Spirit of Aqsa, Jakarta- Nama Nabi Ibrahim AS disebutkan sebanyak 69 kali di dalam Al-Qur’an. Sadar atau tidak, Allah SWT mengikat atau menghubungkan Nabi Ibrahim AS dengan umat Nabi Muhammad SAW. Ada hikmah di balik hal tersebut.
Sekjen Spirit of Aqsa, Ustadz Umar Makka, menjelaskan, banyak syariat yang Allah wajibkan kepada umat Nabi Muhammad SAW berdasarkan sejarah hidup dan perjuangan Nabi Ibrahim AS. Idul Adha misalnya. Kalau tidak ada kesedihan Nabi Ibrahim, orang-orang miskin hari ini mungkin tidak bisa merasakan daging kurban.
Lalu, Allah SWT abadikan dalam Al-Qur’an Surah Al-Mumtahanah ayat 6:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْهِمْ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُو اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَۗ وَمَنْ يَّتَوَلَّ فَاِنَّ اللّٰهَ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيْدُ ࣖ
“Sungguh, pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) terdapat suri teladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) hari kemudian, dan barangsiapa berpaling, maka sesungguhnya Allah, Dialah Yang Mahakaya, Maha Terpuji.” (QS Al-Mumtahanah: 6)
Para ulama mengatakan, Allah menjadikan semua sisi kehidupan Nabi Ibrahim sebagai teladan bagi umat manusia. Ibrahim sebagai dai, Ibrahim sebagai bapak, Ibrahim sebagai suami, sampai Ibrahim sebagai anak ketika harus menghadapi orang tua kafir.
Bahkan, Rasulullah SAW dalam sebuah hadits mengatakan, “Aku ini (pelaksanaan bagi terkabulnya) doa Ibrahim.” (HR Muslim dari Aisyah). Doa yang dimaksud termaktub dalam Surah Al-Baqarah ayat 129.
رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيْهِمْ رَسُوْلًا مِّنْهُمْ يَتْلُوْا عَلَيْهِمْ اٰيٰتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتٰبَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيْهِمْ ۗ اِنَّكَ اَنْتَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ ࣖ
“Ya Tuhan kami, utuslah di tengah mereka seorang rasul dari kalangan mereka sendiri, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat-Mu dan mengajarkan Kitab dan Hikmah kepada mereka, dan menyucikan mereka. Sungguh, Engkaulah Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana.” (QS Al-Baqarah: 129)
Ustadz Umar Makka lalu menyebut lima pelajaran penting dari kehidupan Nabi Ibrahim AS, di antaranya:
- Kemuliaan Keturunan Ibrahim Berasal dari Doa
Dari semua keluarga yang diceritakan dalam Al-Qur’an, Allah menjadikan dua keluarga sebaga teladan untuk semesta. Dua keluarga itu adalah Keluarga Nabi Ibrahim AS dan keluarga Imran.
۞ اِنَّ اللّٰهَ اصْطَفٰىٓ اٰدَمَ وَنُوْحًا وَّاٰلَ اِبْرٰهِيْمَ وَاٰلَ عِمْرَانَ عَلَى الْعٰلَمِيْنَۙ ذُرِّيَّةً ۢ بَعْضُهَا مِنْۢ بَعْضٍۗ وَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌۚ
“Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga Imran melebihi segala umat (pada masa masing-masing), (sebagai) satu keturunan, sebagiannya adalah (keturunan) dari sebagian yang lain. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS Ali-Imran: 33-34)
Dari zaman Nabi Adam AS sampai Nabi Nuh AS umat manusia hanya satu bentuk. Manusia tidak mengenal kesyirikan. Belum ada kefukuran kepada Allah. Lalu, Allah SWT memilih keluarga Nabi Ibrahim AS dan keluarga Imran untuk alam semesta.
Saat ulama mentadabburi ayat tersebut, Allah SWT menyebut Nabi Adam dan Nuh tanpa keluarga. Tapi, ketika Allah menyebutkan Nabi Ibrahim dan Imran, Allah menyertakan keluarga. Lalu, poin-poin apa saja yang bisa dipetik?
