Oleh: Ustaz Asep Sobari (Pendiri Sirah Community Indonesia)                

Keberhasilan Khalifah Umar bin Khattab RA menaklukkan Baitul Maqdis dan merebut kembali Masjid Al-Aqsa pada 638 M tidak terlepas dari pondasi kuat yang telah dibangun oleh Rasulullah SAW dan Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq. Rasulullah SAW sudah membuat ragam strategi jangka panjang untuk menaklukkan kiblat pertama umat Islam tersebut. Misalnya, beliau mengirim surat kepada raja-raja di Syam pada akhir tahun ke-6 Hijiriah, hingga meletusnya perang Mu’tah dan Tabuk, dan pengiriman pasukan Usamah bin Zaid ke Syam menjelang beliau wafat.

Abu Bakar Ash-Shiddiq, meski masa kepemimpinannya sebagai khalifah hanya dua tahun dari 632-634 M (11-13 H), beliau berhasil mengirim empat pasukan untuk membebaskan negeri Syam dari Romawi. Dalam hal ini, Abu Bakar sebagai pengganti Rasulullah SAW melanjutkan proses penyebaran Islam sebagaimana yang telah diarahkan oleh sang nabi sejak awal.

Dengan demikian, pergerakan kaum muslimin ke Syam bisa dikatakan sebagai satu keniscayaan atau menjadi salah satu program utama Abu Bakar Ash-Shiddiq. Meski dalam pelaksanaannya, Abu Bakar terlebih dahulu mengirim pasukan ke Persia. Pengiriman pasukan ke Persia tidak terlepas dari kepentingan geopolitik yang berkembang di Jazirah, setelah banyak kelompok yang murtad. Di mana kelompok itu secara geografis berdekatan dengan Persia.

Untuk memperkuat pengaruh Islam di kawasan itu, benturan dengan Persia menjadi poin penting. Hal itu untuk memperkuat posisi kaum muslimin yang bertahan di daerah yang mayoritas murtad. Ketika kaum muslimin sudah unggul di Persia, Abu Bakar tidak berdiam diri. Dia tidak bersantai dan membiarkan front Syam kosong dari bidikan beliau.

Bisa dikatakan, wilayah utara hingga ke Syam relatif lebih stabil, tidak terpengaruh oleh pengaruh murtad secara umum. Ini karena pada awal pemerintahan Abu Bakar, dia melanjutkan program Rasulullah SAW memberangkatkan pasukan Usamah bin Zaid ke Syam. Tapi itu tentu tidak cukup, maka diakhir masa pemerintahan Abu Bakar, pada tahun ke-13 Hijriah, dia langsung membentuk pasukan untuk diberangkatkan ke Syam.

Empat daerah bidikan Abu Bakar di Syam

Dalam keputusan pemberangkatan pasukan ke Syam, Abu Bakar membidik empat daerah sekaligus yakni Palestina, Yordania, dan dua kota penting di Suriah yaitu Damaskus dan Hims. Ini artinya dia sangat faham seluk-beluk Syam, karena Abu Bakar adalah seorang pedagang yang sering berdagang ke daerah tersebut.

Dengan demikian, Abu Bakar langsung meng-cover empat titik penting dari Syam dalam misinya memberangkatkan pasukan. Empat daerah itu menjadi basis kekuatan Romawi di Syam. Palestina di sebelah selatan Syam, lebih tepatnya barat daya. Sementara Busrah dan secara umum Yordania berada agak ke tengah Syam. Sementara Damaskus dan Hims adalah kawasan Suriah, sampai masuk ke kawasan timur Suriah.

Artinya, Abu Bakar membidik wilayah Syam dari barat daya sampai timur laut. Ini artinya area yang akan dijangkau sangat luas. Hal itu menunjukkan bahwa Abu Bakar sangat menguasai peta atau geografi Syam. Dia juga sangat memahami geopolitik Syam secara umum, bahwa kekuatan Romawi di Syam terpecah di beberapa di bagian wilayah, atau di kota-kota inti. Sehingga Abu Bakar membidik Syam secara terpisah.

