Dokumentasi video yang dirilis oleh Brigade Al-Qassam, sayap militer Hamas, bukan sekadar klip aksi bersenjata. Bagi Osama Khaled, pakar militer dan keamanan, video itu adalah pesan strategis yang dikirimkan kepada dua audiens sekaligus: rakyat Palestina dan militer Israel.
Operasi yang terjadi di timur Beit Hanoun, Gaza utara, dinilai sebagai pencapaian militer yang tidak biasa—baik dari sisi waktu maupun lokasi. Dalam wawancara dengan Al Jazeera, Khaled menyebut tempat kejadian, Jalan Jakar, sebagai “wilayah tak bertuan” yang berada di garis kontak langsung dengan pasukan pendudukan.
Melakukan serangan di sana, kata dia, bukan hanya tindakan nekat, tetapi juga bukti kesiapan dan keberanian tempur pejuang.
Komando dan Perencanaan yang Rapi
Dalam video yang dirilis Al-Qassam, terlihat bagaimana mereka menyergap kendaraan militer Israel jenis Storm, lalu menjebak pasukan penyelamat yang datang dengan ranjau anti-personel. Tak berhenti di situ, mereka juga menghantam pos Israel dengan empat peluncur RPG dan serangan mortir bertubi-tubi.
Menurut Khaled, operasi ini adalah cerminan dari penerapan prinsip-prinsip perang klasik yang dilakukan dengan sangat disiplin: mulai dari kejelasan tujuan, koordinasi, pengintaian, hingga penempatan pasukan cadangan.
Ia menyebut operasi ini sebagai “serangan manuver yang menyakitkan”, di mana seluruh unit—baik organik maupun pendukung—bergerak serempak dengan ketepatan luar biasa.
Intelijen yang Tetap Tajam di Tengah Perang
Meski perang telah berlangsung lebih dari enam bulan, Khaled menilai sayap intelijen Al-Qassam tetap bekerja optimal. Operasi ini, menurutnya, tak lepas dari pengintaian diam-diam dan penyusupan bertahap ke garis musuh yang dilakukan sebelumnya.
Hasilnya, Al-Qassam mampu memetakan pergerakan pasukan Israel secara akurat.
Hal ini membuktikan bahwa meskipun Israel berulang kali mengklaim telah menghancurkan infrastruktur Hamas, kemampuan tempur Al-Qassam—termasuk intelijen mereka—masih sangat aktif dan presisi.
Membangun Narasi Kemenangan
Bagi Khaled, dokumentasi video yang disiapkan secara profesional bukan sekadar alat propaganda, melainkan bagian dari strategi psikologis.
Tujuannya bukan hanya menyuntikkan semangat di kalangan rakyat Palestina yang tengah terluka, tetapi juga mengguncang kepercayaan diri militer dan masyarakat Israel.
Dan hasilnya nyata. Media Israel menyebut operasi ini sebagai “kegagalan taktis besar” dan memicu gelombang kritik di dalam negeri terhadap kepemimpinan militer mereka.
Mewarisi Jejak Syuhada
Khaled menyamakan serangan di Beit Hanoun ini dengan operasi serupa yang pernah terjadi di lokasi militer Israel “Site 16” pada Perang 2014. Ia menyebut adanya kesinambungan dalam taktik dan semangat yang digunakan.
Menurutnya, ini adalah cara Al-Qassam menjaga nyala semangat perlawanan dan mewariskan keteguhan para syuhada kepada generasi pejuang berikutnya.
Stabil Meski Ditinggal Komandan
Menariknya, meski kehilangan sejumlah komandan utama akibat serangan udara Israel, Al-Qassam tetap mampu menjaga efektivitas dan kesinambungan operasi militernya.
Khaled menyebut hal ini sebagai bukti bahwa Al-Qassam bukan sekadar kelompok bersenjata, melainkan struktur militer yang telah matang—memadukan taktik militer konvensional dengan strategi gerilya khas medan perkotaan.
Di Tengah Genosida, Pesan Ini Kian Menguat
Serangan brutal Israel yang masih berlangsung sejak 7 Oktober 2023 telah menewaskan lebih dari 51.000 warga Palestina dan melukai lebih dari 117.000 lainnya, menurut data Kementerian Kesehatan Gaza.
Seluruh penduduk Gaza kini terusir dari rumah mereka, dan ribuan masih tertimbun reruntuhan.Di tengah reruntuhan itu, Al-Qassam mengirimkan pesan: mereka masih berdiri, masih bertempur, dan tak pernah meninggalkan medan juang.