Oleh: Ustaz Umar Makkah (Sekjen SoA)
Sirah atau sejarah perjalanan Nabi Muhammad (sirah nabawiah) dan sirah Maqdisiyah (sejarah Baitul Maqdis) tidak pernah bisa dipisahkan. Kaitan kedua sejarah tersebut bisa dilihat dari Surat At-Tin ayat 1-3. Dalam surat tersebut, Allah Swt. bersumpah dengan nama-nama makhluk-Nya yang berkaitan dengan tempat turunnya wahyu.
Misalnya ketika Allah bersumpah dengan buah tin dan buah zaitun dalam ayat pertama dan kedua. Sebagian ulama mengatakan, yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah tempat tumbuhnya buah tin dan buah zaitun, yakni Syam. Allah hendak menunjukkan bahwa risalah para nabi dan rasul itu adalah satu.
Di bumi Syam, Allah Swt. mewahyukan Kitab Zabur kepada Nabi Daud AS dan Kitab Injil kepada Nabi Isa AS. Pada ayat kedua, Allah Swt. bersumpah dengan Gunung Sinai yang merupakan tempat turunnya Kitab Taurat kepada Nabi Musa As.
Kemudian pada ayat ketiga, Allah Swt. berfirman, “Dan demi negeri (Mekah) yang aman ini.” Tidak asing lagi bahwa Kota Makkah adalah tempat kelahiran Nabi Muhammad Saw dan beliau menerima wahyu pertama dari Kitab suci Al-Qur’an.
Apa itu Sirah Maqdisiyah?
Sirah maqdisiyah mungkin masih asing terdengar bagi masyarakat Indonesia, sebab selama ini yang sering diajarkan adalah sirah nabawiyah. Sirah Maqdisiyah adalah sejarah yang menjelaskan hubungan Rasulullah dengan Baitul Maqdis di Palestina, baik dalam sudut pandang Al-Qur’an maupun hadis.
Hubungan Rasulullah dengan Baitul Maqdis sangat penting dijelaskan kepada masyarakat karena banyak musuh Allah yang ingin menyesatkan umat Islam melalui sejarah. Modern ini kerap kita mendengar syubhat atau cerita yang dikarang-karang oleh orang yang mengaku sejarawan terkait Baitul Maqdis. Padahal sejarah yang disampaikan mengandung syubhat yang bisa menjauhkan umat Islam dari Baitu Maqdis.
Jika tidak diluruskan, maka mereka akan menyesatkan umat Islam dari sisi sejarah. Mereka akan mengatakan “Kelompok yang pantas menempati Baitul Maqdis adalah kaum Yahudi, karena mereka lebih dahulu menempati tempat tersebut dibandingkan Nabi Muhammad”.
Beberapa Kisah Kaitan Rasulullah dengan Baitul Maqdis
Catatan sejarah yang paling masyhur di tengah masyarakat adalah saat Rasulullah melakukan Isra’ dan Mi’raj. Padahal, jauh sebelum itu sudah banyak catatan sejarah yang menunjukkan bahwa sirah nabawiyah dan sirah Maqdisiyah saling berkaitan.
Sebut saja pertemuan Nabi Muhammad Saw. dan Rahib Buhairah atau Tahirah saat masih berumur 9 tahun. Bahirah merupakan salah seorang rahib Yahudi yang sudah menantikan kedatangangan Nabi Muhammad. Sang rahib bahkan mengetahui ciri-ciri dan semua yang berkaitan dengan Muhammad.
Buhairah juga dikisahkan tidak pernah keluar dari rumahnya. Namun menariknya, saat kedatangan Nabi Muhammad ke Syam, ia keluar dan menunggu kedatangan kafilah Quraisy yang dipimpin Abu Thalib.
Kala itu, Abu Thalib mengajak ponakannya, Muhammad, berdagang ke negeri Syam. Kafilah dagang Quraisy yang dipimpin Abu Thalib mampir beristirahat tepat di dekat kediaman Buhairah.
Kedua, kita sering mendengar ketika Rasulullah massih berumr 9 tahun, ketika beliau dibawa oleh pamannya Abu Talib untuk berdagang ke negeri Syam . bahkan sebelum peristiwa ini pun Rasulullah sudah terkait dengan bumi Syam.
Ketika bertemu dengan Rasulullah di Bushra, Buhaira melihat fenomena alam yang tak biasa yang mengikuti Muhammad. Awan bergerak memayungi ke manapun langkah Muhammad berarah. Lalu Buhaira menghampiri Rasulullah dan memeriksa sekujur tubuhnya.