Abu Bakar tidak membentuk pasukan dalam satuan untuk masuk ke Syam berbarengan. Karena jika itu dilakukan, maka akan sangat mudah bagi Romawi menghadang kaum muslimin dalam satu waktu dan dalam satu tempat. Maka dipecah, sehingga konsentrasi Romawi juga terpecah. Belum lagi Abu bakar semakin mempersulit posisi pasukan Romawi dengan pergerakan atau manuver khalid bin Walid dari Irak utara masuk ke Syam. Ini adalah kecerdasan strategi.

Sehingga sebenarnya, siapa yang lebih dulu memukul secara telak, dan mana yang harus menjadi skala prioritas. Abu Bakar mencoba mengecoh pasukan Romawi menjadi empat front dengan membuat pergerakan pasukan Khalid dari Irak utara ke Syam. Khalid juga membawa kabar kemenangan dari Persia, sehingga itu menjadi tekanan mental bagi pasukan Romawi.

Untuk menjalankan strategi itu, Abu Bakar mengangkat empat komandan perang. Mereka adalah Amru bin Ash ke Palestina, Abu Ubaidah Al-Jarrah ke Hims, Yazid bin Abi Sofyan ke Damaskus, dan Syurahbil bin Hasanah ke Busrah atau Yordania.

Dari empat pasukan itu yang paling utama adalah sayap paling barat dari arah Madinah, yakni Palestina yang dipimpin oleh Amru bin Ash, dan arah timur yang dipimpin oleh Abu Ubaidah bin Al-Jarrah.

Selain aspek penguasaan peta dan geopolitik, tentu saja Abu Bakar sangat memperhatikan pemilihan para panglima. Dia harus menempatkan orang yang tepat untuk setiap posisi yang tepat. Empat panglima tersebut bukan pembatasan dari semua potensi yang dimiliki oleh Abu Bakar. Dia masih menyimpan potensi besar yang pernah mempunyai pengalaman sangat panjang dalam peperangan bersama Rasulullah SAW.

Selain Abu Ubaidah Al-Jarrah, tentu yang paling senior adalah Amru bin Ash, dia telah memimpin pasukan pada tahun ke-8 Hijriah pada masa Rasulullah SAW. Dua di antaranya masih relatif baru atau muda. Yazid bin Abu Sofyan tidak mempunyai pengalaman seperti Abu Ubaidah dengan Amru bin Ash, begitu juga dengan Syurahbil bin Hasanah.

Tapi bukan berarti Abu Bakar tidak punya orang selain mereka. Sengaja tidak ditempatkan memang, dia menempatkan dua senior dan dua junior untuk membangun keseimbangan, sekaligus kaderisasi. Tentu saja Abu Bakar adalah orang yang pandai membaca talenta.

Maka bahasa Abu Bakar Ash-Shiddiq itu sangat jelas kepada Yazid bin Abu Sofyan, “Sesungguhnya aku mengangkatmu untuk menguji dan mencobamu, aku ingin mengetahui kapasitasmu, bila kamu menunaikannya dengan baik, maka tugas itu akan tetap di tanganmu, bahkan aku akan tambahkan untukmu, namun bila sebaliknya , maka aku akan menariknya dari tanganmu.”

Selain itu, sebenarnya ada nama-nama lain seperti Walid bin Uqbah bin Mu’atih yang ditunjuk Abu Bakar untuk membantu mereka, kemudian ada Khalid bin Said yang diangkat oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq, dan beberapa sahabat lainnya.

Kelebihan Komandan Perang Abu Bakar

Sebagaimana disebutkan sebelumnya, Abu Bakar memiliki kemampuan untuk memilih komandan perang dengan tepat. Misalnya Amru bin Ash. Nama lengkapnya Amr bin Ash bin Wali bin Hasyim, biasa dipanggil Abu Abdillah, dan digelari Fatih Mishr (pembebas wilayah Mesir). Ia lahir di Makkah 50 tahun sebelum hijrah.

Ia adalah sosok yang tekenal sebagai orator yang fasih, memiliki kemauan keras, cerdik, dan cerdas. Sebelum masuk Islam, ia termasuk orang yang sangat memusuhi Islam, ia masuk Islam bersama dengan Utsman bin Thalhah dan Khalid bin Walid pada tahun7 H, bertepatan dengan meletusnya perang Khaibar.

