasilnya menunjukkan bahwa serangan udara Israel menggunakan senjata buatan Amerika Serikat, yang menargetkan area pemukiman yang dikenal sebagai “Blok Abu Aida” yang dihuni ratusan warga sipil dan pengungsi.
Observatorium tersebut dalam laporannya yang diterbitkan pada Kamis menyatakan bahwa insiden yang terjadi pada 1 November 2023 ini merupakan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan oleh tentara Israel terhadap warga sipil. Serangan ini adalah bagian dari kampanye militer besar-besaran yang dilakukan terhadap penduduk sipil di Jalur Gaza, yang merupakan bagian dari genosida yang lebih luas terhadap warga Palestina sejak 7 Oktober lalu.
Observatorium memperkirakan ada lebih dari 500 orang di area tersebut saat serangan terjadi, sebagian besar dari keluarga Abu Aida. Jumlah ini mencakup penduduk tetap dan pengungsi yang mencari perlindungan di sana.
Rincian Investigasi
Pada pukul 00:30 waktu setempat, tanpa peringatan sebelumnya, pesawat Israel menjatuhkan antara 6 hingga 8 bom berkekuatan tinggi di Blok Abu Aida, menargetkan bangunan-bangunan bertingkat antara satu hingga lima lantai serta sebuah taman kanak-kanak.
Dalam hitungan detik, bangunan-bangunan tersebut rata dengan tanah, sementara bangunan lain mengalami kerusakan parah. Serangan ini menciptakan kerusakan besar di area tersebut dan mengakibatkan lubang-lubang besar di tanah, dengan kedalaman sekitar 2,5 meter dan diameter sekitar 10 meter.
Tentara Israel mengklaim bahwa serangan tersebut menargetkan pusat komando dan kontrol milik Hamas di Jabalia dan menewaskan sejumlah anggotanya. Mereka juga mengklaim telah mendesak warga untuk mengungsi guna mengurangi korban sipil.
Namun, investigasi observatorium membantah adanya peringatan sebelumnya dari tentara Israel, berdasarkan kesaksian semua penyintas dan saksi mata. Pemeriksaan tim investigasi terhadap ponsel warga juga tidak menemukan adanya notifikasi atau pesan yang meminta mereka mengungsi sebelum serangan terjadi.
Tidak ada saksi yang melihat keberadaan elemen bersenjata atau terjadinya bentrokan militer di area tersebut sebelum serangan. Observatorium juga tidak menemukan bukti adanya target militer atau elemen bersenjata di sekitar blok yang diserang.
Jenis Senjata yang Digunakan
Investigasi mengungkap adanya kesamaan antara senjata yang digunakan dalam serangan di Jabalia pada 31 Oktober dan 1 November, baik dari ukuran maupun pola kerusakan yang ditimbulkan.
Para ahli dan inspektur senjata menyimpulkan bahwa bom yang digunakan kemungkinan besar adalah JDAM (Joint Direct Attack Munition), GBU-31, atau GBU-56, yang beratnya mencapai sekitar 900 kilogram. Bom ini merupakan produk Amerika Serikat yang disuplai ke militer Israel baik melalui ekspor langsung atau produksi lokal berlisensi.
Observatorium Euro-Mediterania untuk Hak Asasi Manusia menyimpulkan bahwa serangan oleh tentara Israel di Blok Abu Aida merupakan tindakan yang disengaja atau serangan sembarangan yang berlebihan, yang keduanya dikategorikan sebagai kejahatan perang menurut Statuta Roma.
Serangan ini juga dikategorikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan karena dilakukan sebagai bagian dari kampanye militer besar-besaran dan sistematis terhadap penduduk sipil di Jalur Gaza, menurut hasil investigasi.