Gaza City – Militer Israel membunuh seorang perempuan hamil dan bayi dalam kandungannya dalam serangan di dekat kamp pengungsi Shati, saat agresi besar-besaran terhadap Kota Gaza terus berlanjut dengan sejumlah serangan yang menyasar warga sipil.
Sumber medis di Rumah Sakit al-Shifa melaporkan, selain korban tersebut, seorang anak juga syahid akibat serangan ke sebuah rumah di dekat kamp pada Senin (1/9), menurut kantor berita Wafa.
Israel juga melanjutkan gempuran ke distrik Zaitun dan Sabra di selatan Kota Gaza, di mana lebih dari 1.000 bangunan telah rata dengan tanah sejak operasi pendudukan kota dimulai bulan lalu. Sedikitnya 10 orang syahid di wilayah tersebut pada hari yang sama.
Pasar Diserang, Warga Panik
Kekacauan terjadi di pasar padat di Jalan Nasser, Gaza City, ketika serangan Israel menewaskan sedikitnya 4 orang dan melukai puluhan lainnya. Warga berlarian menyelamatkan diri di antara puing-puing.
“Mereka benar-benar panik. Tak tahu harus ke mana. Mereka berusaha mencari tempat aman, tapi tentara Israel terus menyerang tiap sudut kota,” lapor jurnalis Al Jazeera, Moath al-Kahlout.
Di Deir el-Balah, selatan Gaza, Israel juga menyerang sekelompok warga yang berlindung di Sekolah Al-Mazra’a. Rumah Sakit Al-Aqsa kemudian mengumumkan kematian Anas Saeed Abu Mughsib. Secara keseluruhan, sumber medis melaporkan 59 orang tewas di seluruh Jalur Gaza pada Senin.
Kelaparan Buatan Manusia
Selain serangan, warga Gaza kini menghadapi ancaman kelaparan akut akibat blokade Israel. Tiga bayi dilaporkan meninggal pada Senin karena kekurangan gizi. Anak-anak menyumbang lebih dari sepertiga dari hampir 350 korban jiwa akibat kelaparan sejak perang dimulai Oktober 2023.
Otoritas menyebut, truk bantuan yang diizinkan Israel masuk bulan lalu hanya mampu memenuhi 15 persen kebutuhan penduduk. Namun, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menolak laporan badan pangan dunia (IPC) yang menyatakan kelaparan telah terjadi di Gaza, dan menyebutnya sebagai “kebohongan total”.
Menteri Luar Negeri Inggris David Lammy mengecam sikap Israel. “Ini bukan bencana alam, melainkan kelaparan buatan manusia di abad ke-21,” ujarnya. Ia mendesak respons kemanusiaan besar-besaran agar lebih banyak nyawa bisa diselamatkan.