Amjad Khazem tak kuasa menahan tangis. Dengan hati remuk, ia menyaksikan buldoser Israel menghancurkan rumah dan toko miliknya pada Senin lalu di Kamp Pengungsi Jenin, Tepi Barat utara. Tak hanya itu, 11 rumah milik saudara-saudaranya juga dihancurkan sekaligus, ditambah lebih dari 10 toko keluarga mereka.
“Ini penghinaan yang luar biasa. Mereka tidak meninggalkan satu pun rumah atau toko. Saya berusia 64 tahun, lahir dan tumbuh di sini, rumah ini dibangun bahkan sebelum saya lahir. Tidak ada rasa sakit yang lebih besar dari ini,” ujar Khazem dengan suara bergetar kepada Al Jazeera Net.
Tak hanya kehilangan atap tempat berteduh, Khazem dan saudara-saudaranya juga kehilangan sumber penghidupan setelah toko-toko mereka yang menafkahi keluarga habis dihancurkan.
Sepertiga Kamp Jenin Lenyap
Dalam enam bulan terakhir, lebih dari sepertiga Kamp Jenin telah dihancurkan oleh Israel, menurut catatan pemerintah kota. Bulan lalu, Israel mengumumkan rencana untuk menghancurkan 95 bangunan di kamp tersebut. Hingga kini, diperkirakan sudah hampir 1.000 rumah dari total 3.200 rumah di sana rata dengan tanah.
Sementara itu, di Kamp Tulkarem, Israel juga terus menghancurkan rumah-rumah warga sejak lima bulan terakhir. Pada Senin lalu saja, Israel mengancam akan merobohkan 104 rumah tambahan.
Gubernur Tulkarem, Abdullah Kamil, mengeluarkan pernyataan keras, mendesak dunia internasional agar menekan Israel menghentikan kebijakan penghancuran ini. “Diamnya masyarakat internasional mendorong Israel semakin brutal,” tegasnya. Kamil menilai kebijakan ini sebagai kejahatan perang yang jelas melanggar hukum internasional, hukum humaniter, serta hak dasar manusia atas tempat tinggal yang aman.
Dalih Palsu untuk Mengusir
Tindakan penghancuran rumah bukan hanya terjadi di kamp-kamp pengungsi. Israel juga rutin merobohkan rumah-rumah di seluruh wilayah Tepi Barat dengan alasan palsu.
Contohnya, pada Selasa lalu, Israel menghancurkan sebuah rumah di Qalqilya dengan alasan terletak di Area C. Di desa Al-Zawiya, selatan Jenin, sebuah bangunan dua lantai juga dihancurkan dengan dalih serupa.
Israel bahkan mengancam akan menghancurkan rumah keluarga syahid Raafat Dawasa di Silat al-Harithiya, barat Jenin, yang dituduh melakukan serangan bersenjata sebelum gugur pada Agustus 2024.
Dalam beberapa bulan terakhir, puluhan rumah di Barta’a, desa-desa Tulkarem, Salfit, Jericho, serta rumah-rumah para syuhada di Hebron dan Nablus turut dihancurkan.
Ada tiga dalih yang digunakan Israel untuk merobohkan rumah:
1. Penghancuran militer: paling destruktif, dilakukan tanpa peringatan, menyebabkan kerusakan luas seperti yang terjadi di Jenin, Tulkarem, dan Tubas.
2. Penghancuran hukuman: sebagai balasan terhadap para pejuang atau keluarganya.
3. Penghancuran administratif: paling umum, untuk membatasi pembangunan Palestina, terutama di Area C (60% wilayah Tepi Barat).
Israel masih menggunakan hukum kolonial Inggris 1945, yang awalnya ditujukan untuk memadamkan pemberontakan Palestina. Meski hukum itu dinilai usang dan tak sesuai lagi oleh pengadilan militer Israel sendiri, mereka tetap memanfaatkannya untuk menghukum seluruh keluarga.
Pelanggaran Berat dan Upaya Pembersihan Etnis
Organisasi HAM menegaskan bahwa Israel tidak membedakan wilayah yang diatur Otoritas Palestina atau Area C. Bahkan, rumah-rumah di Ramallah dan Nablus juga dihancurkan tanpa menghormati perjanjian pembagian wilayah.
Direktur Jenderal Komisi Independen HAM Palestina, Ammar Dwaik, menyebut penghancuran massal di Kamp Jenin dan Tulkarem sebagai bentuk pembersihan etnis terbesar dekade ini. Tidak ada data pasti berapa banyak rumah yang dihancurkan, sebab kamp-kamp itu ditutup rapat dan lembaga HAM dilarang masuk.
“Ini adalah kebijakan sistematis untuk mengosongkan Area C dan beberapa Area B dari penduduk Palestina, juga mengosongkan kamp-kamp pengungsi dan mengubah demografinya,” kata Dwaik kepada Al Jazeera Net.
Ia juga menegaskan bahwa warga Al-Quds (Yerusalem) terus ditolak saat mengajukan izin mendirikan rumah, lalu rumah mereka dihancurkan dengan alasan “tak berizin”.
Dwaik meminta agar dunia mendokumentasikan kejahatan ini dan menuntut negara-negara yang memiliki hubungan dengan Israel agar mengambil langkah nyata, termasuk mengancam sanksi bila penghancuran tidak dihentikan.
“Penghancuran rumah dan pengusiran paksa penduduk adalah kejahatan perang yang nyata,” tegasnya.
Angka-angka Mengejutkan
Data PBB (OCHA) mencatat, antara 7 Oktober 2023 hingga 7 Oktober 2024, Israel telah menghancurkan 1.787 bangunan, termasuk 800 rumah berpenghuni. Akibatnya, lebih dari 4.000 warga kehilangan tempat tinggal.
Sejak awal 2024 hingga April saja, tercatat 465 bangunan dihancurkan dengan dalih tak memiliki izin, termasuk 56 bangunan yang dibiayai donor asing. Ini mengakibatkan setidaknya 445 orang mengungsi.
Dalam periode yang sama, 11 rumah dihancurkan sebagai hukuman, dan 65 orang dipaksa diusir.
Pada Juni lalu, Israel menghancurkan lebih dari 20 bangunan di kamp Jenin, Tulkarem, dan Nur Shams. Total, sejak agresi ke Gaza dimulai, jumlah bangunan yang dihancurkan di Tepi Barat diperkirakan mencapai 2.400–2.500 unit, termasuk rumah-rumah dan fasilitas penting lain.