Spirit of Aqsa, Jakarta- Pakar pendidikan Islam, Ustadz Mohammad Fauzil Adhim, menegaskan, generasi Al-Isra akan lahir dari orang tua yang memahami Al-Qur’an dan Sunnah secara runut. Pemahaman tersebut akan menuntun tertib menggunakan istilah, tertib menggunakan dalil, tertib berkeyakinan, tertib berpikir, dan tertib belajar.

Ciri generasi Al-Isra tentu tertib dalam hal tersebut. Mereka tidak menempatkan dalil Al-Qur’an maupun sunnah untuk pembenaran. Keyakinannya pun dituntun oleh Al-Qur’an. Demikian pula cara berpikir sampai pada cara belajar. Semua berdasarkan petunjuk Allah dan Rasul-Nya.

“Ada orang-orang shalih, tapi anak-anaknya salah. Ada orang-orang baik anaknya rusak. Apa sebabnya? Mereka baru melakukan ri’ayah tapi merasa sudah melakukan tarbiyah. Mereka belajar tentang parenting (ri’ayah), tapi lupa belajar tentang tarbiyah (pendidikan),” kata Ustadz Fauzil dalam kajian Parenting Baitul Maqdis yang digelar Spirit of Aqsa (SoA) di AQL Islamic Center, Tebet, Jakarta Selatan, Ahad (16/7/2023).

Banyak orang tua yang memiliki pengasuhan bagus, tapi menderita hummiyatul Tarbawiyah (hutang tarbiyah). Mereka gegap-gempita mendakwahkan teori pengasuhan, tapi lupa tentang peringatan Allah SWT dalam Surah Al-Isra ayat 64.

وَاسْتَفْزِزْ مَنِ اسْتَطَعْتَ مِنْهُمْ بِصَوْتِكَ وَاَجْلِبْ عَلَيْهِمْ بِخَيْلِكَ وَرَجِلِكَ وَشَارِكْهُمْ فِى الْاَمْوَالِ وَالْاَوْلَادِ وَعِدْهُمْۗ وَمَا يَعِدُهُمُ الشَّيْطٰنُ اِلَّا غُرُوْرًا

“Dan perdayakanlah siapa saja di antara mereka yang engkau (Iblis) sanggup dengan suaramu (yang memukau), kerahkanlah pasukanmu terhadap mereka, yang berkuda dan yang berjalan kaki, dan bersekutulah dengan mereka pada harta dan anak-anak lalu beri janjilah kepada mereka.” Padahal setan itu hanya menjanjikan tipuan belaka kepada mereka.” (QS Al-Isra: 64)

Setan menggelincirkan manusia dari segala penjuru atau dari pintu manapun. Tapi, dari sekian pintu tersebut ada dua yang paling utama dan fundamental yakni harta dan anak. Dua hal itu betul-betul perlu diperhatikan dengan baik.

“Dua bidang ini kita harus ekstra hati-hati. Anak dan harta itu pula yang menjadi ujian utama yang Allah kabarkan kepada kita,” ungkap Ustadz Fauzil.

Akan tetapi, Allah SWT sudah memberikan bocoran agar bisa menjalankan amanah tersebut dengan hati-hati. Ada landasan yang diberikan oleh Allah yakni Al-Qur’an dan sunnah. Tugas orang tuga tidak hanya mengasuh, tapi juga mendidik.

Ali bin Thalib saat menafsirkan Surah At-Thahrim ayat 6 tentang perintah menjaga keluarga dari api neraka mengatakan, “Addibuhum wa allimuhim”. Seorang pemimpin keluarga harus mendidik keluarga agar beradab. Kemudian, adab tentu saja memerlukan ilmu.

Pesan Surah Al-Isra ayat 64 sangat penting diperhatikan. Orang yang memiliki ilmu agama tinggi tidak serta-merta bisa akan selamat dalam mendidik anak. Maka itu, sangat penting menjadikan Al-Qur’an dan sunnah sebagai landasan dalam mendidik. Kebenaran lahir dari Al-Qur’an dan sunnah. Itulah yang menjadi dasar seseorang mendapatkan kebaikan atau tidak saat mendidik anak.

“Jadi, sekadar bersungguh-sungguh mendidik anak tidak otomatis mengantarkan kita kepada yang benar. Apa yang Allah peringatkan dalam Surah Al-Isra ayat 64 merupakan peringatan yang amat serius buat kita semua, dan membawa konsekuensi penting jika kita ingin melahirkan generasi Al-Isra,” ucap Ustadz Fauzil.

Al-Qur’an sudah pasti benar. Tidak mungkin salah. Tetapi, banyak orang menempatkan ayat Al-Qur’an ditempatkan sebagai penumpang, bukan sebagai panglima. Jika demikian, ayat Al-Qur’an hanya menjadi pembenaran. Begitu pula hadits-hadits.

