Sejumlah media internasional menyoroti perjanjian yang dicapai antara Hamas dan Israel di Sharm el-Sheikh, Mesir, pada Rabu kemarin. Selain menyorot isi kesepakatan, banyak media mempertanyakan jaminan internasional agar perjanjian itu tidak kembali dilanggar.
Dalam laporannya, Le Monde (Prancis) menggambarkan suasana psikologis warga Gaza yang menyambut kesepakatan ini dengan campuran antara harapan dan ketakutan. Mereka khawatir Israel akan kembali mengingkari perjanjian setelah pembebasan seluruh sandera, terlebih tanpa adanya pihak kuat yang mampu menjadi penjamin.
Le Monde juga menyinggung fakta sejarah bahwa Israel pernah beberapa kali melanggar kesepakatan sepihak dalam konflik sebelumnya. Selain itu, banyak warga Gaza menilai Hamas selama bertahun-tahun menjadi faktor stabilitas keamanan di Jalur Gaza, sehingga mereka kini cemas siapa yang akan mengatur Gaza setelah perang—apalagi rencana pascaperang disebut-sebut mengikuti skenario Presiden AS Donald Trump.
Masih menurut Le Monde, muncul keraguan besar apakah pihak luar Gaza mampu mengelola wilayah itu tanpa memicu kekacauan atau menciptakan kekosongan keamanan setelah kesepakatan gencatan senjata.
Sementara itu, harian Maariv (Israel) menyebut kesepakatan yang dicapai di Mesir sebagai “perjanjian besar namun penuh risiko”. Menurut mereka, meski penuh tantangan, semua pihak memiliki kepentingan bersama: pertukaran tahanan dan penghentian sementara agresi militer. Namun Maariv menegaskan ini bukan akhir perang, melainkan awal babak baru—karena setelah ini pertanyaan terbesar akan segera muncul: siapa yang akan menguasai Gaza?
Maariv menutup analisisnya dengan nada penuh kehati-hatian: “Beberapa pekan ke depan akan menentukan apakah ini babak terakhir perang, atau hanya jeda pendek sebelum agresi berikutnya.”
Dari Eropa, Le Temps (Swiss) menyebut kesepakatan ini menunjukkan besarnya tekanan Amerika Serikat terhadap Israel. Menurut editorialnya, hanya AS yang memiliki kekuatan untuk menghentikan agresi Israel setelah gelombang kritik global terkait kejahatan perang, serangan terhadap warga sipil, jurnalis, dan pekerja kemanusiaan di Gaza.
Le Temps menulis, “Meski peluang perdamaian abadi masih kecil, yang terpenting saat ini adalah menyelamatkan sebanyak mungkin nyawa di Gaza.”
Sementara itu, situs investigasi AS DropSite mengutip sumber diplomatik yang menyebut Presiden Donald Trump memberi jaminan kepada mediator bahwa AS tidak akan membiarkan Israel melanjutkan perang setelah sandera dibebaskan. Seorang pejabat Hamas yang ikut dalam perundingan juga mengungkapkan bahwa pihaknya berada di bawah tekanan besar dari mediator internasional untuk mencapai kesepakatan secepat mungkin.
Para mediator juga dilaporkan berkomitmen membuka kembali Perlintasan Rafah dua arah, sebuah langkah penting bagi mobilitas warga Gaza dan bantuan kemanusiaan.