Spirit of Aqsa, Palestina- Penyeberangan Rafah menyaksikan kepulangan warga Palestina ke Jalur Gaza. Keputusan itu bukan perkara mudah, bisa bertahan hidup sebagai murabith atau syahid dalam memperjuangkan hak.
Jaringan media Asharq Al Aswat menjadi saksi akan hal itu. Wartawan Al Aswat melaporkan dari penyebarangan Rafah, banyak warga Palestina yang sempat mengungsi di Mesir memilih kembali ke Jalur Gaza. Gelombang kepulangan itu dimulai sejak Jumat (24/11) atau hari pertama gencatan senjata dimulai.
Para pengungsi itu umumnya ‘terdampar’ di Sinai utara, Kota Arish, Kairo, Mesir dan beberapa wilayah Mesir yang lain. Saat gencatan senjata dimulai, mereka memilih kembali ke Tanah Air untuk bergabung dengan para murabith lain.
Ayman Haniyeh (40 taun) menghabiskan 50 hari di Kota Al-Arish di rumah salah satu kerabatnya. Dia kembali ke Jalur Gaza dan berharap bisa bertemu dengan anak-anaknya.
Ada satu hal menarik yang disorot Al Aswat, Ayman dan warga Gaza kembali ke Tanah Air mereka dengan tersenyum. Memang ada ‘kematian’ yang menanti di sana, tapi “Kematian di tanah air lebih baik dari pada hidup di luar tanah air,” katanya,
“Saya tidak tahu bagaimana saya akan mengatur situasi saya di Gaza setelah saya kembali. Saya bahkan tidak tahu bagaimana saya akan mencapai Jalur Gaza, atau bagaimana saya akan menjangkau anak-anak saya,” ujar dia melanjutkan.
Attiya Abu Fadl (30 tahun) juga menunjukkan hal serupa. Dia membawa tas menunggu giliran memasuki terminal Mesir menuju Penyebarangan Rafah. Dia akan kembali ke Khan Yunis, Jalur Gaza Selatan.
“Kondisi di Jalur Gaza sangat sulit dan semua orang mengetahui hal itu, dan terlepas dari semua itu, kami ingin kembali ke rumah dan keluarga kami,” tuturnya.