“Banyak sekali orang mengaku mendalami ilmu parenting dari sudut pandang Al-Qur’an dan sunnah, tapi justru membelakanginya, karena Al-Qur’an hanya dijadikan penumpang bukan panglima,” tutur Ustadz Fauzil.

Bagaimana Cara Melahirkan Generasi Al-Isra?

Tugas umat Islam, khususnya di Indonesia, hari ini adalah merintis jalan membebaskan Baitul Maqids. Umat Islam masih jauh dari kapasitas membebaskan Baitul Maqdis yang saat ini dijajah zionis Israel. Maka tugas umat Islam adalah merintis jalan, entah di bagian apa walaupun di skrup paling kecil.

Di sisi lain, pesan penting dari Surah Al-Isra ayat 64 harus diperhatikan secara seksama. Setan menggelincirkan manusia dari segala arah. Ada dua pintu utama yang disebutkan secara khusus yakni harta dan anak.

Pertama, setan berupaya menggelincirkan manusia agar upaya mendapatkan keturunan ditempuh melalui jalan yang haram. Misalnya, godaan setan sehingga masyarakat menyuburkan perzinahan dan berupaya melihat perzinahan sebagai sesuatu yang biasa saja.

Kedua, orang tua yang sudah menikah tapi tidak kunjung punya keturunan, maka jalan menentang Allah SWT ditampakkan baik. Kemaksiatan dibungkus dengan keindahan, sehingga manusia yang beriman tetapi tidak punya penjagaan ilmu dapat tergelincir ke dalam maksiat.

“Itu artinya, ilmu sesuatu yang sangat penting sebagai penjaga iman,” ujar Ustadz Fauzil.

Ketiga, orang yang sudah punya keturunan dan punya semangat beragama, setan tawarkan syubhat-syubhat yang tampak indah. Seolah-olah syubhat tersebut sangat islami. Apalagi jika sudah dibungkus dengan berbagai dalil yang disalah tempatkan.

“Hari ini banyak orang tua-orang tua muslim belajar tentang pengasuhan dan pendidikan melalui seminar-seminar saja. Tidak runtut,” ungkap Ustadz Fauzil.

Keempat, orang tua yang sudah jauh melangkah mendidik anak, tapi tanpa bekal yang dapat dipertanggunjawabkan. Landasan ilmu parenting harus berdasarkan Al-Qur’an dan sunnah. Misalnya, ada orang belajar parenting yang menggampangkan mendidik anak dengan segalah teroinya. Padahal, Allah SWT sudah menyuruh untuk berhati-hati dalam mendidik anak seperti dalam Surah Al-Isra ayat 64.

“Allah SWT sudah memerintahkan setiap orang untuk hati-hati dalam mendidik anak. Kalau Allah menyuruh kita hati-hati, maka harus hati-hati. Jangan karena banyaknya teori parenting membuat kita tidak hati-hati dalam mendidik anak. Agama yang akan menentukan ganjaran kita dalam mendidik anak,” ujar Ustadz Fauzil.

Kelima, perlu asupan ilmu untuk berbenah dan terus memperbaiki diri serta terus belajar. Kesalahan diperbaiki dan dimohonkan ampun oleh Allah SWT.

Para orang tua yag berkomitmen melahirkan generasi Al-Isra nantinya diharapkan:

Pertama, memiliki tertib istilah. Para ulama dahulu selalu memulai semua perkara dari istilah dan membahasnya. Ada yang istilah sama, tapi beda makna. Misalnya Istijmar dalam ranah fikih berarti bersuci istinja’ tanpa air. Tapi, istijmar dalam urusan wewangian ialah tabakhur atau berwewangi dengan membakar gaharu.

Kedua, tertib dalil. Nash harus menjadi istidlal, bukan alat pembenaran. Ketiga, tertib penggunaan dalil. Setiap dalil harus ditempatkan berdasarkan kegunaan yang telah ditentukan oleh Rasulullah SAW.

Keempat, tertib keyakinan. Keyakinan harus tertib karena menentukan tertib berpikir. Sebaik-baik perkataan adalah kitabullah.

Kelima, tertib berpikir. Sebaik-baik cara berpikir adalah bagaimana seharusnya kita berpikir. Dimulainya penjajahan fisik, mulainya dari penjajahan berpikir. Penjajahan berpikir dari penjajahan istilah-istilah.

“Keenam, tertib belajar. Semua itu tidak bisa kita peroleh kalau kita belajarnya tidak tertib. Ada orang yang belajar berdasarkan ilmu-ilmu yang lurus, dan ada orang yang belajar berdasarkan perkara yang viral,” ungkap Ustadz Fauzil.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here