Spirit of Aqsa, Palestina- Rami Awad berusaha mencari tenda untuk membawa keluarganya ke sebuah tempat pegungsian di Rafah, Jalur Gaza selatan. Tetapi, dia tidak berhasil menemukan tenda. Dia berencana mengevakuasi seluruh keluarganya ke tempat pengungsian, namun sebelum itu terjadi, sebuah bom menghantam rumah rumah di Khan Yunis, Jalur Gaza selatan pada Sabtu dini hari (6/1).

Rami syahid bersama istri dan dua anaknya serta beberapa kerabat. Namun, putra ketiganya, Mahmoud (11 tahun), selamat dari pembantaian tersebut, karena sedang menginap di rumah pamannya.

Pada pagi hari, Mahmoud pergi ke kamar mayat di Rumah Sakit Eropa di mana ayah dan saudara-saudaranya terbaring di rak berbalut kain kafan.

Mahmoud berkata dengan tenang, napas terengah-engah seolah-olah mencoba menahan tangis, “Ibu berkata padaku: Pergi tidur malam ini di rumah pamanku, Isa. Jadi, saya tidur di rumah pamanku Isa, dan mereka (Israel) menyerang rumah (tempat keluarga tinggal).”

Dia menambahkan, sambil berbicara seolah-olah mencoba menahan tangis, “Saudara-saudaraku syahid, ayah saya Rami Awad, saudara kecil saya di kelas dua, dan saudara saya yang lebih besar di kelas delapan, dan ibu saya.”

Pengungsi dari Kamp Pengungsi

Sebelum pembantaian, keluarga Awad tinggal di Kamp Shati di barat kota Gaza, yang menampung para pengungsi Palestina yang diusir dari tanah mereka pada 1948 dan keturunan mereka.

Mahmoud mengatakan, “Kami tinggal di Kamp Shati, dan pasukan Israel menjatuhkan pamflet” menyatakan bahwa Kota Gaza adalah zona perang, “jadi kami pindah ke Khan Yunis dengan harapan aman, tetapi mereka juga menyerang kami.”

Keluarga anak itu tinggal dengan kerabat dari sisi ibunya yang tinggal di tiga apartemen di kota Khan Yunis.

“Dengan pertolongan Allah, mereka memiliki peluang untuk selamat, tetapi mereka diserang ketika mereka tidur di rumah… Satu-satunya saudaraku berputar-putar selama 5 hari dari timur ke barat untuk mendapatkan tenda, mereka ingin pergi ke barat Rafah, itu adalah takdirnya.”

Dia menambahkan, sambil meneteskan air mata, “Saya tidak tahu apa yang harus saya katakan. Saya tidak bisa.”

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here