Spirit of Aqsa, Palestina – Pada Ahad (18/7), imigran illegal yahudi menyerbu Masjid Al-Aqsha dengan penjagaan ketat polisi penjajah Israel di Al-Quds. Ini dilakukan setelah pasukan penjajah melakukan kekerasan dan penganiyaan brutal terhadap jamaah shalat dan penjaga tetap masjid (murabithin).
Penjaga tetap wannita Hanadi Halwani menyatakan kepada Pusat Informasi Palestina bahwa anggota legislatif parlemen Israel Knesset baik mantan atau yang sekarang memimpin penyerangan-penyerangan Al-Aqsha pagi kemarin. Terutama, Amyhai Shekeli dari partai penguasa saat ini pimpinan Neftalli Bennett dan mantan dua anggota Knesset Sholi Moalem dari partai Beit Yahudi dan rabi Yehuda Glick yang memasuki Knesset melalui List Likud.
Halawani menjelaskan bahwa pasukan penjajah Israel menembakkan peluru karet ke arah penjaga tetap di dalam Masjid Al-Aqsha. Serangan ini berlanjut hingga saat ini.
Penjaga tetap Wanita di Masjid Al-Aqsha ini mengatakan, penjajah Israel secara bertahap dan terus-menerus meningkatkan agresinya kembali terhadap Masjid Al-Aqsha dan masih menjadi target sasaran utamanya. Meskipun ada pembatasan dan upaya Israel untuk mengendalikan, puluhan jamaah ditahan mampu mencapai pelataran Masjid Al-Aqsha dengan takbir dan tahlil.
Ketidakberdayaan dan Kekurangan
Juru bicara Hamas untuk kota Yerusalem, Muhammad Hamadeh, mengatakan bahwa penjajah Israel membiarkan kawanan pemukim Yahudi yang tersesat tidak mencerminkan keadaan kontrol dan “kedaulatan,” yang berlaku. Namun ini merupakan ekspresi dari ketidak berdayaan dan kekurangan Israel yang mereka coba menambalnya. Ini karena setelah warga Al-Quds, Tepi Barat, Palestina 1948 dan Gaza menghadapi serangan Israel dengan gagah berani yang terbukti bagi siapapun bahwa api perlawanan di hati nurani rakyat kita belum dan tidak akan padam.
Hamadah sekali lagi meminta warga Palestina untuk untuk berdatangan ke AL-Quds dan di alun-alunnya dan gang-gang Kota Tua hingga shalat Idul Adha agar penjajah Israel tidak mempermainkan kota suci ini dan Al-Aqsha.
Sementara itu, Syeikh Ikrimah Shabri, pengkhotbah Masjid Al-Aqsha, menegaskan bahwa penjajah berusaha memaksakan kontrol penuh atas Masjid Al-Aqsha dan sekitarnya, menyusul ratusan pemukim menyerbu Al-Aqsha saat fajar hari Ahad yang dibiarkan masuk.
Dalam sebuah pernyataan persnya, Shabri mengatakan serangan para pemukim adalah serangan ganda terhadap Masjid Al-Aqsa dan hari-hari suci Dzul Hijjah dalam Islam.
Khatib Al-Aqsa ini menambahkan, penjajah harus mengambil pelajaran dari pertempuran Saif Al-Quds terakhir.
Shabri meminta warga Palestina untuk bergabung dengan halaman Masjid Al-Aqsha untuk menjaga dan melindungi.
Di sisi lain, Gerakan Jihad Islam, melalui juru bicaranya, Tariq Silmi, mengatakan bahwa apa yang terjadi di Masjid Al-Aqsha sejak pagi hari Ahad merupakan tindakan terorisme dan agresi yang merusak harga diri semua orang Arab dan Muslim.
Silmi mengatakan, “Pada saat musuh Israel mengumumkan niat agresifnya terhadap salah satu tempat suci umat Islam, beberapa negara dan penguasa bersikeras pada normalisasi dan hubungan dengan musuh yang menyerang tempat Isranya utusan Allah ini.”
Dia menekankan bahwa serangan penjajah Israel terhadap Masjid Al-Aqsha memicu kemarahan semua Muslim, dan siapa pun yang tidak marah tentang apa yang terjadi di Al-Quds dan Al-Aqsha harus meninjau kembali agamanya dan afiliasi Arabnya. Rakyat Palestina diminta untuk memobilisasi ke Al-Aqsa dan menghadapi para pemukim dan tentara pendudukan Israel dan mengobarkan api konfrontasi di semua wilayah.
Penghadangan dan Penantangan
Puluhan aktivis AL-Quds di media sosial menyebarkan video serangan pasukan pendudukan terhadap penjaga tetap di Al-Aqsha yang jelas-jelas menentang pasukan Israel dan tekad mereka menghadapi serangan Zionis, baik dari kawanan pemukim atau pasukannya.
Dan media Ibrani melaporkan bahwa Perdana Menteri Israel Naftali Bennett, hari ini, melakukan penilaian situasi dengan keikutsertaan Menteri Keamanan Dalam Negeri dan Inspektur Jenderal Polisi membahas peristiwa di Masjid Al-Aqsha dan menginstruksikannya untuk melanjutkan aksi serangan Al-Aqsha dan penyerbuan aman pemukim ke sana. Perdana Menteri menerima update rutin dan akan melakukan penilaian tambahan untuk situasi dalam beberapa jam mendatang.
Sumber media menunjukkan bahwa utusan Uni Eropa di Palestina menyatakan keprihatinannya tentang ketegangan di sekitar Masjid Al-Aqsa, dan meminta pasukan pendudukan Zionis untuk tenang.
Upaya Berbeda
Pakar urusan militer, Rami Abu Zubaydah menepis kemungkinan akan meletus pertempuran baru akan meletus pada tahap saat ini. menurutnya, semua pihak tidak ingin memasuki babak perang baru, baik Israel yang masih mengambil pelajaran dari perang terbaru dan memperbaharui bank target dari pertempuran terakhir, atau perlawanan yang berusaha memulihkan inkubator rakyat. Sementara pihak mediator juga berusaha untuk menenangkan situasi dan gencatan senjata permanen.
Abu Zubaydah menjelaskan kepada Pusat Informasi Palestina bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah bahwa pemerintah Zionis baru mencoba untuk membuktikan kelayakannya, ketegasan dan ekstremismenya terhadap semua masalah Palestina. Dengan demikian Israel mencoba membuktikan bahwa pihaknya berbeda dari apa pemerintah Netanyahu untuk memenangkan suara dari sayap kanan ekstrim.
Analis militer ini menjelaskan bahwa pemerintah Zionis berusaha untuk membuktikan dirinya dalam dua arah: memperketat blockade dan mencekik Jalur Gaza dan memeras perlawanan. Di sisi lain, Israel memberikan peluang kepada para pemukim untuk menyerbu Masjid Al-Aqsa dan mengintensifkan kampanye ini.
Abu Zubaydah menyinggung bahwa perlawanan Palestina masih memberikan mediator kesempatan yang lebih besar untuk campur tangan untuk menghentikan provokasi Zionis. Dalam beberapa jam dan hari mendatang diharapkan perlawanan akan memiliki alasan melalui tekanan rakyat, atau sarana keras untuk menghadapi dan menghentikan politik Zionis ini.
Analis Palestina ini mengatakan, Perlawanan Palestina menyadari bahwa pemerintah Zionis ekstremis ini lemah. Hal ini karena fariasi dan perbedaan serta perselisihan aneh di dalamnya dan polaritas kontradiktif di dalamnya. Sehingga, pemerintah ini diyakini tidak akan bertahan lama.