Ada banyak hikmah dari hal tersebut. Di antaranya, tidak ada nabi setelah Nabi Ibrahim kecuali berasal dari keturunannya. Mesti ada rahasia kenapa Allah menjaga dan mendidik keturunan Nabi Ibrahim.
“Sifat-sifat Ibrahim juga sudah disebutkan dalam Al-Qur’an, Nabi Ibrahim adalah ummah (satu orang tapi diutus untuk semua umat manusia). Nabi Ibrahim punya sifat-sifat lembut, sangat terkenal dengan kedermawanan,” ujar Ustadz Umar dalam kajian Parenting Baitul Maqdis yang digelar Spirit of Aqsa (SoA) di AQL Islamic Center, Tebet, Jakarta Selatan, Ahad (16/7/2023).
Keberkahan keluarga Nabi Ibrahim tidak lepas dari doa yang tidak pernah putus yang dipanjatkan untuk keturunan-keturunannya. Setidaknya ada tiga doa Nabi Ibrahim AS untuk kebaikan keturunannya.
Pertama, Nabi Ibrahim AS tidak berhenti berdoa kebaikan untuk kebaikan keturunannya sebelum punya anak. Allah abadikan dalam Surah As-Saffat ayat 100.
رَبِّ هَبْ لِيْ مِنَ الصّٰلِحِيْنَ
“Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang yang saleh.” (QS As-Saffat: 100)
Ini adalah doa yang dipanjatkan puluhan tahun oleh Nabi Ibrahim AS. Ada riwayat yang mengatakan, Nabi Ibrahim AS mendapatkan kabar gembira akan dianugerahi keturunan pada umur 68 tahun.
“Ini pelajaran penting dari Nabi Ibrahim, tidak pernah berhenti mendoakan kebaikan untuk keturunannya,” ujar Ustadz Umar Makka.
Kedua, setelah mendapat keturunan, Nabi Ibrahim AS tidak berhenti berdoa. Beliau tetap mendoakan kebaikan.
رَبِّ اجْعَلْنِيْ مُقِيْمَ الصَّلٰوةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِيْۖ رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاۤءِ
“Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang yang tetap melaksanakan salat, ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku.” (QS Ibrahim: 40)
Ketiga, Nabi Ibrahim AS mendoakan negeri atau tempat yang aman untuk anak keturunannya:
وَاِذْ قَالَ اِبْرٰهِيْمُ رَبِّ اجْعَلْ هٰذَا الْبَلَدَ اٰمِنًا وَّاجْنُبْنِيْ وَبَنِيَّ اَنْ نَّعْبُدَ الْاَصْنَامَ ۗ
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa, “Ya Tuhan, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku agar tidak menyembah berhala.” (QS Ibrahim: 35)
- Tahu Cara Mencari Lingkungan Terbaik untuk Anak
Nabi Ibrahim AS tahu cara mencari lingkungan dan tempat tinggal terbaik untuk anaknya. Ini menjadi salah satu rahasia Allah menjaga keturunan Nabi Ibrahim. Beliau punya dua putra yakni Ismail dan Ishaq.
Kriteria lingkungan dan tempat Ibrahim untuk anaknya adalah dekat dari masjid. Meski rumah itu berada di tengah kondisi geografis yang berat, maka dia tetap akan memilih tempat tersebut. Putra pertama, Ismail ditempatkan di di tempat yang tandus, tidak ada kehidupan, dan tidak ada tumbuh-tumbuhan. Tapi di situ terletak rumah Allah yang pertama yaitu Kakbah.
“Kalau kita hidup di era Nabi Ibrahim AS, mungkin tidak ada yang ingin tinggal di Mekkah, karena tidak ada tanda-tanda kehidupan. Tapi, dia tahu kalau anak-anak tinggal di samping rumah Allah, Allah pasti menjaganya,” ujar Ustadz Umar.
