Spirit of Aqsa, Palestina – Parlemen penjajah Israel pada Kamis 10 Maret 2022 mengesahkan undang-undang yang menolak naturalisasi bagi warga Palestina dari Tepi Barat yang diduduki atau Gaza yang menikah dengan warga Israel. Undang-undang itu memaksa ribuan keluarga Palestina untuk beremigrasi atau hidup terpisah.

Beberapa anggota Knesset (sebutan untuk Parlemen Israel) mengatakan, undang-undang itu dimaksudkan untuk mencegah kembalinya pengungsi Palestina secara bertahap yang diusir dari rumah mereka oleh pendudukan brutal Israel. Sementara penjajah Israel bersiap untuk menerima ribuan pengungsi Ukraina.

Apa yang disebut undang-undang kewarganegaraan disahkan tepat sebelum Knesset dibubarkan untuk reses liburan dengan suara mayoritas 45-15 yang melintasi garis koalisi-oposisi.

Ini menggantikan perintah sementara serupa yang pertama kali disahkan pada  2003. Undang-undang diperbaharui setiap tahun hingga berakhir Juli lalu, ketika Knesset gagal mendapatkan mayoritas sederhana yang diperlukan untuk memperpanjangnya.

Beberapa anggota Knesset mengatakan, itu dimaksudkan untuk mencegah hak pemulangan bertahap bagi pengungsi Palestina yang diusir dari rumah mereka atau melarikan diri selama perang 1948 seputar pembentukan Israel. Sementara di saat bersamaan Israel bersiap untuk menerima ribuan pengungsi Ukraina.

“Negara Israel adalah Yahudi dan akan tetap ada,” kata Simcha Rothman dari Partai sayap kanan Religious Zionism, anggota oposisi yang mengajukan undang-undang tersebut kepada Menteri Dalam Negeri Ayelet Shaked.

“Hari ini, perisai pertahanan Israel akan diperkuat secara signifikan,” katanya kepada Knesset beberapa jam sebelum pemungutan suara, seperti dikutip Al Araby, Jumat 11 Maret 2022.

Namun, para kritikus mengatakan undang-undang tersebut mendiskriminasi 21 persen minoritas Arab Israel, dengan melarang mereka memperluas kewarganegaraan dan hak tinggal permanen kepada pasangan Palestina. Warga Arab ini merupakan warga Palestina karena warisan dan Israel berdasarkan kewarganegaraan.

Namun, para kritikus mengatakan undang-undang tersebut mendiskriminasi 21 persen minoritas Arab Israel, dengan melarang mereka memperluas kewarganegaraan dan hak tinggal permanen kepada pasangan Palestina. Warga Arab ini merupakan warga Palestina karena warisan dan Israel berdasarkan kewarganegaraan.

“Ini terlihat lebih xenofobia atau rasis (daripada undang-undang lain) karena tidak hanya memberikan hak dan keistimewaan ekstra kepada orang Yahudi, tetapi juga mencegah hak-hak dasar tertentu hanya dari penduduk Arab,” kata Reut Shaer, pengacara dari Association of Civil Rights in Israel.

Undang-undang tersebut juga melarang penyatuan warga negara Israel atau penduduk dan pasangannya dari ‘negara musuh’, seperti Lebanon, Suriah, dan Iran. Tetapi sebagian besar mempengaruhi wanita dan anak-anak Palestina,” tutur Shaer.

“Ini adalah bentuk ‘hukuman kolektif’, karena melanggar hak-hak seluruh penduduk berdasarkan asumsi rasis bahwa mereka semua rentan terhadap terorisme,” ucapnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here