Tiga minggu setelah gencatan senjata diumumkan, kehidupan di Gaza tetap berjalan di bawah bayang penderitaan. Direktur Jenderal Asosiasi Kesehatan dan Komunitas Al-Awda, Raafat Al-Majdalawi, menegaskan bahwa kondisi kemanusiaan di wilayah itu tidak mengalami perbaikan signifikan, baik dalam ketersediaan makanan, obat-obatan, maupun perlengkapan medis dasar.
“Tidak ada perubahan nyata,” ujarnya dalam segmen ‘Jendela Kemanusiaan dari Gaza’. “Sejak diumumkannya gencatan senjata, serangan Israel masih terus berlanjut, 222 warga telah syahid, 470 lainnya terluka, dan situasi tetap sangat menyedihkan.”
Menurut Al-Majdalawi, hanya delapan rumah sakit yang masih beroperasi, itupun dengan pasokan medis yang sangat terbatas karena blokade Israel.
“Persediaan obat dan alat kesehatan yang masuk bahkan tak sampai 15 persen dari kebutuhan kami,” jelasnya. Gaza memerlukan setidaknya 720 jenis perlengkapan medis agar sistem kesehatan bisa kembali berfungsi.
Krisis Gizi dan Ancaman bagi Anak-anak
Kekurangan gizi kini menjelma menjadi krisis kemanusiaan yang nyata. “Lebih dari 150 ribu perempuan hamil dan menyusui membutuhkan suplemen gizi, sementara 300 ribu anak kekurangan asupan makanan,” kata Al-Majdalawi.
Data terbaru menunjukkan, 54 ribu anak kini menjalani perawatan akibat malnutrisi. “Ini bukan sekadar angka,” tegasnya. “Jika tidak segera mendapat penanganan dan makanan bergizi, kerusakan yang terjadi pada tubuh mereka bisa bersifat permanen.”
Makanan yang masuk ke Gaza sangat terbatas dan monoton. Banyak jenis bahan pangan dilarang masuk oleh Israel, menyebabkan warga hanya mengandalkan bantuan darurat yang tidak mencukupi.
Sistem yang Lumpuh
Laporan dari Jaringan LSM Palestina menegaskan bahwa 90 persen infrastruktur vital Gaza telah hancur akibat dua tahun perang. Sejak gencatan senjata diberlakukan pada 11 Oktober, hanya 10 persen kebutuhan medis yang berhasil masuk ke wilayah tersebut.
Sementara itu, 16 ribu pasien masih menunggu izin keluar melalui Perlintasan Rafah untuk berobat ke luar negeri. Ribuan truk bantuan dari UNRWA juga tertahan di perbatasan akibat pembatasan Israel.
Al-Majdalawi menutup dengan peringatan keras: “Selama blokade ini terus menjerat dan bantuan kemanusiaan diperlakukan sebagai komoditas politik, Gaza tidak akan pernah pulih. Kami butuh akses penuh untuk obat, makanan, dan harapan, karena tanpa itu, nyawa manusia hanya akan terus dihitung sebagai statistik.”
Sumber: Al Jazeera










