Spirit of Aqsa– Bagian paling menyakitkan dalam situasi perang adalah tidak mengetahui nasib orang-orang yang kita cintai, kata Sarah Davies, petugas komunikasi Komite Internasional Palang Merah (ICRC) di Al-Quds.

“Ini bukan tentang kehilangan rumah atau tidak bisa makan atau tidak tahu darimana Anda bisa mendapatkan air. Ini tentang terpisah dari anggota keluarga Anda tanpa mengetahui apa yang terjadi pada mereka. Mungkin mereka hidup, dan Anda pasti telah berharap untuk itu, namun Anda juga memikirkan skenario terburuk. Tidak ada kejelasan akhir,” ujar dia.

Muhammad Anza dari Rafah, contohnya. Ia telah berminggu-minggu berupaya mencari pamannya yang hilang. Pamannya, Ibrahim Al-Shaer, telah hilang sejak awal Mei lalu.

Ketika militer Israel melancarkan serangan ke Rafah timur, tepatnya pada 6 Mei, Al-Shaer dan keluarganya diperintahkan untuk meninggalkan rumah mereka di sana. Beberapa hari kemudian, pamannya pulang ke rumah mereka karena hendak mengecek dan membawa beberapa barang yang tertinggal.

“Sejak hari itu, ia tidak pernah kembali, dan kami belum pernah mendengar kabar darinya,” kata Anza (19 tahun) kepada DW dari Gaza melalui panggilan telepon.

“Kami sedang dalam kondisi sangat khawatir. Kami ingin tahu di mana dia berada, kami ingin tahu apakah dia sudah mati, sehingga kami bisa menguburnya dan mengasihaninya, atau apakah dia ditahan (oleh militer Israel).”

Anza bercerita bahwa keluarganya sudah banyak berupaya untuk menemukan pamannya, mulai dari mencari ke rumah sakit hingga bertanya ke tetangga yang juga sempat kembali ke rumahnya dalam waktu yang berdekatan.

“Kami sudah menghubungi polisi, Palang Merah dan komite-komite lokal, namun kami tidak tahu di mana ia berada, dan tidak ada yang tahu,” kata Anza.

Saat ini, keluarga Al-Shaer, sama seperti keluarga-keluarga lainnya dengan nasib serupa, mulai mengalihkan upaya pencariannya melalui media sosial karena putus asa.

Selain Anza, Mohammed Al-Madhoun saat ini juga sedang berupaya mencari saudara laki-lakinya, Khalil, mantan pegawai Otoritas Palestina berusia 47 tahun yang mengungsi ke Khan Younis dari Gaza utara bersama saudara perempuannya.

“Istri saudara laki-laki saya dan ketiga anaknya tetap tinggal di Gaza utara. Ia sangat rindu dengan mereka dan beberapa kali berupaya kembali ke utara, meski ia tahu itu berbahaya,” kata Al-Madhoun.

“Pada 18 Mei, saya tidak menemukannya di tenda sebelah saya.”

Sejak saat itu, ponsel Khalil tak aktif. Pencarian ke rumah sakit dan Palang Merah tak juga membuahkan hasil. Begitupun di media sosial juga tak memberikan hasil.

Al-Madhoun menduga saudaranya sedang berupaya untuk kembali ke Gaza utara, atau mungkin ditahan militer Israel di pos pemeriksaan, atau bahkan telah tewas.

Ribuan Orang Hilang

Pembantaian di Gaza telah berlangsung sembilan bulan, dan ribuan warga Palestina dilaporkan hilang. Banyak dari mereka hilang karena tertimpa reruntuhan setelah serangan udara Israel.

Hancurnya blok-blok apartemen dan rumah-rumah karena pengeboman secara bersamaan telah mengubur siapapun yang berada di sekitar area tersebut.

Sayangnya, penyelamatan bagi mereka yang terkubur tak semudah yang dibayangkan. Layanan penyelamatan seringkali tak mampu menjangkau daerah-daerah tertentu akibat pertempuran. Kurangnya peralatan juga menyulitkan mereka dalam proses evakuasi.

Selain hilang tertimpa reruntuhan, ada pula beberapa warga lainnya yang hilang karena dihentikan di pos pemeriksaan Israel ketika sedang mencoba kembali ke Gaza utara atau pergi ke selatan.

