Pertempuran sengit antara pejuang perlawanan Palestina dan pasukan pendudukan Israel di Jalur Gaza belum mereda, sementara perhatian dunia tertuju pada perundingan yang sedang berlangsung untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran tawanan.
Pertempuran tidak terbatas di satu wilayah saja, tetapi meluas dari utara hingga selatan Gaza. Menurut analis militer Brigadir Elias Hanna dalam wawancaranya dengan Al Jazeera, situasi ini tampak seperti “persiapan untuk kesepakatan yang sedang dinegosiasikan, serta upaya untuk memaksakan kondisi di lapangan sebelum kesepakatan tercapai.”
Militer Israel meningkatkan operasi militernya dalam beberapa hari terakhir dengan mengerahkan lima divisi elite, berharap bisa meraih “sesuatu” sebelum gencatan senjata diberlakukan dan pasukan kembali ke zona penyangga yang telah disepakati dalam perjanjian Januari lalu.
Menurut Hanna, Israel juga ingin menciptakan “citra kemenangan” demi memenuhi tujuan Operasi “Gerobak Gideon”, seperti klaim mereka yang menyebut berhasil menghancurkan 3 brigade perlawanan dari total 5 di Gaza, menewaskan hampir 20 ribu pejuang, serta menduduki 75% wilayah Gaza.
Menjelang penarikan pasukan yang direncanakan, Israel berupaya meninggalkan wilayah-wilayah yang mereka duduki dalam kondisi kosong dan hancur. Inilah yang menjelaskan tingginya korban di kalangan unit teknik mereka.
Target politik yang semula dicanangkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu (yang kini menjadi buronan Mahkamah Pidana Internasional) sudah tidak realistis lagi. Menurut Hanna, “kemenangan mutlak tidak dapat dicapai,” sehingga militer Israel kini mengajukan rencana baru terkait masa depan operasinya di Gaza.
Setelah lebih dari 45 hari sejak dimulainya Operasi “Gerobak Gideon”, militer Israel melaporkan kepada para pemimpin politik bahwa mereka hampir mencapai akhir tahap operasi ini, serta memperingatkan bahwa kelanjutan pertempuran dapat membahayakan para tentara Israel yang menjadi tawanan.
Hanna menjelaskan, Israel dalam operasi ini menerapkan pendekatan merebut wilayah sedikit demi sedikit untuk meminimalkan kerugian pasukan, namun gagal. Oleh karena itu, kini Israel berusaha “mengamankan pencapaian” dan beralih ke jalur politik untuk menyesuaikan strategi dan tujuan.
Beberapa hari lalu, Radio Tentara Israel melaporkan bahwa 30 perwira dan tentara Israel tewas di Gaza sejak Israel melanjutkan agresinya pada 18 Maret lalu, setelah sebelumnya menarik diri dari kesepakatan gencatan senjata Januari. Selain itu, menurut Haaretz, 20 tentara Israel tewas di Gaza sepanjang Juni lalu.