Spirit of Aqsa, Palestina- Penjajah Israel mengebom tiga rumah sakit di Jalur Gaza pada Jumat malam (3/11). Pemboman tersebut terjadi hampir dalam waktu berdekat, demikian laporan langsung dari Al Jazeera.
“Pada hari ke-28 perang Israel di Gaza, Kementerian Kesehatan di Gaza mengatakan bahwa Israel melakukan pembantaian baru di 3 rumah sakit,” demikian Al Jazeera.
Dalam keterangan Direktur Rumah Sakit Indonesia, dr Atef Al Kahlout, mengatakan, ‘Sebuah ledakan sangat dahsyat mengguncang rumah sakit Indonesia.” Padahal rumah sakit tersebut merawat ratusan pasien yang luka-luka akibat pembantaian yang dilakukan penjajah Israel.
“Kami melakukan operasi di lapangan karena kurangnya kemampuan kami. 40% dari korban dan korban luka dalam pemboman Israel adalah anak-anak. Kami menerima lebih dari 50 orang yang mati syahid dan terluka dalam pemboman Israel baru-baru ini,” demikian laporan Al Jazeera.
Lalu bagaimana serangan ini dilihat dari aturan perang? Apakah ini sebuah “kejahatan”?
Mengutip Al-Jazeera ada hukum internasional yang mengatur perang. Ini disebut hukum humaniter international (IHL) di mana ada perlindungan rumah sakit dan pekerja kesehatan.
Menurut Konvensi Jenewa, orang yang sakit dan terluka, serta staf medis, rumah sakit, dan fasilitas medis keliling dilindungi pada saat perang. Ini diatur dalam pasal 18 dan 19.
“Rumah sakit sipil yang diselenggarakan untuk memberikan perawatan kepada yang terluka dan sakit, orang lemah dan ibu hamil, dalam keadaan apa pun tidak boleh menjadi sasaran serangan, namun harus selalu dihormati dan dilindungi oleh Pihak-pihak yang berkonflik,” bunyi pasal 18 dikutip Rabu (18/10/2023).
“Perlindungan yang menjadi hak rumah sakit sipil tidak akan berhenti kecuali mereka digunakan untuk melakukan, di luar tugas kemanusiaan mereka, tindakan yang merugikan musuh. Namun perlindungan dapat berhenti hanya setelah peringatan diberikan, dengan menyebutkan, dalam semua kasus yang sesuai, batas waktu yang wajar, dan setelah peringatan tersebut tidak diindahkan,” bunyi pasal 19.
“Fakta bahwa anggota angkatan bersenjata yang sakit atau terluka dirawat di rumah sakit ini, atau adanya senjata kecil dan amunisi yang diambil dari kombatan tersebut dan belum diserahkan ke layanan yang tepat, tidak boleh dianggap sebagai tindakan yang merugikan musuh,” tambah pasal 19 lagi.