Setelah menggempur kamp pengungsi Jenin dan Tulkarm sejak Januari lalu, militer Israel melancarkan serangan besar-besaran ke Kamp Balata di timur Nablus, Tepi Barat, pada Rabu (9/4/2025). Serangan ini disebut sebagai bagian dari operasi berskala luas di kawasan utara Tepi Barat, sebagaimana diumumkan oleh juru bicara militer, Shin Bet, dan kepolisian Israel. Media Israel melaporkan bahwa dua unit pasukan khusus dan tiga batalion tambahan terlibat dalam operasi di kamp tersebut.
Serangan ini terjadi kurang dari sebulan setelah operasi serupa di Kamp Al-Ain, yang menyebabkan lebih dari 40 keluarga mengungsi dan ancaman pembongkaran terhadap sekitar 80 rumah.
Di Kamp Balata, militer Israel menyerbu dari berbagai penjuru dengan puluhan kendaraan dan pasukan infanteri, serta menyisir wilayah padat seperti Haret al-Jammasin dan Jalan Pasar.
Tentara mendobrak rumah-rumah warga, menggeledah dengan kekerasan, dan mengusir tiga keluarga yang rumahnya dijadikan pos militer dan tempat interogasi lapangan. Mereka juga memberlakukan jam malam melalui pengeras suara.
Sedikitnya tiga warga dilaporkan terluka akibat tembakan langsung, sementara puluhan lainnya sesak napas karena gas air mata. Tentara Israel juga menyerang jurnalis dengan gas dan menghalangi petugas medis.
Ketua Komite Layanan Kamp Balata, Imad Zaki, menyebut operasi ini berbeda dari sebelumnya karena melibatkan ratusan tentara yang menyusup ke gang-gang dan melakukan penggeledahan mendalam dari rumah ke rumah, serta interogasi langsung terhadap banyak keluarga.
Menurut Zaki, tentara bahkan menggunakan drone untuk menyisir gang-gang dan mencari simbol perlawanan seperti bendera Palestina atau mainan berbentuk senjata. Rumah-rumah warga dibongkar, bahkan tangki air di atap pun diperiksa.
Dia menilai operasi ini lebih bernuansa balas dendam ketimbang sekadar penghancuran infrastruktur seperti yang dilakukan di Jenin dan Tulkarm. Ia juga mengimbau warga agar tidak menuruti perintah evakuasi paksa dari pasukan pendudukan.
Pasukan Israel juga dilaporkan memperketat pengepungan di sebagian besar kawasan kamp, dan warga hanya bisa mengevakuasi pasien kritis seperti penderita ginjal dan kanker dengan kesulitan.
Jurnalis sekaligus warga Kamp Balata, Jamal Rayan, mengaku rumahnya digeledah brutal, anak-anaknya dikurung di satu ruangan, peralatan kerjanya dirusak, dan drone digunakan untuk memindai rumah melalui jendela sebelum penggerebekan.
Gubernur Nablus, Ghassan Daghlas, yang mengunjungi kamp setelah serangan, menyebut tindakan Israel sebagai “kebijakan gagal” yang menargetkan seluruh rakyat Palestina di tengah sikap diam dunia Arab dan internasional.
Dia menegaskan bahwa rakyat Palestina tidak bisa dicabut dari tanahnya, dan menyerukan dunia agar membuka mata terhadap agresi yang terus berlangsung.
Kamp Balata, yang dihuni lebih dari 33 ribu pengungsi dan merupakan kamp terbesar di Tepi Barat, telah mengalami puluhan penggerebekan sejak 7 Oktober.
Sekitar 30 warga telah dibunuh, ratusan rumah dihancurkan, dan banyak keluarga diusir secara paksa. Sementara itu, pasukan Israel masih bercokol di kamp Jenin dan Tulkarm, di mana mereka meratakan ratusan rumah dan menyebabkan lebih dari 50 ribu warga mengungsi.
Sumber: Al Jazeera