Sampai Rasulullah SAW wafat, Amru bin Ash ditugaskan oleh Rasulullah untuk membimbing Ibnu Julanda, penguasa Oman yang masuk Islam. Dia juga bertugas memberikan masukan terkait kebijakan-kebijakan di Oman pada saat itu. Tentu saja, dia juga bertugas untuk mengumpulkan zakat dan sebagainya. Ini yang dikerjakan Amru bin Ash sampai Rasulullah SAW wafat. Artinya, Amru bin Ash bukan orang militer, tapi di sektor administrasi.

Akan tetapi, ketika Khalid bin Walid sudah ditugaskan oleh Abu Bakar untuk menaklukkan Irak, maka Amru bin Ash ini sulit melihat temannya sudah bermain di lapangan, sementara dia tidak.

Hanya selang tiga bulan masuk Islam, Rasulullah SAW pernah mengangkat Amru bin Ash sebagai panglima pasukan dalam pertempuran Dzat As-Sulasil. Kemudian beliau memperkuat pasukan yang dipimpin Amr dengan beberapa personil pasukan yang didalamnya terdapat Abu bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, dan Abu Ubadah Al-Jarrah. Posisi pasukan Abu Ubaidah Al-Jarrah kala itu hanya pasukan pembantu, ini menunjukkan kepercayaan Rasulullah SAW tidak sederhana. Rasulullah tidak akan menunjuk seseorang yang tidak akan sukses dalam bidang yang ditugaskan

Dia juga pernah berhasil membebaskan wilayah Qinnasirin dan melakukan perdamaian dengan penduduk wilayah Halb dan Anatokia.

Atas pertimbangan itu, ketika Amru bin Ash kembali ke Madinah setelah Rasulullah wafat, Abu Bakar Ash-Shiddiq menetapkannya untuk melanjutkan tugas di Oman. Amru bin Ash kembali lagi ke Oman, dan mengurusi tugas-tugas administrasi.

Ketika Abu Bakar melihat misi Palestina membutuhkan orang-orang tertentu, yang menurut Abu Bakar harus sesuai dengan kebutuhan lapangan, maka salah satu yang dipanggil adalah Amru bin Ash. Amru bin Ash sengaja dipanggil dari Oman ke Madinah untuk diberi tugas baru. Tentu saja, Amru bin Ash sangat senang ketika mendapat panggilan itu.

“Aku ingin untuk memberimu tugas penuh, agar engkau fokus sepenuhnya, untuk sebuah tugas yang lebih baik bagimu, baik itu untuk kehidupanmu maupun akhiratmu, kecuali jika engkau lebih suka dengan tugasmu sekarang sebagai petugas administrasi.” Kata Abu Bakar kepada Amru bin Ash.

“Aku hanyalah satu anak panah dari sekian banyak anak panah Islam. Sementara engkau, engkaulah yang berkuasa untuk mengendalikanku, dan engkaulah pemilik panah itu dan membidikkannya. Maka aku mohon, pilihkan sasaran untukku yang menurutmu paling berat, paling berbahaya, dan paling strategis. Gunakan aku sebagai anak panah itu untuk membidik itu.” jawab Amru bin Ash.

Setelah mendengar itu, Abu Bakar kemudian memerintahkan memimpin pasukan menuju Palestina. Satu sisi, tugas itu sesuai dengan keinginan Amru bin Ash dan sesuai dengan strategi Abu Bakar untuk melemahkan tentara Romawi melalui empat titik sekaligus. Dari empat titik itu, dua titik utama yakni bagian Barat Daya dan Timur Laut, atau Palestina dan Hims. Abu Bakar memilih dua panglima untuk dua titik utama itu, yakni Amru bin Ash dan Abu Ubaidah Al-Jarrah.

Abu Bakar sangat jelas mengapa memilih dua sahabat senior itu di dua titip utama, karena mereka lebih pengalaman jika dibandingkan dengan dua juniornya, Yazid bin Abu Sofyan dan Syurahbil bin Hasanah.

Kemudian, melihat dari reaksi kaisar Romawi, Heraklius, dia memandang Palestina menjadi sasaran yang paling utama.

Selain Amru bin Ash, sahabat Syurahbil bin Hasanah tak bisa dipandang enteng. Pembentukan pasukan ke Syam itu berawal dari mimpi Syurahbil. Dia menceritakan mimpinya kepada Abu Bakar saat pulang ke Madinah membawa kabar kemenangan umat Islam kepada Abu Bakar.

