Brigadir Jenderal (Purn) Fayez Al-Duwairi, pakar militer asal Yordania, mengungkap strategi cerdas yang dijalankan oleh Brigade Al-Qassam—sayap militer Hamas—dalam operasi penyergapan kedua yang dilakukan di titik yang sama dengan operasi “Kasar As-Saif” (Patahkan Pedang) di wilayah timur Beit Hanoun, Jalur Gaza Utara.
Berbicara kepada Al Jazeera, Al-Duwairi menjelaskan bahwa Al-Qassam sengaja menargetkan “pasukan terbuka” dari militer pendudukan, yakni unit-unit yang tidak berada di garis depan tapi justru berada lebih dalam di zona militer yang disebut “daerah penyangga.” Unit seperti ini umumnya lebih lengah dan tidak setinggi kesiagaannya dibanding pasukan front.
Menurut analisis Al-Duwairi, pasca operasi “Patahkan Pedang” pertama, tentara Israel memang sempat melakukan penyisiran intensif, mencari terowongan atau jejak-jejak pasukan perlawanan. Namun, kata Al-Duwairi, justru di situlah kesalahan mereka: Israel tertipu oleh hasil pencariannya sendiri—mengira tempat itu sudah bersih.
Faktanya, Al-Qassam tetap melakukan pengintaian di wilayah yang sama, lalu meluncurkan serangan kedua dari lokasi itu juga—meski tidak menggunakan terowongan yang sama dengan sebelumnya.
Dampak Serangan: Israel Kehilangan Komandan dan Gagal Pertahankan Wilayah
Militer Israel mengakui tewasnya seorang komandan tank dari Batalion 79 dalam pertempuran di Gaza utara. Media Israel, The Times of Israel, melaporkan bahwa korban tewas terkena tembakan sniper di daerah Beit Hanoun, dekat pos militer mereka.
Sumber militer juga menyebutkan bahwa lokasi penembakan ini hanya berjarak ratusan meter dari tempat tewasnya seorang pelacak jejak Israel dalam operasi “Patahkan Pedang” beberapa hari sebelumnya. Ada dugaan kuat bahwa serangan ini dilakukan oleh sel pejuang yang sama.
Al-Duwairi mencatat bahwa Kepala Staf Militer Israel, Eyal Zamir, masuk ke Gaza dengan pendekatan “nol korban jiwa.” Namun realitas di lapangan berkata lain: satu tewas, lima luka-luka dalam operasi pertama; satu tewas dan beberapa lainnya luka dalam operasi kedua.
“Zona penyangga yang dibanggakan Israel justru kini jadi bumerang. Ia berubah jadi senjata strategis di tangan Al-Qassam dan faksi-faksi perlawanan,” tegas Al-Duwairi.
“Perlawanan Gaza Sedang Mainkan Perang Gerilya Tingkat Tinggi”
Menurut Al-Duwairi, yang sedang berlangsung di Gaza bukan sekadar konflik konvensional. Ini adalah perang gerilya modern. “Israel sedang menghadapi bayangan—pejuang yang muncul di waktu dan tempat yang tak terduga. Ini mimpi buruk dalam strategi militer.”
Sebelumnya, pada Sabtu lalu, Al-Qassam mengonfirmasi telah melancarkan operasi “Patahkan Pedang” dengan menembakkan roket anti-tank ke kendaraan militer Israel, diikuti ledakan ranjau darat saat pasukan penyelamat datang, hingga menewaskan dan melukai beberapa di antaranya. Operasi ini juga mencakup serangan RPG dan mortir ke pos militer baru Israel di kawasan itu.
Sumber: Al Jazeera