Jaringan Organisasi Masyarakat Sipil Palestina menyatakan bahwa Jalur Gaza telah memasuki fase kelaparan yang sangat parah.
Dalam konferensi pers di Ramallah, Kamis (10/4), jaringan ini memperingatkan dampak serius dari kekurangan bahan pangan terhadap kesehatan anak-anak, perempuan, dan lansia.
Mereka menyebut serangan Israel yang masih berlangsung sejak 2 Maret 2025 telah menyebabkan kehabisan hampir seluruh stok makanan, obat-obatan, bahan bakar, dan perlengkapan kebersihan, serta menghentikan operasional dapur umum dan pabrik roti.
Berdasarkan data lembaga kemanusiaan, 91% warga Gaza kini berada di fase darurat krisis pangan, sementara 345 ribu orang berada di level paling parah.
Jaringan tersebut menyoroti bahwa 92% anak usia 6 bulan hingga 2 tahun serta ibu menyusui tak mendapatkan asupan gizi memadai. Bahkan 65% warga Gaza tak memiliki akses terhadap air bersih untuk minum dan memasak.
Mereka menyerukan kepada Pemerintah Palestina dan PBB untuk segera menyatakan Gaza sebagai “zona kelaparan,” serta mendesak pembukaan seluruh jalur masuk bantuan dan pemrosesan kejahatan Israel di Mahkamah Pidana Internasional atas tuduhan genosida dan penggunaan kelaparan sebagai senjata perang.
Direktur jaringan, Amjad Al-Shawa, dalam keterangannya dari Gaza, menyebut warga kini hanya makan satu kali sehari tanpa kandungan gizi, sementara 600 ribu ton sampah menumpuk karena Israel melarang pembuangan.
Sementara itu, Mustafa Barghouti dari Inisiatif Nasional Palestina menegaskan, tumpukan bantuan kemanusiaan tertahan di perbatasan dan hanya tekanan internasional yang bisa memaksa Israel membuka blokade.
Ia memperingatkan bahwa 60 ribu anak dan 60 ribu ibu hamil kini dalam bahaya besar akibat kelaparan dan ketiadaan layanan medis dasar.
Sejak 7 Oktober 2023, Israel terus melancarkan agresi militer ke Gaza yang telah menewaskan dan melukai lebih dari 166 ribu warga Palestina, mayoritas anak-anak dan perempuan. Jumlah korban hilang kini melebihi 11 ribu orang.