TEL AVIV – Militer Israel berencana memanggil 80.000 hingga 100.000 pasukan cadangan untuk operasi besar yang ditujukan menguasai Kota Gaza, menurut laporan Yedioth Ahronoth, Kamis (14/8).

Diskusi internal akan dilanjutkan dalam beberapa hari ke depan untuk merumuskan strategi pendudukan, termasuk taktik pertempuran di area padat penduduk, gedung-gedung tinggi di barat kota, dan melawan unit perlawanan yang dipimpin Hamas.

Rencana itu diproyeksikan berlangsung hingga 2026 di Kota Gaza dan wilayah utara Jalur Gaza—yang Israel klaim masih menjadi basis sel Hamas.

Namun, kebijakan ini memicu penolakan keras dari keluarga tawanan dan prajurit Israel yang tewas, yang khawatir operasi militer justru mengancam nyawa tawanan. Mereka berencana menggelar mogok massal dan melumpuhkan aktivitas pada 17 Agustus, dengan dukungan perusahaan dan universitas.

Persetujuan Rencana
Kepala Staf IDF, Eyal Zamir, pada Rabu lalu menyetujui konsep utama pendudukan penuh Gaza, termasuk serangan di kawasan Zeitoun di selatan Kota Gaza yang sudah dimulai sejak Selasa.

Zamir menekankan perlunya peningkatan kesiapan pasukan cadangan, isu sensitif secara politik mengingat penolakan wajib militer dari kalangan Yahudi ultra-Ortodoks (Haredi) yang jumlahnya puluhan ribu.

Persetujuan ini cukup mengejutkan, mengingat Zamir sebelumnya sempat menolak pendudukan Kota Gaza. Ia bahkan mengingatkan perlunya jeda istirahat bagi pasukan agar daya tempur tetap terjaga.

Meski begitu, pemerintah Israel belum menetapkan tanggal dimulainya operasi, walau serangan udara ke Gaza meningkat dalam dua hari terakhir, menewaskan puluhan warga sipil dan melukai banyak lainnya.

Awal pekan ini, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengklaim Israel “semakin dekat” mengakhiri pertempuran. Ia menyebut pasukan akan “bergerak cepat” untuk menguasai Kota Gaza, yang disebutnya sebagai benteng terakhir Hamas.

Israel pernah menduduki Gaza selama 38 tahun, dari 1967 hingga 2005. Kini wilayah berpenduduk 2,2 juta jiwa itu telah diblokade selama 18 tahun, menyebabkan krisis kemanusiaan yang kian memburuk.

Rencana pendudukan kembali ini memicu gelombang kecaman internasional, dengan peringatan bahwa langkah tersebut akan memperbesar korban warga sipil, memperpanjang perang, dan melanggengkan kebijakan genosida serta pengepungan.

Sumber: Al Jazeera

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here