Saat ini, tak ada yang tahu pasti berapa jumlah warga Palestina yang hilang. Namun, ICRC telah mencatat kurang lebih 6.500 kasus orang hilang di Gaza sejak awal konflik.

“Sejak tanggal 7 Oktober (2023), kami telah membuka saluran siaga bagi masyarakat untuk menghubungi kami jika mereka memiliki kerabat yang hilang karena alasan apapun, seperti tuduhan penahanan atau penangkapan, jika mereka terpisah saat evakuasi, atau jika mereka terluka atau terbunuh,” kata Davies.

Jenazah Tak Teridentifikasi

Banyak jenazah yang ditemukan pada akhirnya tak bisa teridentifikasi. Sampai dengan 10 Juni ini, sebanyak 9.839 jenazah yang sudah berada di kamar jenazah dilaporkan tak dapat diidentifikasi, menurut Kementerian Kesehatan Gaza.

Sementara itu, sebanyak 27.325 jenazah telah teridentifikasi. Sejauh ini, sebanyak lebih dari 37 ribu warga Palestina telah dikabarkan tewas dalam konflik Israel-Hamas. Angka tersebut telah mencakup kombatan dan warga sipil.

Sulit Menemukan Orang Hilang

Pencarian orang hilang sangatlah sulit dilakukan mengingat situasi di Gaza akhir-akhir ini. “Meskipun kami memiliki pengalaman luas dalam melakukan penelusuran di zona perang, saat ini penelusuran aktif tidak mungkin dilakukan,” kata Davies.

Palang Merah biasanya melakukan penelusuran aktif, yang dilakukan dengan berkeliling dan mengetuk pintu-pintu rumah untuk bertanya. Namun, orang-orang di Gaza saat ini “tidak memiliki pintu, dan mereka terus-menerus dipindahkan dan terusir lagi,” kata Davies.

ICRC memiliki lima operator saluran siaga di Gaza yang bertugas menerima informasi mendasar dari orang-orang yang hendak mencari kerabatnya yang hilang.

Setelahnya, informasi tersebut akan diteruskan kepada seorang spesialis penelusuran yang kemudian akan kembali menghubungi keluarga dari orang hilang itu untuk mulai menyusun dokumen.

“Operator saluran siaga mendengar cerita dari keluarga, dan itu sangat memilukan,” kata Davies.

Beberapa (orang) kehilangan banyak anggota keluarga atau terpisah dari beberapa anggota dari keluarga yang sama. Dan Anda tidak tahu apakah itu karena mereka tertimbun reruntuhan, atau karena kehilangan ponsel atau kartu SIM, dan itulah alasannya keluarga mereka tidak bisa menghubungi mereka, atau mereka berada di area tanpa koneksi dan internet, tapi mereka baik-baik saja.”

“Beberapa (orang) kehilangan banyak anggota keluarga atau terpisah dari beberapa anggota dari keluarga yang sama. Dan Anda tidak tahu apakah itu karena mereka tertimbun reruntuhan, atau karena kehilangan ponsel atau kartu SIM, dan itulah alasannya keluarga mereka tidak bisa menghubungi mereka, atau mereka berada di area tanpa koneksi dan internet, tapi mereka baik-baik saja.”

Hilang karena Ditangkap, Diduga Pejuang

Banyak warga Palestina yang ditahan berdasarkan Undang-Undang Kombatan yang Melawan Hukum Israel, yang memungkinkan militer Israel menangkap dan menahan mereka dalam waktu yang lama tanpa pengadilan, perwakilan hukum, atau perlindungan tawanan perang. Banyak pihak yang berkata bahwa hal tersebut tidak benar-benar terjadi. Walaupun ditangkap, mereka pasti akan dibebaskan kembali ke Gaza.

Namun, organisasi hak asasi manusia Israel di sisi lain telah melaporkan adanya pelecehan dan kekerasan parah terhadap para tahanan di pusat penahanan Sde Teiman di Israel tengah

Jessica Montell, direktur eksekutif HaMoked, sebuah organisasi hak asasi manusia Israel, mengatakan bahwa kebanyakan permintaan penelusuran yang ia terima berasal dari keluarga yang tidak tahu apakah kerabatnya telah ditahan, dibunuh, atau memang belum ditemukan. Montell kemudian menambahkan, Israel telah “menolak untuk melacak orang hilang dari Gaza, bertentangan dengan praktik sebelumnya dan kewajiban hukumnya.”

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here