Di Gaza yang tercekik blokade, bahkan bantuan bisa mematikan. Seorang bocah bernama Saeed Kamal Abu Younis syahid ketika paket bantuan yang dijatuhkan dari udara menghantamnya di Khan Younis, menambah daftar panjang korban perang yang mati bukan hanya karena peluru, tapi juga kelaparan.

Kementerian Kesehatan Gaza mencatat empat kematian akibat kelaparan dalam 24 jam terakhir. Sembilan warga yang mencoba mengakses bantuan pun gugur. Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal WHO, menyebut Juli lalu sebagai bulan dengan tingkat malnutrisi anak tertinggi yang pernah tercatat di Gaza, lebih dari 12.000 anak di bawah lima tahun kini terjebak dalam lingkaran lapar. Ia mendesak penyaluran bantuan yang masif dan tanpa henti melalui segala jalur yang memungkinkan.

Médecins Sans Frontières mengecam lokasi distribusi bantuan yang dikelola Gaza Humanitarian Foundation sebagai “jebakan maut” dan penghinaan terhadap martabat manusia. Mereka mendesak mekanisme distribusi itu dihentikan segera, serta meminta donor negara dan swasta berhenti mendanainya. Dalam periode 7 Juni–24 Juli saja, dua pusat MSF di dekat titik distribusi menerima 1.380 korban luka; 28 di antaranya meninggal.

Sementara itu, serangan udara dan artileri Israel terus menambah korban. Sejak Kamis dini hari, 43 warga Palestina tewas. Serangan drone menghantam rumah di Hayy al-Tuffah, Gaza timur, sementara artileri membombardir Khan Younis dan Deir al-Balah. Serangan lain menghantam tiga rumah di sekitar Masjid al-Ibki.

Didukung penuh Amerika Serikat, Israel sejak 7 Oktober 2023 menjalankan kampanye yang oleh banyak pihak disebut sebagai genosida: membunuh, menghalangi bantuan, menghancurkan infrastruktur, dan mengusir paksa penduduk. Hingga kini, korban jiwa di Gaza mencapai 61.258 orang, dengan 152.045 luka-luka, lebih dari 9.000 hilang, ratusan ribu mengungsi, dan kelaparan yang terus merenggut nyawa—termasuk puluhan anak setiap bulannya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here