Menteri Luar Negeri Norwegia, Espen Barth Eide, pada Selasa (3/6) menyerukan penghentian segera atas blokade yang diberlakukan Israel terhadap Jalur Gaza. Ia menegaskan pentingnya membuka akses tanpa hambatan bagi bantuan kemanusiaan.

“Bencana di Gaza bersifat menyeluruh. Warga sipil menghadapi pelanggaran serius dan berulang. Keputusasaan dan kecemasan semakin dalam akibat blokade yang terus berlanjut,” ujar Eide dalam pernyataan persnya.

Israel diketahui telah memberlakukan blokade total atas Gaza sejak 2 Maret lalu, yang telah menyebabkan kelaparan masif dan meningkatnya risiko bencana kemanusiaan di seluruh wilayah.

PBB: Serangan Israel ke Pusat Bantuan adalah Kejahatan Perang

Sementara itu, Komisaris Tinggi HAM PBB, Volker Türk, menyebut serangan mematikan Israel terhadap warga sipil yang mengantre bantuan di pusat distribusi makanan di Gaza sebagai “tidak dapat diterima” dan “merupakan kejahatan perang.”

“Orang tidak seharusnya mempertaruhkan nyawa demi mendapatkan makanan. Kita tak bisa terlibat dalam rencana yang membahayakan penduduk sipil,” tegasnya dalam sebuah pernyataan.

Türk juga mendesak investigasi segera dan independen atas serangan-serangan tersebut serta menuntut pertanggungjawaban pelakunya.

Dalam tiga hari berturut-turut, puluhan warga dilaporkan gugur dan luka-luka saat berupaya mendapatkan bantuan. Pada Selasa saja, 27 warga Palestina syahid di Rafah akibat tembakan pasukan Israel, menurut laporan Pertahanan Sipil Gaza.

27 Syahid di Dekat Pusat Bantuan, Korban Ditembaki dari Udara dan Darat

Juru bicara Pertahanan Sipil, Mahmoud Basal, mengungkapkan bahwa sedikitnya 27 warga Palestina syahid dan lebih dari 90 lainnya terluka saat ribuan orang berkumpul di sekitar bundaran Al-‘Alam, Rafah, untuk menerima bantuan dari “Gaza Relief Foundation” — lembaga yang dikontrak militer Israel dan perusahaan keamanan swasta asal AS.

Basal menyebut tembakan diarahkan langsung ke kerumunan dari tank dan drone tempur Israel. Evakuasi korban sangat sulit karena tembakan terus dilancarkan ke lokasi.

Saksi mata menuturkan bahwa tembakan dimulai ke udara dan kemudian berubah menjadi tembakan langsung, termasuk dari helikopter dan drone bersenjata quadcopter. Warga yang mendekati lokasi bantuan menjadi sasaran.

Militer Israel berdalih bahwa mereka “mendeteksi individu mencurigakan” yang mendekat ke arah pasukan dan melintasi batas yang ditentukan. Mereka mengklaim menembak untuk “menghalau” dan sedang menyelidiki laporan jatuhnya korban.

Peristiwa Berdarah Berulang, Tentara Hanya Sebut “Tembakan Peringatan”

Insiden serupa terjadi pada Ahad lalu, ketika 31 warga Palestina gugur dan 176 terluka saat mengantre bantuan di lokasi yang sama. Saat itu, militer Israel hanya menyatakan telah melepaskan “tembakan peringatan.”

Namun faktanya, tiap antrean bantuan di Rafah kini berubah menjadi jebakan mematikan. Puluhan syahid dan ratusan luka-luka telah jatuh hanya karena mencoba mendapatkan makanan.

Kontroversi Lembaga “Gaza Relief Foundation”: Bantuan atau Alat Pendudukan?

Sejak lebih dari 20 bulan lalu, berbagai organisasi hak asasi dan lembaga hukum internasional menuding Israel melakukan genosida di Gaza. Pendudukan bersenjata telah menyasar infrastruktur sipil dan memaksa kelaparan massal sebagai senjata perang.

Dalam tiga bulan terakhir, Israel memperketat strategi pengepungan dengan memblokir masuknya bantuan pangan dan medis, bahkan dari lembaga internasional termasuk PBB. Ini mempercepat krisis kelaparan yang mengancam seluruh populasi Gaza.

Di bawah tekanan dunia internasional, Israel kemudian mengumumkan pendirian lembaga kontroversial bernama “Gaza Relief Foundation” — organisasi yang didukung Amerika dan bekerja sama dengan tentara Israel. Namun, lembaga ini tidak beroperasi dalam koridor kemanusiaan yang diakui secara global.

Laporan Wall Street Journal mengungkap bahwa lembaga ini bekerja sama dengan perusahaan keamanan Amerika yang sebelumnya terlibat dalam operasi di Irak dan Afghanistan. Koordinasi di lapangan dengan militer Israel terbukti kacau, bahkan dianggap menerapkan strategi yang tidak cocok dengan konteks Gaza.

Akibatnya, distribusi bantuan berlangsung tanpa kendali, tidak ada sistem perlindungan terhadap warga, dan berakhir dalam kekacauan berdarah.

PBB menolak bekerja sama dengan lembaga tersebut karena dinilai tidak menjunjung prinsip-prinsip kemanusiaan dan memiliki keterkaitan langsung dengan agenda militer Israel di Gaza.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here