Spirit of Aqsa, Palestina- Pembantaian terus berlanjut di Jalur Gaza. Semua jenis penderitaan bisa disaksikan di wilayah tersebut, seperti kehilangan orang tercinta, kelaparan, epidemi, dan lain sebagainya.

Namun, kondisi tersebut tidak menyurutkan semangat para murabith untuk tetap bertahan. Mereka memanfaatkan ragam sumber daya untuk bertahan hidup, meski tiap hari dibayangi kematian. Para suami tak melupakan kewajiban untuk mencari nafkah.

Setiap pagi, pedagang keliling Said Aql membuka lapak untuk barter barang dari para pengungsi. Dia berharap sistem barter tersebut bisa mendapatkan “likuiditas” untuk membeli barang kebutuhan lain untuk keluarganya.

Said Aql, yang juga merupakan seorang pengungsi dari kamp Nusseirat di tengah Jalur Gaza ke Rafah di ujung selatan sekitar 20 hari yang lalu, tidak pernah bekerja di bidang perdagangan. Namun, kondisi sulit karena pembantaian di Jalur sejak 7 Oktober, memaksa dia untuk melakukannya.

Said Aql menjual berbagai jenis biskuit, jus, dan makanan kaleng di gerobak keliling. “Saya bukan pedagang, keadaan membuat saya menjadi penjual agar bisa bertahan hidup, saya memiliki 7 anggota keluarga yang harus saya beri nafkah,” katanya, dikutip Aljazeera, Kamis (11/1/2024).

Ada sumber lain dari barang dagangan yang dijual oleh Aql, yaitu “Medan An-Najmah” yang terkenal di Rafah, tempat pedagang grosir menawarkan barang dagangan yang mereka klaim masuk melalui perlintasan Rafah.

Aql mengatakan, “Saya seorang pengungsi, dan pengungsi lainnya juga datang kepada saya untuk menjual beberapa barang dagangan, dan saya membelinya dari mereka untuk kemudian saya tawarkan kembali.”

“Semua penjual seperti saya, sebagian besar dari mereka adalah pengungsi, mereka menjual dan membeli untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari mereka.”

Meskipun serangan Israel masih berlanjut dan serangan udara serta tembakan artileri tidak berhenti, penjual keliling menyebar di mana-mana. Mereka menawarkan barang-barang sederhana dan mirip satu sama lain, didominasi oleh makanan dan alat pembersih.

Penduduk Jalur Gaza menderita kondisi ekonomi yang sulit akibat perang. Sebagian besar dari mereka kehilangan sumber pendapatan, dan rumah serta ladang mereka mengalami kerusakan. PBB menyatakan, 85% penduduk Gaza menjadi pengungsi.

Sementara, Israel terus memberlakukan blokade di Jalur Gaza, hanya memperbolehkan sebagian kecil bantuan kemanusiaan internasional untuk masuk.

Aql mengaku menghasilkan sekitar 50 hingga 70 shekel (sekitar 13 hingga 19 dolar) per hari dari usahanya. Tetapi, jumlah itu tidak mencukupi bagi keluarga, mengingat tingginya harga barang-barang yang disebabkan oleh kelangkaan dan permintaan yang tinggi.

Mohamed Abu Jiyab, editor surat kabar Al-Eqtisadiyah, menilai, fenomena tersebut merupakan “ekspresi ketahanan penduduk dalam menghadapi situasi sulit dan berbahaya yang mereka alami.”

“Sebagian besar dari mereka di pasar bukanlah pedagang, tetapi pengungsi yang tak punya tempat, ini adalah upaya mereka untuk bertahan dan menjaga batas minimum dari martabat hidup, dalam menghadapi penurunan persentase bantuan.”

Sumber: Al Jazeera

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here