Dalam sebuah konferensi yang digelar di Knesset, para menteri dan anggota parlemen Israel dari partai-partai sayap kanan, khususnya dari Partai Likud pimpinan Netanyahu, secara terbuka menyerukan penerapan kedaulatan penuh Israel atas Tepi Barat, mengikuti langkah aneksasi Dataran Tinggi Golan. Seruan ini dilakukan secara terang-terangan, meski bertentangan dengan hukum internasional dan ditolak luas oleh masyarakat dunia.

Menteri Kehakiman Yariv Levin menyebut momen ini sebagai “kesempatan sejarah yang tidak boleh disia-siakan” untuk menerapkan kedaulatan Israel atas seluruh permukiman Yahudi dan wilayah di Tepi Barat (yang mereka sebut Yudea dan Samaria). Ia menegaskan: “Tidak boleh ada lagi perbedaan antara Tel Aviv dan Hebron, antara Ramat Hasharon dan Tepi Selatan Hebron. Israel harus menjadi satu negara berdaulat sepenuhnya.”

Menteri Energi Eli Cohen bahkan menyatakan bahwa dirinya siap meninggalkan prospek perdamaian dengan Arab Saudi dan menolak normalisasi hubungan demi satu hal: aneksasi Tepi Barat. “Kedaulatan adalah prioritas utama. Ini adalah tanah warisan leluhur kami dan kebutuhan strategis negara ini,” klaimnya.

Ketua Knesset Amir Ohana menegaskan bahwa tanpa menguasai Tepi Barat, “Al-Quds tidak akan pernah aman.” Ia menyebut wilayah itu sebagai “benteng besi” terakhir Israel. “Meninggalkan wilayah ini hanya akan mewujudkan visi berdarah musuh kita,” ujarnya.

Sementara itu, mantan Duta Besar AS untuk Israel David Friedman menyayangkan bahwa selama masa jabatannya, AS belum sempat memulai proses aneksasi. “Saya yakin Israel akan bebas dari sungai hingga laut. Ini bukan ambisi kosong, ini kepentingan strategis.”

Tak hanya wacana, tekanan dari dalam pemerintahan meningkat. Empat belas menteri Likud dan Ketua Knesset baru-baru ini mengirim surat resmi kepada Netanyahu, mendesaknya untuk segera mengesahkan keputusan aneksasi Tepi Barat. Ini memperkuat arah politik Israel yang kian terang-terangan menolak solusi dua negara dan meminggirkan aspirasi rakyat Palestina.

Namun dunia tidak diam. Seruan ini ditentang luas oleh negara-negara Arab dan komunitas internasional yang menegaskan kembali bahwa pendudukan atas wilayah Palestina sejak 1967, termasuk Al-Quds, adalah ilegal dan harus dihentikan.

Sejak 7 Oktober 2023, Israel dan para pemukim terus meningkatkan agresinya di Tepi Barat dan Al-Quds. Hingga kini, setidaknya 1.001 warga Palestina gugur syahid dan lebih dari 7.000 terluka. Di Gaza, perang pemusnahan massal telah menewaskan lebih dari 200 ribu orang, mayoritas perempuan dan anak-anak. Ribuan lainnya masih hilang di bawah reruntuhan, dan ratusan ribu mengungsi tanpa kepastian hidup, di tengah kelaparan yang merenggut nyawa bahkan sebelum bom menghantam.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here