Gencatan senjata kali ini diyakini memiliki peluang lebih besar untuk bertahan. Alasannya, perhatian dunia terhadap kondisi kemanusiaan di Gaza semakin besar, sementara Israel kian terisolasi di panggung internasional. Hal itu disampaikan Tamer Qarmout, Associate Professor di Doha Institute for Graduate Studies.

“Ini adalah momen penting dalam sejarah. Kita melihat semakin banyak negara mulai mengakui negara Palestina, sementara Israel justru makin terasing secara diplomatik. Di saat yang sama, Amerika Serikat bergerak cepat, bukan hanya untuk membela Israel, tetapi juga mencegahnya terjerumus lebih jauh dalam proyek genosida yang merusak legitimasi mereka di mata dunia,” kata Qarmout, dikutip Al Jazeera.

Menurutnya, kombinasi tekanan internasional, perubahan opini publik global, serta dinamika politik kawasan membuat Presiden AS Donald Trump ikut turun tangan.

“Ada kalkulasi strategis di sini. Trump ingin tampil sebagai sosok yang mengambil peran dalam perdamaian,” ujarnya.

Selain itu, kata Qarmout, kini mulai terlihat adanya “penyelarasan sikap” antara aktor-aktor utama konflik, termasuk negara-negara Teluk (GCC), yang sebelumnya terbelah dalam isu Palestina. Koordinasi politik regional yang semakin solid membuat peluang keberlanjutan gencatan senjata menjadi lebih realistis dibanding sebelumnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here