Spirit of Aqsa- Sudah lebih dari setahun warga Palestina di Gaza hidup dalam kegelapan total akibat pemutusan total pasokan listrik. Krisis ini membawa dampak kemanusiaan dan lingkungan yang parah, memengaruhi seluruh aspek kehidupan mereka sehari-hari, terutama di tengah serangan militer yang terus dilakukan oleh Israel.
Dalam pekan pertama operasi “Taufan Al-Aqsa,” Israel memberlakukan blokade ketat di Gaza, menghentikan pasokan kebutuhan dasar, memutus aliran listrik, menutup perbatasan, dan melarang masuknya bahan bakar yang dibutuhkan untuk menjalankan pembangkit listrik maupun generator sebagai sumber energi alternatif.
Kehidupan Tanpa Fasilitas Dasar
Pemutusan listrik berkepanjangan ini berdampak besar pada pengungsi Gaza, memaksa mereka mengubah pola hidup dan menambah beban keuangan. Di tenda-tenda pengungsian, warga mengandalkan solusi darurat seperti penerangan sederhana dari panel surya atau mengisi daya baterai di tempat pengisian khusus yang kini banyak bermunculan di Gaza.
Noura Abu Armanah, 64 tahun, pengungsi di kamp Nuseirat, menceritakan bagaimana ia terpaksa kembali bekerja secara manual setelah mesin jahitnya berhenti berfungsi akibat pemutusan listrik. “Sebelum perang, saya mengandalkan mesin jahit untuk penghidupan keluarga. Meski dulu listrik padam 6 jam sehari, kami bisa menyesuaikan. Sekarang, listrik benar-benar terputus, dan saya harus menjahit secara manual, yang lebih melelahkan dan mengurangi produktivitas saya,” ujar Noura kepada Al Jazeera.
Warga lainnya, Fatimah Hassouna, yang telah mengungsi delapan kali, menyebut hidup dalam krisis listrik ini sebagai kehidupan “tanpa fasilitas dasar.” Ia menceritakan insiden yang menunjukkan bahaya hidup dalam gelap di tenda pengungsian. “Anak saya terbangun larut malam kehausan. Saat mencari botol air, saya hampir memberinya botol berisi klorin. Untungnya, saya mencium baunya tepat waktu,” katanya.
Fatimah juga menjelaskan bahwa ia kini kembali ke cara tradisional seperti mencuci pakaian dan memasak dengan cara manual, karena tidak ada alternatif lain.
Kerusakan Sistematis
Menurut kantor media pemerintah di Gaza, Israel telah menghancurkan lebih dari 3.000 kilometer jaringan listrik, 330.000 meter jaringan air, 655.000 meter sistem drainase, dan 2.835 kilometer jalan di seluruh Gaza.
Diketahui bahwa Gaza membutuhkan 450 hingga 500 megawatt listrik per hari, dengan kebutuhan meningkat hingga 600 megawatt pada musim dingin dan panas, namun mengalami defisit sekitar 50%.
Krisis listrik di Gaza dimulai sejak pertengahan 2006, ketika Israel membom satu-satunya pembangkit listrik di wilayah itu pada 28 Juni 2006, yang mengakibatkan penghentian operasi total. Sejak saat itu, Gaza terus menghadapi kekurangan energi yang kronis.
Sumber: Al Jazeera