Spirit of Aqsa, Jakarta Indonesia memprakarsai pertemuan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB), untuk membahas rencana pencaplokan wilayah Palestina oleh penjajah Israel. 1 Juli mendatang, Israel berencana untuk melakukan aneksasi di wilayah Tepi Barat itu.

“Sudahterlalu lama, rakyat Palestina mengalami ketidakadilan, pelanggaran HAM dan situasi kemanusiaan yang buruk.Aneksasi Israel merupakan ancaman bagi masa depan bangsa Palestina,” ucap Menteri Luar Negeri (Menlu) RI, Retno LP Marsudi mengawali pernyataan tegasnya pada Pertemuan Terbuka Dewan Keamanan (DK) PBB yang dilakukan secara virtual mengenai Situasi di Timur Tengah pada 24 Juni 2020.

Dalam pertemuan yang dipimpin Prancis selaku Presiden DK PBB Juni 2020 ini, Menlu Retno sampaikan sebuah pertanyaan, ”Pilihan ada ditangan kita, apakah akan berpihak kepada hukum internasional, atau menutup mata dan berpihak di sisi lain yang memperbolehkan tindakan yang bertentangan dengan hukum internasional?”.

Menlu Retno tegaskan tiga alasan mengapa masyarakat internasional harus menolak rencana aneksasi Israel.

Pertama, rencana aneksasi formal Israel terhadap wilayah Palestina merupakan pelanggaran hukum internasional. Memperbolehkan aneksasi artinya membuat preseden dimana penguasaan wilayah dengan cara aneksasi adalah perbuatan legal dalam hukum internasional.

“Seluruh pihak harus menolak secara tegas di seluruh forum internasional baik melalui pernyataan maupun tindakan nyata bahwa aneksasi adalah illegal” ujar Menlu Retno, dalam keterangan Kemenlu RI, Kamis 25 Juni 2020.

Kedua, rencana aneksasi formal Israel ini merupakan ujian bagi kredibilitas dan legitimasi Dewan Keamanan PBB di mata dunia internasional. DK PBB harus cepat mengambil langkah cepat yang sejalan dengan Piagam PBB.

“Siapapun yang mengancam terhadap perdamaian dan keamanan internasional harus diminta pertanggungjawabannya di hadapan Dewan Keamanan PBB. Tidak boleh ada standar ganda,” sebut Retno.

Ketiga, aneksasi akan merusak seluruh prospek perdamaian. Aneksasi juga akan menciptakan instabilitas di Kawasan dan dunia. Untuk itu, terdapat urgensi adanya proses perdamaian yang kredibel dimana seluruh pihak berdiri sejajar.

“Ini waktu yang tepat untuk memulai proses perdamaian dalam kerangka multilateral berdasarkan parameter internasional yang disepakati,” tegasnya.

Menlu Retno juga menekankan pentingnya dunia mengatasi situasi kemanusiaan di Palestina termasuk pengungsi Palestina. “Pandemi semakin memperparah penderitaan saudara kita di Palestina sehingga dukungan untuk lembaga-lembaga kemanusiaan internasional, khususnya UNRWA sangat penting” jelas Menlu Retno, seraya menyampaikan peningkatan kontribusi Indonesia untuk Palestina yang diberikan baik secara langsung kepada Palestina, maupun melalui UNRWA di tahun 2020.

“Ketidakadilan terjadi bukan karena absennya keadilan itu sendiri. Ketidakadilan terjadi karena kita membiarkan hal itu terjadi. Ini waktunya kita hentikan ketidakadilan tersebut,” sebut Menlu.

Bersama Tunisia dan Afrika Selatan, Indonesia memprakarsai penyelenggaraan pertemuan DK PBB ini di tingkat Menteri, guna membahas rencana aneksasi Israel. Pertemuan dihadiri Sekretaris Jenderal PBB, Sekretaris Jenderal Liga Arab,UNSpecial Coordinator for the Middle East Peace Process,Menteri Luar Negeri Palestina, dan Menteri Luar Negeri dari beberapa negara anggota DK PBB. (Admin/Medcom)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here