Di tengah kehancuran total infrastruktur pendidikan akibat agresi Israel yang berlangsung selama 18 bulan terakhir, sekelompok guru di Gaza mengambil inisiatif untuk menyelamatkan sisa-sisa proses belajar mengajar yang masih bisa diselamatkan.

Serangan Israel yang menghancurkan universitas, sekolah, hingga taman kanak-kanak telah membuat sistem pendidikan di Gaza lumpuh.

Para siswa kini tak hanya kehilangan akses ke ruang kelas, tetapi juga kekurangan perlengkapan dasar seperti tas, buku, dan alat tulis. Pemadaman listrik yang berkepanjangan semakin memperparah kondisi, mempersulit siswa untuk mengikuti pelajaran secara teratur.

Mayoritas siswa dan guru telah kehilangan perangkat elektronik mereka, dan kini hidup di tenda-tenda pengungsian yang minim fasilitas, tanpa privasi dan stabilitas.

Anak-anak Gaza lebih banyak menghabiskan waktu untuk mencari air bersih, makanan, dan kayu bakar, demi bertahan hidup di tengah krisis kemanusiaan.

Kelas Darurat dan Pembelajaran Digital

Di berbagai wilayah Gaza, para relawan mendirikan kelas darurat di tenda dan pusat pengungsian, serta membentuk kelompok belajar daring melalui media sosial. Di ruang-ruang darurat itu, papan tulis kecil dipasang untuk mengajar anak-anak yang telah dua tahun berturut-turut kehilangan tahun ajaran.

Materi pelajaran dari kelas 1 hingga tingkat menengah atas dibagikan dalam bentuk video, gambar, dan desain digital di grup online. Beberapa guru juga memberi bimbingan dalam menggunakan perangkat pembelajaran digital, sekaligus memberikan dukungan psikososial bagi para siswa.

Salah satu penggagas inisiatif ini adalah guru sekolah dasar, Nabil Abu Anzah. Ia mengatakan, tujuannya adalah meningkatkan kesadaran siswa akan pentingnya pendidikan, serta memotivasi mereka agar tidak menyerah pada mimpi-mimpinya, meski telah lama meninggalkan bangku sekolah.

“Kami berharap upaya ini bisa mengurangi dampak kerusakan sistem pendidikan yang sangat parah akibat perang,” ujarnya kepada Al Jazeera.

Dampak Psikologis Perang

Psikolog Mahmoud Asfour menyebut anak-anak Gaza sebagai kelompok paling rentan yang terkena dampak langsung dari perang. Ia menekankan pentingnya inisiatif pendidikan ini dalam menciptakan rutinitas positif yang membantu meredakan kecemasan, ketakutan, dan tekanan mental yang terus dialami anak-anak.

“Inisiatif ini memberikan rasa percaya diri dan harapan, tidak hanya bagi anak-anak tetapi juga keluarga mereka. Ini adalah ruang untuk memulihkan kesejahteraan psikologis yang dirampas oleh perang,” kata Asfour.

Ia juga mendorong agar program dukungan psikologis dijalankan secara berkelanjutan dan diintegrasikan ke dalam sistem pembelajaran, guna membantu anak-anak menghadapi trauma yang mendalam, baik secara fisik maupun mental.

Pendidikan Jadi Target Agresi

Wakil Menteri Pendidikan Gaza, Khaled Abu Nada, mengatakan pihaknya telah menyusun rencana darurat untuk melanjutkan pendidikan selama masa perang dan jeda kemanusiaan.

Langkah yang ditempuh mencakup pembangunan sekolah darurat, titik-titik belajar baru, perbaikan sekolah rusak, penyediaan konten pembelajaran melalui platform digital, serta kerja sama dengan negara mitra untuk mendistribusikan perangkat elektronik dan akses internet bagi siswa.

Ia menegaskan, Israel sengaja menargetkan sektor pendidikan dengan menghancurkan sekitar 90% fasilitas Kementerian Pendidikan. Sekitar 785 ribu pelajar telah kehilangan akses belajar, sementara 13 ribu siswa dan 800 guru syahid dalam serangan. Tak kurang dari 150 ilmuwan, akademisi, dan dosen universitas juga menjadi korban.

“Tujuan Israel jelas, yaitu menanamkan kebodohan, menghancurkan generasi muda Palestina, dan melenyapkan identitas nasional melalui penghancuran pendidikan,” tegas Abu Nada.

Namun, ia mengakui pendidikan jarak jauh di Gaza menghadapi tantangan berat, terutama akibat penghancuran total terhadap infrastruktur listrik, jaringan internet, dan kelangkaan bahan bakar yang terus berlangsung.

Abu Nada menyerukan kepada komunitas internasional untuk segera turun tangan, membangun kembali sekolah, menyediakan perangkat pendidikan, dan mendukung program bantuan psikososial serta beasiswa bagi siswa yang terdampak.

Generasi yang Terancam Hilang

Laporan UNICEF menyatakan bahwa generasi anak-anak Gaza terancam kehilangan masa depan mereka akibat hancurnya sistem pendidikan dan tekanan psikologis berkepanjangan. Organisasi itu menyebut, anak-anak Gaza sangat membutuhkan dukungan psikologis dan pendidikan yang mendesak.

Sementara itu, UNRWA mencatat sekitar 660 ribu anak masih belum kembali ke sekolah, dan lebih dari 88% sekolah di Gaza mengalami kerusakan atau hancur total.

Sumber: Al Jazeera

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here