Sejumlah analis dan peneliti memperingatkan bahwa proyek permukiman “E1” adalah ancaman paling berbahaya dalam rangkaian ekspansi Israel. Rencana ini dinilai akan “menelan” Yerusalem, memecah Tepi Barat menjadi kantong-kantong terpisah, dan mengakhiri secara total peluang lahirnya negara Palestina yang utuh dan layak huni.
Mereka menilai langkah ini mencerminkan tekad pemerintah Israel untuk melanjutkan agenda “Israel Raya” — sebuah visi yang membawa risiko tidak hanya bagi rakyat Palestina, tetapi juga bagi stabilitas keamanan kawasan Arab.
Peringatan ini muncul setelah Menteri Keuangan Israel, Bezalel Smotrich, memaparkan rencana proyek tersebut, Kamis (14/8). Ia menegaskan bahwa berdirinya negara Palestina adalah “ancaman bagi satu-satunya negara Yahudi di dunia” dan menyebut Tepi Barat sebagai “bagian dari Israel berdasarkan janji Tuhan”. Smotrich juga mengungkap rencana menyita ribuan dunam tanah Palestina serta menggelontorkan miliaran shekel untuk menambah satu juta pemukim di Tepi Barat.
Proyek “E1” (singkatan dari “East 1”) terletak di sebelah timur Al-Quds, mencakup 12 km², dan akan menghubungkan permukiman Ma’ale Adumim dengan Al-Quds. Jika terwujud, ini akan menjadi proyek terbesar menuju target “Yerusalem Raya” yang selama ini diusung Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Pecah Tepi Barat, Matikan Solusi Dua Negara
Direktur Pusat Studi Politik Al-Quds, Areeb al-Rantawi, menyebut kembalinya proyek ini setelah 20 tahun dibekukan adalah bukti Israel tak lagi peduli pada tekanan internasional. Proyek yang memuat lebih dari 3.400 unit permukiman ini akan menggandakan luas Ma’ale Adumim, memisahkan Tepi Barat menjadi dua wilayah yang hanya terhubung terowongan, dan menelan Yerusalem sepenuhnya.
Menurutnya, ini adalah bentuk “aneksasi merangkak” yang meruntuhkan konsep negara Palestina dari akar, sekaligus penegasan terbuka bahwa “antara sungai dan laut hanya ada hak penentuan nasib untuk bangsa Yahudi.”
Dampak Regional dan Potensi Pengusiran Massal
Mesir mengecam rencana ini sebagai upaya mengubah demografi wilayah pendudukan, sementara Yordania menilainya sebagai “eskalasi provokatif berbahaya” yang melanggar hukum internasional. Al-Rantawi memperingatkan proyek ini berisiko memicu gelombang pengusiran ke Yordania dan patut membuat Mesir waspada terhadap situasi di perbatasan Gaza.
Agenda Ideologis: “Israel Raya” Berpusat di Yerusalem
Peneliti politik Saeed Ziyad menilai “E1” mencerminkan ambisi sayap kanan Israel untuk menguasai Tepi Barat, lalu Gaza, sebelum bergerak ke negara-negara tetangga. Sementara itu, peneliti asal Yerusalem, Nasser al-Hidmi, menegaskan proyek ini lahir dari “visi Torah” Netanyahu dan Smotrich, di mana Yerusalem adalah “jantung Israel Raya” dan pusat kendali kawasan, dengan Masjid Al-Aqsa digantikan “kuil” yang mereka klaim.
Ketua Dewan Permukiman Ma’ale Adumim bahkan terang-terangan menyatakan proyek ini akan “menghancurkan mimpi negara Palestina” dan menolak tunduk pada kritik dunia, karena “mengubah fakta di lapangan adalah jaminan keamanan Israel.”
Proyek ini berada di sekitar lima kota Palestina (Anata, al-Issawiya, az-Za’ayyem, al-Eizariya, dan Abu Dis) yang terancam hilang. Implementasi “E1” akan memutus jalur utara, tengah, dan selatan Tepi Barat, menjadikan Palestina terpecah-pecah, dan secara de facto menghapus kemungkinan negara Palestina yang berdaulat.
Sumber: Al Jazeera, media Israel