Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) mengecam aksi Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben Gvir, yang dengan sengaja mempermalukan dan mengancam akan mengeksekusi sandera Palestina. Hamas menyebut tindakan itu sebagai potret nyata dari fasisme yang telah mengakar dalam tubuh pendudukan Israel.
Dalam pernyataannya, Hamas menyerukan kepada komunitas internasional untuk menyingkap wajah sebenarnya dari pendudukan yang berwatak Nazi tersebut, mengungkap kejahatannya kepada publik dunia, dan menyeret para pemimpinnya ke pengadilan internasional.
Aksi Ben Gvir yang terekam dalam sebuah video menunjukkan dirinya memasuki penjara Nitzan berteriak, mengancam, dan menuntut hukuman mati bagi para sandera Palestina. Adegan itu menjadi simbol baru dari meningkatnya kebencian dan hasutan rasial di lingkar kekuasaan Israel.
Kantor Media Urusan Tahanan Palestina menilai pernyataan Ben Gvir sebagai kejahatan hasutan untuk genosida, yang memperlihatkan wajah brutal rezim Israel dan sistem keamanannya yang sudah kehilangan batas moral.
Mereka juga mengungkap bahwa langkah Ben Gvir bertepatan dengan upaya di Knesset untuk melegalkan hukuman mati bagi sandera Palestina dan membentuk “pengadilan khusus” tanpa jaminan hukum apa pun, sebuah langkah yang dinilai sebagai upaya melegalkan pembunuhan di dalam penjara.
Kantor Media Tahanan pun mendesak adanya investigasi internasional independen terhadap praktik pembunuhan dan penyiksaan sistematis yang terjadi di penjara-penjara Israel.
Sementara itu, lembaga-lembaga pembela hak sandera Palestina mendesak Komite Internasional Palang Merah agar segera melanjutkan kunjungan ke penjara-penjara Israel dan mengirim tim medis darurat untuk memantau kondisi para tahanan yang kini hidup dalam situasi kritis, banyak di antaranya menderita penyakit kronis, luka berat, dan dampak kelaparan akibat penyiksaan.
Kondisi kemanusiaan di dalam penjara-penjara Israel kini berada di titik nadir. Setiap hari, nyawa para tahanan Palestina terus terancam di bawah sistem yang menjadikan penderitaan sebagai kebijakan, dan penyiksaan sebagai alat politik.










