Spirit of Aqsa, Palestina- Kantor HAM PBB (OHCHR) mengatakan, situasi di Tepi Barat mengkhawatirkan dan memerlukan tindakan segera. Hal itu dikarenakan tindakan kekerasan yang dilakukan ‘warga israel’ terhadap warga Palestina. Kelompok ekstremis Yahudi punya izin bawa senjata dan selalu meneror warga Tepi Barat di bawah perlindungan tentara Israel.
“Situasi di Tepi Barat, termasuk Al-Quds Timur mengkhawatirkan dan menyerukan tindakan segera mengingat terus meningkatnya pelanggaran,” kata jurubicara OHCHR, Elizabeth Throssell, dikutip Agence France-Presse dan Al Jazeera, Sabtu (4/11). Dia menyampaikan hal tersebut dalam pengarahan rutin di Jenewa pada Jumat (3/11).
Kementerian Kesehatan Palestina melaporkan sekitar 140 warga Palestina syahid di Tepi Barat sejak 7 Oktober. Throssell menambahkan, “Pasukan Israel semakin banyak menggunakan taktik dan senjata militer dalam konteks operasi penegakan hukum.”
“Kekerasan warga Israel, yang telah mencapai tingkat rekor, juga meningkat pesat, mencapai rata-rata tujuh serangan per hari, dan lebih dari sepertiganya menggunakan senjata api.”
Dia menegaskan, esktremis Yahudi sering kali mengenakan seragam militer dan ditemani oleh anggota pasukan Israel. Mereka bertindak “dengan impunitas yang hampir sempurna.”
Dia menunjukkan, seluruh komunitas Palestina terpaksa meninggalkan tanah mereka karena tindakan kekerasan ini. Hal ini “mungkin merupakan pemindahan paksa penduduk yang merupakan pelanggaran serius” terhadap Konvensi Jenewa.
“Selama insiden berulang kali, pemukim mengeluarkan peringatan kepada komunitas Palestina untuk meninggalkan rumah mereka karena takut mati,” dan mencatat bahwa pasukan Israel “hanya menangkap dua pemukim karena menyerang warga Palestina dan membunuh seorang warga Palestina,” kata Elizabeth.
Di sisi lain, OHCHR juga melaporkan, pasukan penjajah Israel menangkap sekitar 2.000 warga Palestina, sementara “informasi yang kredibel dan konsisten menunjukkan adanya peningkatan baru dalam kasus penganiayaan terhadap tahanan, yang dalam banyak kasus bisa dianggap sebagai penyiksaan.”