Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memerintahkan serangan besar-besaran ke Jalur Gaza, menyusul insiden di kota Rafah, wilayah paling selatan Gaza, yang diklaim sebagai pelanggaran gencatan senjata oleh Hamas.

Keputusan itu diumumkan hanya beberapa jam setelah Netanyahu menggelar rapat darurat dengan para petinggi keamanan Israel. Dalam pernyataan resminya, kantor Netanyahu menyebut serangan ini sebagai “respons kuat dan segera” terhadap apa yang disebut sebagai serangan Hamas terhadap pasukan Israel di Rafah, tuduhan yang telah dibantah oleh Hamas.

Namun, tuduhan itu bukan satu-satunya alasan di balik perintah serangan tersebut. Israel menuding Hamas juga “melanggar garis merah” karena belum menyerahkan sisa jasad tawanan Israel yang masih berada di Gaza.

Padahal, menurut pejabat Amerika Serikat, Israel, dan para mediator internasional, proses penggalian dan pemulangan jasad dari reruntuhan di Gaza memang sangat kompleks dan memerlukan waktu lama.

Meski begitu, tekanan publik di dalam negeri (terutama dari keluarga para tawanan) membuat pemerintah Israel menuntut proses tersebut dipercepat, bahkan dengan mengorbankan stabilitas gencatan senjata yang baru saja berjalan.

Langkah terbaru ini menandai eskalasi baru dalam ketegangan di Gaza, memperlihatkan bahwa meski ada kesepakatan damai di atas kertas, perang masih terus berkecamuk di lapangan — kali ini dalam bentuk “perang alasan” dan tekanan politik dari dalam Israel sendiri.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here