Sebagaimana Ishaq ditempatkan di samping rumah Allah yang kedua yaitu Baitul Maqdis atau Masjid Al-Aqsa. Dalam masalah ini, Rasulullah SAW telah memberitahu kita dalam hadits dari Abu Dzar Al Ghifari RA:
عَنْ أَبِي ذَرٍّ رضي الله عنه ، قَالَ : ” قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللهِ : أَيُّ مَسْجِدٍ وُضِعَ فِي الْأَرْضِ أَوَّلُ ؟ قَالَ : (الْمَسْجِدُ الْحَرَامُ) ، قُلْتُ : ثُمَّ أَيٌّ ؟ قَالَ : (الْمَسْجِدُ الْأَقْصَى) قُلْتُ : كَمْ بَيْنَهُمَا ؟ قَالَ : (أَرْبَعُونَ سَنَةً)
Dari Abu Dzar RA, dia berkata, Saya bertanya, “Wahai Rasulullah! Masjid apakah yang pertama kali dibangun di bumi ini?” Rasulullah menjawab, “Masjid Al haram”. Kemudian, aku bertanya lagi, “Kemudian masjid apa lagi?” Rasulullah SAW menjawab, “Masjid Al Aqsha”.
Aku bertanya, “Berapa jarak antara keduanya?” Rasulullah menjawab, “40 tahun.” (HR Al-Bukhari No.3366 dan Muslim no.520)
- Membangun Komunikasi yang Baik kepada Anak
Nabi Ibrahim AS membangun komunikasi yang sangat baik dengan anak-anaknya. Allah SWT mengabadikan komunikasi Ibrahim dengan Ishaq maupun Ismail di banyak ayat dalam Al-Qur’an.
Ketika Nabi Ibrahim bermimpi menyembelih putranya Ismail, dia sangat yakin bahwa mimpi itu adalah kebenaran. Mimpi para nabi adalah kebenaran, apalagi sampai tiga kali. Artinya, menyembelih Ismail adalah kebenaran mutlak yang harus dilakukan sebagai bentuk ketaatan kepada Allah. Anaknya mau atau tidak mau, itu adalah kebenaran
Tapi, apakah Nabi Ibrahim AS memaksakan kebenaran yang dia tahu itu kepada Ismail?
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْٓ اَرٰى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْٓ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰىۗ قَالَ يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ
“Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, ‘Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!’ Dia (Ismail) menjawab, ‘Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar’.” (QS As-Saffat: 102)
Kebanyakan orang tua memaksakan kebenaran yang dia yakini kepada anaknya. Padahal, Nabi Ibrahim AS meminta pendapat Ismail. Dia tahu mimpi itu adalah kebenaran, tapi dia tidak memaksakan kepada Ismail.
Dia tetap meminta pendapat anaknya. ‘Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!’
Tapi, anak yang sudah melihat teladan dari ayahnya juga taat. ‘Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar’
- Mengajak Anak dalam Perjuangan dan Kebaikan
Nabi Ibrahim mengajak anaknya dalam perjuangan. Dia membiasakan anaknya dalam kebaikan. Dalam Al-Qur’an, ketika Ibrahim membangun Kakbah, dia mengajak Nabi Ismail. Mungkin tidak banyak yang bisa dilakukan Ismail kecil, tapi setidaknya dia melihat dan terbiasa dalam kebaikan.
وَاِذْ يَرْفَعُ اِبْرٰهٖمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَاِسْمٰعِيْلُۗ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا ۗ اِنَّكَ اَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim meninggikan pondasi Baitullah bersama Ismail, (seraya berdoa), “Ya Tuhan kami, terimalah (amal) dari kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS Ibrahim: 127)
- Terus Membersamai Anak bahkan Setelah Menikah
Bahkan saat Ismail sudah menikah, Nabi Ibrahim AS tidak meninggalkan Ismail dan membiarkannya begitu saja. Dia tetap memperhatikan. Ada dalil ketika Ibrahim datang ke rumah istri Ismail yang sudah menikah.
Saat Nabi Ismail semakin dewasa, dia pun menikah dengan seorang wanita yang tinggal di sekitar sumur Zamzam. Tidak lama kemudian ibu Ismail, Hajar meninggal dunia.
