Spirit of Aqsa, Jakarta- Keberadaan Warga muslim di ‘Israel’ menimbulkan syubhat di tengah masyarakat. Ada beberapa fakta yang harus diperhatikan.
Direktur Harian Spirit of Aqsa, Ustadz Ridwan Hakim, menjelaskan, keberadaan Warga muslim di wilayah jajahan ‘Israel’ tidak boleh menimbulkan opini bahwa zionis Yahudi tidak ada masalah dengan Islam. Opini demikian merupakan anggapan yang menyimpang alias sesat.
“Seperti halnya kesimpulan ngawur ketika mendapati banyak orang-orang Indonesia dulu bekerja untuk Hindia Belanda, lalu menyimpulkan bahwa rakyat Indonesia kala itu tidak punya masalah dengan penjajahan Belanda,” tutur Ustadz Ridwan di Jakarta, Selasa (13/9).
Ustadz Ridwan menjelaskan, Islam bermasalah dengan sekelompok pencaplok tanah orang bernama “Israel” paling tidak dalam dua hal.
Pertama, kedzaliman yang mencederai rasa keadilan. Islam memerangi segala bentuk kedzaliman yang dilakukan oleh siapapun. Baik oleh orang Islam sendiri, maupun manusia lain terhadap sesama manusia bahkan alam semesta.
Kedua, ancaman terhadap Masjid Al-Aqsha; masjid Rasulullah SAW. Tujuan Zionis Israel sangat jelas, adalah untuk menguasai Al-Quds. Dengan tabiat penjajah dan teror mereka, “Israel” terbukti selalu menciptakan ancaman terhadap kesucian Masjid Al-Aqsha.
“Orang-orang yang berdalih dengan fakta kecil untuk menganulir fakta besar ini punya dua kemunculan, menutup mata pada kedzaliman “Israel” dan belum memahami konsep syiar dan keadilan Islam,” ujar Ustadz Ridwan.
Alasan Ada Umat Islam di Israel
Pew Research dalam sebuah laporan pada Agustus 2022 merilis, daerah paling banyak dihuni umat Islam adalah Rahat sekitar 71.300 orang. Disusul Umm Al-Fahm dengan 56 ribu orang, dan Nazareth dengan 55.600 orang.
Orang-orang Arab Palestina sudah menetap di sana sejak lama, yakni semenjak Khalifah Umar bin Khattab RA menaklukkan Baitul Maqdis pada 637 M. Mereka datang dari berbagai negara seperti Persia, Yaman, Mesir, dan banyak lagi, dikutip laman Langit7.id.
Di kawasan yang lantas dicaplok Israel, terdapat sekitar 950 ribu warga Arab Palestina. Kemudian, sekitar 80 persen memilih mengungsi karena intimidasi dan tinggal menyisakan 156 ribu jiwa.
Warga Arab Muslim yang memilih tetap tinggal dan menolak mengungsi itu menjadi cikal-bakal ada warga muslim di Israel. Mereka bertahan di tengah diskriminasi yang sangat berat.
“Disuruh keluar, tidak mau. Dan Israel sudah membawa imigran yahudi dari seluruh penjuru dunia untuk menempati rumah-rumah orang Palestina,” kata Fouly, seorang youtuber keturunan Palestina.
Israel melihat kelompok muslim Arab sebagai ancaman. Maka otoritas Israel mengeluarkan pengumuman untuk mengusir pribumi (muslim Arab) untuk digantikan oleh imigran yahudi.
“Jadi warga Palestina yang tinggal di sana waktu itu terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama, adalah orang yang dipaksa keluar dari rumah, maka mereka mengungsi ke negara tetangga seperti Mesir, Yordania dan beberapa negara lain. Ada kelompok kedua, yang berhasil mempertahankan rumah mereka,” katanya.
Setelah beberapa tahun, Israel mulai menghadapi masalah lain yang lebih besar. Pertama, masalah itu datang dari kelompok warga muslim yang berhasil menetap di Israel dan menolak mengungsi. Otoritas Israel lalu memaksa mereka untuk mengambil kewarganegaraan Israel.
Meski dalam undang-undang, kedudukan mereka setara dengan warga yahudi, namun kenyataannya mereka diperlakukan diskriminatif. Israel punya rencana lain. pertama, warga Arab muslim tidak boleh belajar bahasa Arab di sekolah. Kedua, warga Arab muslim tidak boleh bekerja di posisi tinggi di Israel kecuali dipilih satu per satu.
Ketiga, mereka dipersulit proses penerimaan mahasiswa Arab Muslim di universitas Israel, sehingga hanya 10 persen muslim Arab di Israel yang berpendidikan S1. Keempat, warga muslim Arab boleh masuk DPR Israel, tetapi waktu yang bersamaan mereka boleh juga diusir kalau tidak disukai oleh mayoritas anggota DPR lain yang beragama yahudi.
“Kelima, kalau ada warga Arab muslim yang memiliki sebuah tanah terus ada orang yahudi datang mengklaim tanah tersebut, berarti orang yahudi berhak mengambil tanahnya tanpa bukti yang kuat,” katanya.
Di sisi lain, pertambahan penduduk dari warga muslim menjadi ancaman bagi otoritas Israel. Warga muslim di Israel tercatat memiliki tingkat kelahiran yang tinggi. Rata-rata per tahun satu dari empat kelahiran bayi adalah muslim.
Kontan ini memicu kekhawatiran di Israel, dalam beberapa tahun ke depan, jumlah orang yahudi bisa tersalip. Diperkirakan jumlah warga muslim bisa mencapai 2 juta jiwa atau 24-26 persen dari populasi dalam kurun 15 tahun. Warga Israel kemudian mengistilahkan ‘bom waktu demografi’ terhadap fenomena tersebut.
Sementara itu, secara demografi sebanyak 52 persen warga muslim tinggal di Kota Al-Quds. Adapun sisanya tersebar di 11 wilayah lain di Israel. Totalnya ada sekitar 112 kawasan komunitas Arab dan muslim yang 89 persennya mencakup lebih dari 2.000 jiwa.