Buhaira kemudian menemukan tanda kenabian itu di pundak beliau. Yakni di antara kedua pundaknya, lalu Buhaira mencium antara kedua pundaknya. Buhaira pun berpesan pada paman Muhammad, Abu Thalib, untuk menjaga keponakannya itu. Sebab, keponakan Abu Thalib itu dikatakan bukanlah orang biasa.
Abu Thalib pertama kali mendengar tanda-tanda kenabian beliau di bumi Syam. Maka tidak heran ketika mendapati anaknya Ali bin Thalib, pulang dari pegunungan kota Makkah, dia bertanya apa yang telah ia lakukan?
“Aku telah mengikuti agama Muhammad,” jawab Ali bin Thalib. Maka Abu Thalib pun menganjurkan anaknya untuk mengikuti nabi Muhammad, karena dia telah mendengar nubuwat Nabi Muhammad dalam perjalanan ke Syam.
Bukti lain Rasulullah dengan Syam adalah kisah masuk Islamnya Thalhah bin Ubaidillah. Pada suatu ketika Thalhah bin Ubaidillah dan rombongan pergi ke Syam. Di Bushra, Thalhah bin Ubaidillah mengalami peristiwa menarik yang mengubah garis hidupnya.
Tiba-tiba seorang pendeta berteriak-teriak, “Wahai para pedagang, apakah di antara tuan-tuan yang berasal dari kota Makkah?.”
“Ya, aku penduduk Makkah,” sahut Thalhah.
“Sudah munculkah orang di antara kalian orang bernama Ahmad?” tanyanya.
“Ahmad yang mana?”
“Ahmad bin Abdullah bin Abdul Muthalib. Bulan ini pasti muncul sebagai Nabi penutup para Nabi. Kelak ia akan hijrah dari negerimu ke negeri berbatu-batu hitam yang banyak pohon kurmanya. Ia akan pindah ke negeri yang subur makmur, memancarkan air dan garam. Sebaiknya engkau segera menemuinya wahai anak muda,” kata pendeta itu.
Ucapan pendeta itu begitu membekas di hati Thalhah bin Ubaidillah, sampai tanpa menghiraukan kafilah dagang di pasar ia langsung pulang ke Makkah. Setibanya di Makkah, ia langsung bertanya kepada keluarganya, “Ada peristiwa apa sepeninggalku?”
“Ada Muhammad bin Abdullah mengatakan dirinya Nabi dan Abu Bakar As Siddiq telah mempercayai dan mengikuti apa yang dikatakannya,” jawab mereka.
“Aku kenal Abu Bakar. Dia seorang yang lapang dada, penyayang dan lemah lembut. Dia pedagang yang berbudi tinggi dan teguh. Kami berteman baik, banyak orang menyukai majelisnya, karena dia ahli sejarah Quraisy,” gumam Thalhah bin Ubaidillah lirih.
Setelah itu Thalhah bin Ubaidillah langsung menemui Abu Bakar As Siddiq dan bertanya: “Benarkah Muhammad bin Abdullah telah menjadi Nabi dan engkau mengikutinya?” Abu Bakar menjawab: “Betul.” Kemudian Abu Bakar As-Siddiq menceritakan kisah Muhammad sejak peristiwa di gua Hira’ sampai turunnya ayat pertama. Abu Bakar As Siddiq mengajak Thalhah bin Ubaidillah untuk masuk Islam.
Usai Abu Bakar As-Siddiq bercerita, Thalhah bin Ubaidillah ganti bercerita tentang pertemuannya dengan pendeta Bushra. Abu Bakar As-Siddiq tercengang. Lalu Abu Bakar As-Siddiq mengajak Thalhah bin Ubaidillah untuk menemui Muhammad dan menceritakan peristiwa yang dialaminya dengan pendeta Bushra. Di hadapan Rasulullah, Thalhah bin Ubaidillah langsung mengucapkan dua kalimat syahadat.
Ini adalah beberapa kisah yang menunjukkan keterkaitan Sirah Nabawiah dan Sirah Maqdisiyah. Sebenarnya, sejak lahir, Nabi Muhammad sudah menunjukkan tanda-tanda keterkaitan dengan Baitul Maqdis.
Sumber: Youtube AQL Network Baitul Maqdis
Editor: Moe