Syurahbil bin Hasanah di Yordania atau Busrah bisa dikatakan menggantikan posisi Khalid bin Said bin Ash untuk mem-back up tiga pasukan yang ke Palestina, Damaskus, dan Hims. Dia yang paling dekat dari arah Madinah dari semua pasukan yang ke Palestina, Damaskus, dan Hims. Karena Bushrah yang paling dekat dengan Jazirah Arab.

Artinya, dia berada di kawasan yang paling mundur ke selatan madinah dan sekitarnya. Keberadaan Syurahbil di situ untuk mengamankan jalur yang mengarah ke Madinah, dan jika diperlukan, jalur inilah yang dilalui oleh bantuan-bantuan yang dikirim dari selatan Madinah.

Pesan Abu Bakar ke Pasukan Syam

Abu Bakar Ash-Shiddiq selalu memberikan pesan-pesan penting ke setiap pasukan yang akan dikirim ke Syam. Abu Bakar mengantar para empat pasukan itu ke luar Madinah, dan mempersilahkan para komandanya di atas kuda. Perlu diketahui, pengiriman pasukan ini berangsur-angsur.

 Mereka pun menunggang kuda masing-masing untuk berangkat, namun Abu Bakar tetap berjalan kaki untuk melepas pasukan itu hingga ke Tsaniyatil-Wadak. Para panglima itu berkata kepada Khalifah Abu Bakar, “Wahai Khalifah Rasulullah! Tidak enak rasanya, engkau berjalan kaki sedangkan kami menunggang kuda?!” “Jangan turun dari atas tunggangan kalian”, jawab Khalifah Abu Bakar. “Aku menganggap langkah-langkah ini dari berjuang pada jalan Allah!”.

Sambil berjalan kaki, Abu Bakar memberikan pesan kepada mereka. Salah satu pesan yang sangat terkenal adalah pesan yang disampaikan kepada Yazid bin Abu Sofyan. Pesan itu di antaranya;

1. Sesungghnya aku mengangkatmu untuk menguji dan mencobamu, aku ingin mengetahui kapasitasmu, bila kamu menunaikannya dengan baik, maka tugas itu akan tetap di tanganmu, bahkan aku akan tambahkan untukmu, namun bila sebaliknya , maka aku akan menariknya dari tanganmu;

2. Bertakwalah kepada Alloh SWT, karena sesungguhnya Dia melihat apa yang tersembunyi darimu sebagaimana Dia melihat apa yang nampak darimu. Sesungguhnya yang paling berhak mendapatkan pertolongan Alloh SWT adalah orang yang paling patuh kepada-Nya, sedangkan orang yang paling dekat kepada Alloh SWT adalah yang paling rajin mendekatkan dirikepada-Nya dengan amal baiknya;

3. Jauhilah fanatisme jahiliyah, karena Alloh SWT membencinya dan membenci pengusungnya;

4. Bila kamu bersama pasukanmu, maka perlakukanlah mereka dengan baik dan membiasakan mereka dengan kebaikan. Bila menasehati mereka, persingkatlah, karena perkataan yang panjang, sebagian darinya melupakan sebagian yang lain. Perhatikan dirimu, niscaya orang-orang akan mengikuti kebaikanmu;

5. Dirikan sholat pada waktunya dengan menyempurnakan rukuk dan sujud serta khusyu’ di dalamnya;

6. Bila utusan musuh datang kepadamu, maka muliakanlah mereka, namun persingkatlah keberadaan mereka diantara kalian, sehingga mereka meninggalkan kalian dengan tetap tidak mengetahui kekuatan kalian;

7. Simpanlah rahasia kalian dengan baik, karena bila tidak, maka mereka akan melihat kelemahan kalian dan mengetahui apa yang engkau ketahui dari kelemahan mereka. Dudukkanlah mereka dibagian yang paling kuat dari pasukanmu, cegah orang-orangmu agar tidak berbicara dengan mereka, sebab yang paling patut berbicara dengan mereka adalah kamu sendiri. Jangan menjadikan rahasiamu sebagai urusan yang terang-terangan, karena urusanmu bisa menjadi tumpang tindih;