Di kemudian hari Ibrahim datang setelah Ismail menikah untuk mengetahui kabarnya, namun dia tidak menemukan Ismail. Ibrahim bertanya tentang Ismail kepada istri Ismail. Istrinya menjawab, “Dia sedang pergi mencari nafkah untuk kami.” Lalu Ibrahim bertanya tentang kehidupan dan keadaan mereka. Istri Ismail menjawab,
“Kami mengalami banyak keburukan, hidup kami sempit dan penuh penderitaan yang berat.” Istri Ismail mengadukan kehidupan yang dijalaninya bersama suaminya kepada Ibrahim. Ibrahim berkata, “Nanti apabila suami kamu datang sampaikan salam dariku dan katakan kepadanya agar mengubah palang pintu rumahnya.”
Ketika Ismail datang dia merasakan sesuatu lalu dia bertanya kepada istrinya; “Apakah ada orang yang datang kepadamu?”
Istrinya menjawab, “Ya. Tadi ada orang tua begini dan begitu keadaannya datang kepada kami dan dia menanyakan kamu lalu aku terangkan dan dia bertanya kepadaku tentang keadaan kehidupan kita maka aku terangkan bahwa aku hidup dalam kepayahan dan penderitaan.”
Ismail bertanya, “Apakah orang itu memberi pesan kepadamu tentang sesuatu?”
Istrinya menjawab, “Ya. Dia memerintahkan aku agar aku menyampaikan salam darinya kepadamu dan berpesan agar kamu mengubah palang pintu rumahmu.”
Ismail berkata, “Dialah ayahku dan sungguh dia telah memerintahkan aku untuk menceraikan kamu, maka kembalilah kamu kepada keluargamu.” Maka Ismail menceraikan istrinya.
Kemudian Ismail menikah lagi dengan seorang wanita lain dari kalangan penduduk yang tinggal di sekitar itu lalu Ibrahim pergi lagi meninggalkan mereka dalam kurun waktu yang dikehendaki Allah. Setelah itu, Ibrahim datang kembali untuk menemui mereka namun dia tidak mendapatkan Ismail hingga akhirnya dia mendatangi istri Ismail lalu bertanya kepadanya tentang Ismail. Istrinya menjawab, “Dia sedang pergi mencari nafkah untuk kami.” Lalu Ibrahim bertanya lagi, “Bagaimana keadaan kalian?”
Dia bertanya kepada istrinya Ismail tentang kehidupan dan keadaan hidup mereka. Istrinya menjawab, “Kami selalu dalam keadaan baik-baik saja dan cukup.” Istri Ismail juga memuji Allah.
Ibrahim bertanya, “Apa makanan kalian?” Istri Ismail menjawab, “Daging.”
Ibrahim bertanya lagi, “Apa minuman kalian?” Istri Ismail menjawab, “Air.” Maka Ibrahim berdoa, “Ya Allah, berkahilah mereka dalam daging dan air mereka.”
Nabi SAW bersabda, “Saat itu belum ada biji-bijian di Makkah dan seandainya ada tentu Ibrahim sudah mendoakannya.” Sabda beliau lagi, “Dan dari doa Ibrahim tentang daging dan air itulah, tidak ada seorang pun selain penduduk Makkah yang mengeluh bila yang mereka dapati hanya daging dan air.”
Ibrahim selanjutnya berkata, “Jika nanti suamimu datang, sampaikan salam dariku kepadanya dan perintahkanlah dia agar memperkokoh palang pintu rumahnya.”
Ketika Ismail datang, dia berkata, “Apakah ada orang yang datang kepadamu?” Istrinya menjawab,
“Ya. Tadi ada orang tua dengan penampilan sangat baik datang kepada kita dan istrinya memuji Ibrahim. Dia bertanya kepadaku tentang kamu, maka aku terangkan lalu dia bertanya kepadaku tentang keadaan hidup kita, maka aku jawab bahwa aku dalam keadaan baik.”
Ismail bertanya, “Apakah orang itu memberi pesan kepadamu tentang sesuatu?”
Istrinya menjawab, “Ya. Dia memerintahkan aku agar aku menyampaikan salam darinya kepadamu dan berpesan agar kamu mempertahankan palang pintu rumahmu.”
Ismail berkata, “Dialah ayahku dan palang pintu yang dimaksud adalah kamu. Dia memerintahkanku untuk mempertahankan kamu.” Kemudian Ibrahim meninggalkan mereka sampai waktu yang Allah kehendaki. (HR. Bukhari, no. 3364)