Juru bicara Sekretaris Jenderal PBB, Stéphane Dujarric, menegaskan, pembunuhan warga Gaza saat mereka menunggu bantuan kemanusiaan adalah tindakan yang tidak dapat diterima. Ia menambahkan, “angka-angka tidak berbohong”, seraya menyoroti meningkatnya jumlah korban jiwa yang jatuh setiap hari di Gaza.

Sejak dimulainya genosida Israel atas Gaza pada 7 Oktober 2023, pendudukan Israel memperketat blokade, mencegah masuknya makanan dan obat-obatan, dan dalam tiga bulan terakhir, membuat jalur bantuan makin mustahil diakses.

Kini, hanya ada sedikit bantuan terbatas yang dibagikan oleh perusahaan swasta asal Amerika Serikat kepada sekitar 1,5 juta warga Gaza, sementara lembaga-lembaga PBB dan LSM internasional justru dihalangi.

“Kata ‘Tidak Dapat Diterima’ Sudah Tak Cukup Lagi

Dujarric mengaku bahwa istilah “tidak dapat diterima” bahkan terlalu lemah untuk menggambarkan tragedi kemanusiaan yang terjadi. Ia mengecam keras militerisasi dan politisasi bantuan, menyebut bahwa mereka yang dibunuh itu hanya ingin membawa pulang makanan bagi keluarga mereka yang kelaparan.

Dari laporan medis di rumah-rumah sakit Gaza, terkonfirmasi 80 warga Palestina gugur hanya dalam satu hari (Selasa), 56 di antaranya adalah orang-orang yang sedang menanti bantuan di Netzarim (tengah Gaza) dan Rafah (selatan Gaza).

Mereka dibunuh dengan peluru pasukan Israel saat mengantre di bawah terik dan ancaman senjata.

Bantuan yang Berubah Jadi Perangkap Maut

Sejak distribusi bantuan dikendalikan oleh perusahaan swasta Amerika, bukan lagi PBB atau UNRWA, jumlah korban jiwa dalam antrean bantuan meningkat drastis setiap hari. Mereka datang demi sesuap makanan, namun justru pulang dalam keadaan syahid atau terluka.

PBB secara terbuka menyatakan tidak puas dengan sistem distribusi bantuan yang dikendalikan Amerika. Dujarric bahkan menyebut metode distribusinya berisiko tinggi dan jauh dari harapan.

Ia menegaskan: “Tidak bisa diterima bahwa orang-orang terbunuh hanya karena ingin menyelamatkan hidup mereka dengan makanan.”

Berbagai organisasi HAM juga mengecam sistem distribusi ini sebagai tidak manusiawi dan mempermalukan warga Gaza, karena mereka harus mengekspos diri di hadapan sniper dan tentara Israel hanya untuk mendapat makanan.

Komitmen PBB Tetap Bertahan di Gaza

Meski terus disudutkan dan dituduh oleh Israel –terutama terhadap UNRWA–, PBB menyatakan tidak akan pergi dari Gaza.

Dujarric menegaskan, “Kami akan terus bekerja semampu kami dalam ruang sempit yang masih tersedia.”

Sejak awal perang, Israel berulang kali menyerang lembaga-lembaga PBB dan menuding UNRWA sebagai pendukung kelompok perlawanan. Tuduhan ini dijadikan alasan untuk menghentikan bantuan internasional, sekaligus menghambat distribusi makanan dan bahan bakar ke Gaza.

Namun, Dujarric menegaskan bahwa PBB tidak pernah mengklaim bisa bekerja sendiri. Ia menyerukan agar seluruh lembaga kemanusiaan diberi akses bebas dan aman untuk menjalankan tugas mereka dengan transparansi dan martabat.

“Waktu Hampir Habis”

Dujarric memperingatkan bahwa situasi sudah sangat genting: “Waktu hampir habis… stok makanan hampir habis… bahan bakar pun sudah menipis.”

Ia menegaskan perlunya akses cepat dan luas untuk membawa lebih banyak bantuan sebelum semuanya terlambat.

Ia menambahkan bahwa saat ini PBB membutuhkan akses langsung ke semua keluarga di Gaza, tanpa perantara, tanpa harus mengirim mereka ke tempat-tempat yang justru menjadi jebakan maut.

Meski PBB terus berusaha menjalin kontak dengan semua pihak (Israel, Amerika, organisasi kemanusiaan) Dujarric tidak bisa menyembunyikan rasa pesimisnya.

Ia menyebut situasi di Gaza sebagai “sangat parah dan tidak manusiawi”, dan mempertanyakan siapa yang benar-benar mampu mendorong perubahan nyata di lapangan.

Harapan Satu-satunya: Solusi Politik, Bukan Peluru

Satu-satunya masa di mana warga Gaza sedikit terbantu adalah saat terjadi pertukaran tawanan dan bantuan berhasil masuk secara terbatas. Karena itu, Dujarric menegaskan, tidak ada jalan lain untuk menyelamatkan Gaza selain melalui solusi politik dan diplomasi, bukan dengan bom, kelaparan, dan blokade.

Sumber: Al Jazeera

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here