8. Bila kamu bermusyawarah, maka berbicaralah dengan jujur, niscaya musyawarah akan menghasilkan kebenaran, jangan menyimpan pendapatmu di depan pemberi pendapat, karena kelemahanmu akan terlihat;

9. Berbincanglah di waktu malam dengan rekan-rekanmu, niscaya kamu akan mendapatkan berita-berita dan bisa membuka rahasia-rahasia;

10. Perbanyaklah penjagaan dan sebarkanlah mereka di markas bala tentaramu, perbanyaklah inspeksi mendadak tanpa pemberitahuan sebelumnya darimu kepada mereka. Siapa yang lalai dari bala tentaramu dalam menunaikan tugas penjagaan, maka didiklah dengan baik, hukumlah tanpa berlebihan. Buatlah giliran jaga malam di antara mereka, tetapkan masa yang lebih panjang untuk giliran jaga yang pertama, karena ia lebih ringan sebab ia lebih dekat dengan siang;

11. Jangan segan menghukum orang yang berhak dihukum, tetapi jangan melakukannya terus menerus dan jangan tergesa-gesa, jangan mencari-cari alasan untuk tidak menetapkan hukuman;

12. Jangan melalaikan pasukanmu sehingga kamu merusaknya, jangan memata-matai mereka karena kamu akan mempermalukan mereka;

13. Jangan membeberkan rahasia manusia, cukuplah bagi dirimu dengan apa yang nampak dari mereka;

14. Jangan bergaul dengan orang-orang yang suka iseng, sebaliknya bergaulah dengan orang-orang yang jujur dan setia;

15. Hadapilah medan perang dengan hati yang teguh, jangan gentar karena pasukanmu akan ikut-ikutan gentar;

16. Jauhilah mengelapkan harta rampasan perang, karena ia mendekatkan kepada kemiskinan dan menjauhkan kemenangan. Kalian akan melihat orang-orang yang berdiam diri ditempat-tempat ibadah mereka, maka biarkanlah mereka dan urusan mereka.

Reaksi Kaisar Romawi

Kaisar Romawi, Heraklius, adalah seorang ahli strategi yang sangat matang. Dia tidak memiliki darah biru dari kaisar sebelumnya. Dia berasal dari Afrika Utara. Tapi dia memiliki talenta dan kemampuan tempur, strategi perang, dan administrasi yang sangat luar biasa. Atas kecerdasannya itu, dia berhasil masuk ke kanca perpolitikan Romawi saat kerajaan tersebut mengalami kekacauan.

Heraklius sangat paham dengan strategi Abu Bakar Ash-Shiddiq. Tentu saja, dia mengetahui bagaimana Abu Bakar mampu membuat Persia tak berkutik. Dia menyimpulkan bahwa pasukan Abu Bakar sulit untuk dihentikan. Maka cara menghentikan terbaik adalah menyerahkan sebagian Syam kepada pasukan muslimin.

Saat kabar pasukan Madinah berangkat ke Syam, orang-orang Romawi mengirim surat ke Heraklius. Dia lalu mengumpulkan para elite Romawi untuk membuat rapat militer.

“Menurutku yang terbaik adalah membuat kesepakatan damai dengan pasukan kaum muslimin dengan menyerahkan setengah wilayah Syam kepada mereka, sehingga kalian masih memiliki separuh Syam dan sepenuhnya negeri Romawi. Itu jauh lebih baik daripada kalian kalah oleh mereka, sehingga semua Syam akan berada di tangan mereka, dan separuh negeri Romawi akan dikuasia oleh mereka.” Demikian pendapat Heraklius saat mengetahui pasukan muslim akan menyerang Syam.

Namun semua jenderal-jenderal Romawi kala itu menolak dan marah. Mereka bersikukuh tetap akan melawan pasukan kaum muslimin. Mereka tidak ingin menyerahkan sejengkal pun tanah Syam kepada kaum muslimin.

Mendengar pendapat para jenderal itu, Heraklius tidak bisa berbuat apa-apa selain mengikuti kemauan mereka. Dan  akhirnya dia menggunakan strategi perang. Pada akhirnya peperangan tetap terjadi dan dimenangkan oleh kaum muslimin. Syam secara penuh dikuasai oleh Syam, dan mereka bergeser ke Asia kecil.

Sumber: Youtube AQL Network Baitul Maqdis

Editor: Moe

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here