Brigadir Jenderal Elias Hanna, pakar strategi militer, menilai rencana Israel untuk menduduki Kota Gaza dalam waktu empat bulan hanyalah ilusi dan mustahil diwujudkan.
Dalam analisis militernya, Hanna menjelaskan bahwa “jadwal-jadwal panjang” seperti itu sering diumumkan dalam perang, namun jarang benar-benar dilaksanakan di lapangan.
Pekan lalu, kabinet keamanan Israel menyetujui rencana untuk menguasai Kota Gaza dan kamp-kamp pengungsi. Sementara itu, pada Minggu, Kepala Staf Tentara Pendudukan, Eyal Zamir, juga menyetujui rencana tahap berikutnya dari operasi militer “Kereta Gideon” di Jalur Gaza.
Namun Hanna menegaskan, pengalaman membuktikan bahwa Israel berulang kali gagal menepati tenggat yang mereka tetapkan sendiri. Ia menyinggung dua batas waktu sebelumnya (27 Oktober dan akhir Desember 2023) yang dicanangkan untuk mengakhiri pertempuran, membebaskan tawanan, dan menguasai Gaza, tetapi semuanya kandas.
Bahkan, menurut pernyataan mantan Kepala Staf Herzl Halevi, hanya untuk menguasai Kota Gaza saja dibutuhkan waktu empat bulan, sementara untuk “membersihkan wilayah” diperlukan satu tahun penuh. Itu pun dinilai terlalu panjang dan sulit dipenuhi.
Faktor Waktu Berbalik Arah
Hanna menekankan bahwa faktor waktu justru tidak menguntungkan bagi Israel maupun Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, yang kini berstatus buronan Mahkamah Pidana Internasional.
Di satu sisi, operasi infiltrasi yang berlarut-larut membuat kemampuan militer Israel terkikis. Di sisi lain, pertempuran yang menanti di jantung Kota Gaza (terutama di kawasan kota tua) akan menghadirkan tantangan besar berupa pertempuran jarak dekat, yang sangat melelahkan dan berisiko tinggi.
Kondisi ini, menurut Hanna, menjadikan target Israel menduduki Gaza dalam empat bulan tidak realistis. Bahkan, jika perlawanan terus bertahan dan meningkatkan intensitas serangannya, operasi militer Israel berpotensi terseret hingga bertahun-tahun.
Perlawanan Dinamis
Lebih jauh, Hanna menilai taktik perlawanan Palestina tidak statis, melainkan terus beradaptasi dengan manuver dan tujuan militer Israel.
Saat ini, fokus utama tentara Israel adalah merebut Kota Gaza. Untuk itu, mereka tengah mengerahkan pasukan besar dan menyebarkannya di berbagai titik strategis. Beberapa kawasan seperti Zeitun (yang terbesar dan paling vital) serta Shujaiya dan Tuffah digunakan sebagai basis tekanan untuk melemahkan konsentrasi perlawanan.
Tetapi, Hanna menekankan bahwa persiapan besar Israel itu justru membutuhkan waktu panjang, termasuk pemanggilan pasukan cadangan, rotasi pasukan, hingga upaya mengevakuasi warga sipil. Waktu inilah yang akan dimanfaatkan oleh perlawanan untuk mengintensifkan operasi dan memperkuat kembali barisan mereka.
Sumber: Al Jazeera