Spirit of Aqsa, Al-Quds- Keluarga Ratib Matar semakin berkembang. Mereka membutuhkan lebih banyak ruang. Sebelum cucu perempuannya yang sekarang berusia 4 dan 5 tahun lahir, Matar membangun tiga apartemen di lereng timur yang menghadap lanskap kuno Al-Quds. Kontraktor konstruksi berusia 50 tahun itu pindah bersama saudara, semuanya berjumlah 11 orang, ditambah beberapa angsa.
Tapi Matar tidak pernah tenang. Setiap saat, petugas penegak aturan penjajah Israel dapat mengetuk pintunya dan mengambil semuanya. Momen itu terjadi pada 29 Januari, beberapa hari setelah seorang pria bersenjata membunuh tujuh orang di Al-Quds timur, serangan paling mematikan di ibu kota yang diperebutkan sejak 2008.
Menteri Keamanan Nasional penjajah Israel Itamar Ben-Gvir menyerukan tidak hanya penyegelan rumah keluarga penyerang, tetapi juga penghancuran langsung puluhan rumah Palestina yang dibangun tanpa izin di Al-Quds timur, di antara langkah-langkah hukuman lainnya.
Hanya beberapa jam setelah komentar Ben-Gvir, buldoser pertama bergemuruh ke lingkungan Matar di Jabal Mukaber. Bagi banyak orang Palestina, langkah penghancuran rumah adalah bagian dari pertempuran lebih luas pemerintah ultranasionalis Israel untuk menguasai Yerusalem timur.
Penjajah Israel mengatakan, penghancuran itu hanya menegakkan peraturan bangunan. Ben-Gvir memposting foto di Twitter tentang buldoser mencakar rumah Matar. “Kami akan melawan terorisme dengan segala cara yang kami miliki,” tulisnya, meskipun rumah Matar tidak ada hubungannya dengan serangan penembakan Palestina.
Saudara laki-laki dan anak laki-laki Matar tinggal di samping puing-puing rumahnya. Mereka minum kopi pahit dan menerima tamu seolah-olah sedang berkabung. “Kami berusaha sangat keras untuk membangun, tetapi sia-sia,” ujar Matar.
Sebagian besar apartemen Palestina di Al-Quds timur dibangun tanpa izin karena ini sulit didapat. Sebuah studi tahun 2017 oleh PBB menggambarkannya sebagai hampir tidak mungkin untuk mengamankan izin pembangunan.
Matar mengatakan, penjajah Israel menolak permohonan izin bangunannya dua kali karena wilayahnya tidak dikategorikan untuk pembangunan perumahan. Dia sekarang mencoba untuk ketiga kalinya.
Hukuman untuk bangunan yang dianggap tidak sah seringkali berupa pembongkaran. Jika keluarga tidak merobohkan rumahnya sendiri, penjajah Israel menagih untuk pekerjaan itu. Matar takut akan tuntutan ini, dia tahu tetangga yang membayar lebih dari 20 ribu dolar AS untuk menghancurkan rumah mereka.
Sekarang Matar dan keluarganya tidak memiliki tempat tinggal dan menumpang bersama kerabat. Dia bersumpah untuk membangun kembali di atas tanah yang diawarisi dari kakek neneknya, meskipun dia tidak percaya pada sistem hukum penjajah Israel.
“Mereka tidak menginginkan satu pun warga Palestina di seluruh Al-Quds,” kata Matar.
Bulan lalu, menurut laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Israel menghancurkan 39 rumah, bangunan, dan bisnis Palestina di Al-Quds timur, menggusur lebih dari 50 orang. Tindakan ini lebih dari seperempat dari jumlah total pembongkaran pada 2022.
Penjajah Israel mengalokasikan sedikit tanah untuk pembangunan Palestina, sambil memfasilitasi perluasan permukiman Israel. Sedikit properti Palestina didaftarkan sebelum Israel menganeksasi Al-Quds timur pada 1967, sebuah langkah yang tidak diakui secara internasional. (Republika)