Operasi penyergapan yang dilakukan oleh pejuang Al-Qassam di timur Beit Hanoun bukan sekadar serangan biasa. Kolonel Hatem Karim Al-Falahi, pakar militer dan strategi, menegaskan bahwa operasi “Kasar al-Saif” telah memaksa militer pendudukan Israel mengkaji ulang strategi perangnya, sekaligus memberi pukulan telak terhadap moral tentaranya.

Dalam sesi analisis militer yang disiarkan Senin ini, Al-Falahi menjelaskan bahwa nilai strategis operasi ini terletak pada lokasinya: wilayah terbuka yang selama enam bulan terakhir diklaim sepenuhnya dikuasai Israel dan dijadikan “zona penyangga”.

Sejak 27 Oktober 2023, wilayah tersebut disebut-sebut telah diamankan dari kehadiran pejuang. Namun, realitas di lapangan berkata lain.

Melalui video yang dirilis Al-Qassam, publik disuguhkan detik-detik serangan presisi yang dimulai dari penyergapan kendaraan militer jenis Storm, dilanjutkan dengan peledakan bom anti-personel terhadap pasukan bantuan, hingga serangan RPG dan mortir ke sebuah pos militer baru milik tentara Israel.

Semuanya berlangsung di Jalan Al-Audah, timur Beit Hanoun.

Menurut Al-Falahi, keberhasilan Al-Qassam menembus dan menyerang di zona yang diklaim “aman” menunjukkan lemahnya kendali militer Israel atas wilayah terbuka.

“Jika tentara Israel tak mampu menguasai area semacam ini, bagaimana mereka akan bertahan di wilayah-wilayah yang padat penduduk?” tanyanya retoris.

Kekalahan Pertama di Zona Aman

Operasi “Kasar al-Saif” terjadi di saat Israel menggembar-gemborkan rencana memperluas pendudukan hingga menguasai 50% wilayah Gaza.

Namun, kata Al-Falahi, rekaman video dari medan tempur justru membongkar kenyataan: militer Israel tak hanya kehilangan kendali, tapi juga kehilangan arah dalam mengelola pertempuran.

Dampaknya sangat terasa, terutama bagi psikologis pasukan Israel. “Kehilangan prajurit, ditambah luka-luka dan kegagalan teknis, berdampak langsung pada semangat tempur—bukan hanya di satu unit, tapi meluas ke seluruh front,” jelasnya. Ia menyebut bahwa perang yang berlangsung berbulan-bulan telah menggerogoti stamina dan efektivitas tempur Israel.

Al-Falahi juga menyoroti presisi dan disiplin dalam operasi ini. Setiap langkah disusun rapi: dari pemilihan target, penggunaan bahan peledak, hingga teknik serangan bertahap yang disertai gangguan mortir untuk mengamankan jalur evakuasi pejuang.

“Semua ini mencerminkan perencanaan militer matang dan kecakapan lapangan yang tinggi,” ujarnya.

Pesan Terbuka untuk Israel

Bagi Al-Falahi, tayangan operasi ini adalah pesan strategis yang dikirim langsung ke jantung militer Israel: bahwa faksi-faksi perlawanan di Gaza tidak hanya bertahan, tapi siap menyerang dengan presisi dan daya gempur yang tidak bisa diremehkan.

“Taktik-taktik ini bukan kebetulan. Ini adalah hasil dari akumulasi pengalaman dan kesiapan tempur yang serius,” tegasnya.

Operasi “Kasar al-Saif” bukan sekadar aksi militer. Ia adalah pernyataan bahwa medan tempur Gaza tetap menjadi ladang perlawanan—dan bahwa siapapun yang mencoba menaklukkannya akan dipaksa membayar mahal.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here