Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa cedera parah pada anggota tubuh merupakan penyebab utama meningkatnya kebutuhan rehabilitasi di Jalur Gaza, dengan perkiraan korban cedera berkisar antara 13.455 hingga 17.550 orang.
Juru bicara WHO, Richard Peeperkorn, dalam konferensi pers virtual pada Kamis (12/9), menyampaikan bahwa banyak korban yang mengalami lebih dari satu cedera.
Gambaran itu diungkapkan berdasarkan analisis terbaru WHO yang berfokus pada cedera baru yang terjadi sejak 7 Oktober 2023, tanpa memperhitungkan kondisi kronis yang sudah ada sebelumnya.
Antara 3.105 hingga 4.050 korban mengalami amputasi, ungkap Peeperkorn.
Ia menambahkan bahwa setidaknya seperempat dari korban cedera di Gaza hingga 23 Juli, atau sekitar 22.500 orang, diperkirakan mengalami cedera yang berdampak jangka panjang.
Peningkatan besar dalam jumlah penderita cedera tulang belakang, cedera otak traumatis, dan luka bakar besar berkontribusi pada jumlah total cedera tersebut, yang dialami ribuan perempuan dan anak-anak.
“Lonjakan besar kebutuhan rehabilitasi ini terjadi bersamaan dengan kehancuran sistem kesehatan yang sedang berlangsung,” kata Peeperkorn. “Kami sangat membutuhkan bantuan di bidang rehabilitasi ini.”
Peeperkorn mencatat bahwa satu-satunya pusat rekonstruksi dan rehabilitasi anggota tubuh di Gaza, yang terletak di Kompleks Medis Nasser, berhenti berfungsi pada Desember karena kekurangan pasokan.
Selain itu, ujarnya, banyak petugas kesehatan yang terpaksa meninggalkan Gaza demi keselamatan.
Fasilitas tersebut kemudian mengalami kerusakan akibat serangan pada Februari.
Menurut berbagai laporan yang dikutip jubir tersebut, hingga 10 Mei sebanyak 39 fisioterapis dilaporkan tewas.
Analisis WHO ini hanya berfokus pada cedera baru akibat eskalasi konflik sejak Oktober lalu.
Namun, puluhan ribu warga Palestina di Gaza hidup dengan kondisi kronis yang sudah ada sebelumnya, yang diperburuk oleh kurangnya layanan kesehatan yang memadai.
Gerakan Vaksinasi Polio Mencapai Lebih dari 550.000 Anak
Peeperkorn juga melaporkan bahwa sebanyak 552.451 anak telah divaksinasi dalam gerakan vaksinasi polio di Gaza. Jumlah itu tidak termasuk data pada hari terakhir karena gerakan tersebut dijadwalkan berakhir pada Kamis )12/9).
Ia menekankan bahwa meskipun ada hambatan pada hari pertama pelaksanaan program itu di wilayah utara, pada hari berikutnya mereka berhasil masuk ke Gaza dan memvaksinasi 105.909 anak.
Di wilayah itu, tim WHO sempat tertahan karena pembatasan Israel dan perintah evakuasi.
Jumlah anak yang divaksinasi di wilayah tengah mencapai 190.572 anak, dan di wilayah selatan sebanyak 250.820 anak.
Menyangkut dampak keterlambatan dan perintah evakuasi terhadap target vaksinasi di zona jeda kemanusiaan di utara, Peeperkorn mengatakan “Kami melihat pada hari pertama di utara sekitar 81.000 anak yang divaksinasi, kemudian 24.000 pada hari kedua.”
“Kami memperkirakan mungkin hari ini sekitar 5.000 hingga 10.000 lagi, tetapi tidak lebih dari itu,” ujarnya saat menjawab pertanyaan Anadolu.
Ia menjelaskan bahwa setiap zona mengalami peningkatan jumlah anak yang divaksinasi pada hari pertama, namun jumlahnya menurun pada hari-hari berikutnya.
Ada juga vaksinasi berlebih di zona tengah akibat perintah evakuasi sebelumnya. Beberapa pasien dari wilayah utara dan selatan membawa anak-anak mereka ke zona tengah karena pergerakan yang terbatas.
Peeperkorn menekankan pentingnya pemantauan pascavaksinasi massal, namun ia merasa puas dengan hasil gerakan vaksinasi polio tersebut.
“Saya, bersama komite teknis, merasa puas dengan program polio ini, dan kami cukup yakin bahwa kita telah mencapai cakupan yang luas dalam waktu singkat.”
Ia juga optimistis bahwa WHO kemungkinan besar telah mencapai target memvaksinasi lebih dari 90 persen anak-anak, dan berharap dapat mengulang program tersebut dalam empat minggu untuk memberikan dosis kedua.
Deepak Kumar, yang berpartisipasi dalam gerakan polio di Gaza, menjelaskan bahwa cakupan pada dua hari pertama vaksinasi di utara mencapai sekitar 18-19 persen dari keseluruhan.
Kumar menambahkan bahwa WHO juga berhasil memberikan layanan kepada anak-anak di luar zona jeda kemanusiaan melalui lokasi vaksinasi tetap yang telah ditentukan, tempat misi WHO dilaksanakan.
Ia mengatakan bahwa WHO secara ketat memantau data “hingga kami yakin bahwa kami telah mencapai cakupan lebih dari 95 persen, seperti yang terjadi hari ini.”
Peeperkorn juga memberikan rincian mengenai bagian kedua dari kampanye vaksinasi dan menyebutkan bahwa pada saat itu tim akan memiliki gambaran yang lebih baik tentang populasi target di semua zona.
“Kami telah berdiskusi dengan semua pihak, dan mereka sangat memahami bahwa dalam waktu empat minggu, kami akan memulai putaran kedua,” katanya.
Namun, tanggal pastinya belum ditentukan dan komite teknis masih menganalisis, termasuk hari yang disebutkan pada 14 Oktober.
“Kami akan terus berdiskusi mengenai jeda kemanusiaan ini. Saya berharap pada saat itu, kita tidak lagi memerlukan pembahasan mengenai jeda tersebut,” ujarnya, sambil berharap adanya gencatan senjata.
Sumber: Anadolu